🌼 47

776 113 35
                                    

Bodoh.

Ya benar, Aluna memang bodoh. Sejak awal harusnya ia menyerah, atau bahkan harusnya tidak pernah mencoba untuk masuk ke dalam keluarga harmonis itu.

Namun memang dasar Aluna yang bodoh, ia malah sengaja menceburkan dan membiarkan dirinya tenggelam dalam rasa sakit yang setiap harinya semakin parah.

Diabaikan, tidak pernah dianggap, hal tersebut sama sekali tidak membuat Aluna jera. Nyatanya sampai saat ini gadis itu masih tetap mempertahankannya.

Aluna seolah tidak peduli walau rasa sakit di hati, juga mengakibatkan sakit pada fisiknya. Ingat, sejak awal Aluna memang tidak baik-baik saja. Gadis tersebut berbeda dengan gadis lainnya, ia memiliki penyakit yang sewaktu-waktu bisa saja kambuh bahkan fatalnya bisa membuatnya kehilangan nyawa.

Namun seperti yang sudah dikatakan tadi, Aluna tidak peduli meski kondisinya semakin memburuk, ia justru malah menyembunyikan semua sakitnya itu sendirian, seolah-olah ia memang sengaja ingin mengakhiri hidup dengan perlahan dan mengenaskan.

Agaknya cinta sudah membutakan gadis itu.

Seperti halnya saat ini, misalnya. Sudah tak terhitung berapa banyak Aluna memergoki suami dan kakak madunya yang sedang bermesraan. Namun masih tetap saja ia tidak ingin menyerah, gadis itu malah dengan sengaja, mendengarkan dan terus melihatnya meski air mata sudah deras berjatuhan.

Di sini, di tempatnya berdiri, Aluna masih bisa melihat sekaligus mendengar dengan jelas, suami, Kakak madu, dan anak tirinya yang tengah bercengkrama hangat di ruang keluarga.

"Adeknya kapan ke luar Bunda? Senna udah gak sabar mau main boneka-bonekaan sama Adek."

Sienna tengah mengelus-elus perut buncit Lisa--yang sekarang usianya sudah memasuki delapan bulan. Gadis itu sekali-kali mencium gemas perut bundanya.

"Bentar lagi, kurang lebih satu bulanan." Jawab Lisa. "Tapi kayanya Adeknya gak bisa diajak main boneka-bonekaan soalnya Adek Senna laki-laki."

"Yah," Sienna mendesah kecewa, padahal ia sudah membayangkan betapa serunya jika nanti ia bermain dengan sang adik. Namun hal tersebut tidak berlangsung lama, Sienna kembali menunjukkan wajah ceria ketika ia melanjutkan. "Gak apa-apa deh adeknya Senna laki-laki juga, Senna tetap sayang. Tapi nanti Ayah sama Bunda bikinin lagi ya, adik yang perempuan."

Lisa dan Jungkook lantas terperangah mendengarnya. Yang di dalam saja belum ke luar, masa sudah minta lagi. Agaknya Lisa menyerah saja deh, ia belum siap jika harus hamil lagi dalam waktu dekat.

Baru saja Lisa akan menanggapi ucapan Sienna, Jungkook sudah lebih dulu mengambil alih. "Duh, Bun, gimana nih? Anaknya mau minta adek lagi katanya. Ayah sih siap, tapi Bundanya siap gak?"

Sienna menatap sang bunda penuh harap. "Bunda bisa 'kan kasih adek lagi buat Senna? Biar rumahnya jadi rame Bun."

Lisa menyengir tak enak. Ia tak tega jika tidak menuruti keinginan Sienna, tapi rasa-rasanya Lisa memang belum mampu jika harus mempunyai anak lagi dalam waktu berdekatan begitu.

Banyak yang Lisa pikirkan. Meski dari segi finansial, Lisa tidak terlalu khawatir, sebab pekerjaan Jungkook menjanjikan. Tapi masih banyak lagi hal yang lainnya. Seperti, membagi waktu mengurus anak-anak, suami, rumah. Belum lagi, Lisa juga khawatir tidak bisa membagi kasih sayang dan perhatian dengan rata juga adil pada anak-anaknya.

Terakhir, mengandung juga merupakan sesuatu yang sangat melelahkan. Jadi ya, sepertinya Lisa memang tidak bisa.

Namun bagaimana caranya menjelaskan pada Sienna? Sebab Lisa tidak ingin membuat putrinya kecewa.

Jungkook yang melihat, juga mengerti akan kekhawatiran sang istri, lantas kembali mengambil alih menjawab. Pria itu kemudian mengangkat tubuh Sienna dan mendudukkannya dipangkuan. "Sayang, adeknya satu dulu gak apa-apa ya?"

Garis Takdir | Lizkook ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang