Jungkook mengetuk pintu kamar Sienna. Waktu kini sudah menunjukkan pukul delapan, namun istri dan anaknya, sedari tadi belum kunjung ke luar juga.
Jungkook menjadi khawatir, takut keduanya sakit, akibat menahan lapar. "Bunda, Senna. Makan dulu yuk, kalian 'kan belum makan apa-apa dari tadi." Ucapnya sembari terus mengetuk pintu. "Gak apa-apa kalau Bunda mau marah sama Ayah. Tapi Bunda sama Senna harus makan. Ayah gak mau kalian sakit. Please Bun buka pintunya."
Selang beberapa saat pintu kamar tersebut akhirnya terbuka membuat senyuman di bibir Jungkook mengembang dengan seketika. Ia lantas berucap lembut. "Makan bersama ya, Bun? Ayah udah beli makanan tadi, udah di siapin juga di meja makan."
Lisa hanya mengangguk satu kali untuk menanggapi, wanita itu kemudian berjalan lebih dulu sambil menggendong Sienna.
Jungkook menghela napas lelah. Jelas sekali bahwa sang istri masih sangat marah padanya. Lisa bahkan tidak ingin mengucapkan sepatah katapun. Tapi, yah. Semua itu memang sudah menjadi bagian dari risiko atas keputusan yang telah diambilnya. Mau tidak mau, suka tidak suka, Jungkook harus tetap menjalaninya. Laki-laki itu kini hanya dapat berdoa, semoga saja lambat laun semuanya bisa kembali seperti semula. Bahkan lebih baik lagi.
Benar saja, begitu sampai di ruang makan. Berbagai hidangan yang didominasi oleh makanan kesukaan Lisa sudah tersaji dan tertata rapi di sana--membuat Lisa percaya bahwa yang memesan makanan tersebut memanglah suaminya, bukan madunya. Lisa sangat yakin, kalau Jungkook melakukan semua ini agar mendapat maaf darinya, seperti yang sudah-sudah, jika Lisa sedang marah.
Biasanya Lisa memang akan cepat luluh jika disodorkan makan-makanan kesukaannya. Namun itu dulu, lagipula kesalahan yang diperbuat Jungkook hanya masalah sepele, berbeda dengan sekarang. Jadi jangan berharap semudah itu Lisa luluh dan memaafkan!
Beberapa saat kemudian. Mereka menyantap makanan dalam diam. Tidak ada yang bersuara sama sekali. Jungkook, Lisa, Aluna, termasuk si kecil Sienna, mereka semua hanya fokus pada makanan masing-masing. Padahal biasanya mereka (tidak termasuk Aluna) selalu makan dengan diselingi mengobrol dan bercanda hal-hal random.
Sampai akhirnya Jungkook berdeham, ia tidak tahan lagi dengan situasi hening dan dingin seperti ini.
"Ehm ... Bunda tolong ambilin minum dong, Ayah kesedak nih." Sembari mengelus-elus tenggorokannya agar meyakinkan, padahal ia cuman pura-pura. Jungkook hanya ingin mengetes apakah istrinya itu masih peduli padanya atau tidak? walau dalam keadaan marah seperti ini.
Tanpa diduga Lisa lantas menuangkan air mineral ke dalam gelas membuat Jungkook tersenyum Melihatnya. 'Masih perduli ternyata.' batin Jungkook.
Jungkook mengulurkan tangan untuk mengambil gelas tersebut. "Maka--sih Bun." Suaranya melemah diakhir, pun senyumnya juga meluruh seketika dengan tangan yang masih melayang diudara.
Ia menatap kecewa sang istri, karena di sana Lisa malah memberikan air itu pada putrinya, bukan padanya.
"Bun, 'kan Ayah yang min--"
"Sayang, makannya udah selesai 'kan? Kita ke kamar lagi yuk?"
"Iya Bunda." Sienna turun dari kursinya. "Ayah Senna ke kamar dulu ya?"
Tanpa menunggu jawaban dari Jungkook, anak dan ibu itu pergi dari sana, meninggalkan Jungkook yang terdiam mematung--menatap kepergian mereka dengan sendu.
Sampai suara Aluna terdengar, menyadarkannya. "Nih Mas minumnya." Gadis itu memberikan segelas air mineral padanya.
"Oh i-iya makasih." Jungkook memaksakan tersenyum. Ia lalu meminum air tersebut sembari terus menatap ke arah istri dan anaknya sampai benar-benar hilang ditelan pintu ruang kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Takdir | Lizkook ✓
Romance[M] Manusia hanya mampu berencana--merancang sedemikian rupa agar hidupnya dapat berjalan dengan sempurna. Tapi kau tahu? Semua itu akan terkesan sia-sia jika Tuhan telah menetapkan garis takdirnya. Karena sejatinya rencana Tuhanlah yang lebih inda...