"Mama akan menginap di sini, kalau perlu untuk beberapa waktu ke depan. Agar Mama bisa memastikan bahwa ucapan laki-laki ini memang benar." Irene menunjuk presensi Jungkook menggunakan dagunya. Irene masih belum puas membahas hal ini.
"Tapi Ma, Mama mau tidur di mana? Di rumah ini hanya ada tiga kamar. Kamar utama, kamar tamu yang sekarang di tempati Luna, dan kamar Sienna yang sangat kecil." Kata Lisa.
Irene terdiam, ia berpikir. Jika ia tidur bersama Lisa, itu artinya bisa saja Jungkook mengambil kesempatan untuk tidur di kamar istri mudanya, Irene tidak bisa membayangkan bagaimana hancurnya hati Lisa mendapati Jungkook yang bermalam di kamar sang madu. Jika Irene memilih di kamar cucunya, benar kata Lisa, kamar Sienna hanya terdiri dari ranjang kecil khusus anak-anak, bukan hanya akan membuat sempit, tapi juga akan membuat cucunya itu tidak nyaman jika ia bersikeras tidur di sana. Namun jika Irene memilih tidur di kamar tamu, sudah pasti ia tidak sudi jika harus satu ranjang dengan istri kedua menantunya. Ah Irene jadi bingung sekarang.
"Lebih baik Mama pulang saja. Lagian kasian Papa, nanti siapa yang ngurus?"
Lagi-lagi apa yang di ucapkan Lisa memang ada benarnya. Wanita paruh baya itu lantas mendengus kasar. "Yaudahlah kalo gitu Mama pulang!" Katanya membuat Lisa dan Jungkook seketika bernapas lega. "Tapi setiap seminggu sekali Mama akan ke sini untuk memastikan kalau kamu dan cucu-cucu Mama baik-baik saja."
Jungkook dan Lisa lantas tersenyum. Tidak mengapa, justru dengan begitu jauh lebih baik dari pada Irene yang menginap di sini. Dalam hati mereka.
"Lagian kamu ini gimana sih Li, kok mau-maunya hamil lagi dalam keadaan rumah tangga kaya gini? Bikin Mama jadi khawatir aja tahu gak?" Kata Irene.
"Ya gimana Ma, namanya juga--"
"Gatel ya? Dasar!" Kesal Irene memotong ucapan Lisa. "Disenggol dikit aja, luluh!"
"Kaya Mama enggak aja. Mama juga pasti gak bakal bisa nolak 'kan kalo Papa minta?" Balas Lisa. Dari ketiga anaknya, memang Lisa yang agak menuruni sifat bar-barnya. Anak keduanya itu tidak segan untuk membalas ucapannya.
Jungkook dan Soraya hanya menggeleng-geleng saja mendengar ucapan Lisa dan Irene. Untung anak-anak sudah diamankan, jadi mereka tidak bisa mendengar ucapan tersebut.
Irene mendelik, anaknya yang satu ini memang paling bisa membalikkan ucapannya membuat dirinya jadi mati kutu. Untuk mengalihan agar tidak malu, Irene lalu beralih pada sang menantu yang malah tersenyum-senyum di sana. Jungkook pasti senang melihat dirinya yang tidak bisa membalas ucapan sang putri, memang kurang ajar menantunya yang satu ini.
"Jangan senyum-senyum gitu kamu Jungkook! Semua ini salah kamu, udah punya istri lagi, istri pertama malah dihamilin juga. Pinter ya kamu, sengaja 'kan kaya gitu biar gak bisa pisah dari Lisa?"
"Jungkook 'kan tadi udah bilang Ma, kalo--"
"Halah udahlah gak usah pembelaan terus. Sekarang kamu buktiin saja omongan kamu tadi!"
Jungkook lantas mengangguk. Dalam hati ia berjanji akan membuktikan ucapannya pada mertuanya, dan akan Jungkook pastikan bahwa sampai kapanpun Lisa akan tetap menjadi istrinya.
***
Air mata Aluna berderai begitu deras, sakit rasanya menerima makian seperti itu, bertambah sakit lagi karena sang suami sama sekali tidak membelanya.
Jika diingat-ingat, selama pernikahan dengan Jungkook terjalin, hanya beberapa kali saja ia betul-betul merasakan kebahagian. Selebihnya sama saja, Aluna tetap merasa sakit, sedih, bahkan tetap merasakan kesepian.
Aluna jadi berpikir, apa keputusan untuk mempertahankan pernikahan ini adalah benar? Apa justru Aluna harus akhiri saja semua ini sekarang?
Aluna menggelang keras. "Tidak!"
Lagi-lagi karena cintanya pada Jungkook yang begitu besar, membuat Aluna enggan untuk terlepas dari pernikahan yang menyiksa ini, dan malah bertahan dengan kesakitan tersebut.
Terus tergugu dalam tangis, Aluna kembali merasakan kepalanya yang berdenyut hebat, disusul dengan sesuatu yang ke luar dari lubang hidungnya.
Aluna mengusap cairan tersebut. Seperti sebelumnya, ia kembali menemukan cairan berwarna merah pekat.
Sudah dua kali, Aluna mendapati hidungnya yang mengeluarkan darah. Pertama saat malam penolakan itu, dan kedua sekarang.
Sebetulnya hal seperti ini sudah biasa terjadi, Aluna sudah tidak kaget lagi. Tapi memang sudah berapa lama ini tidak pernah kambuh, dan baru-baru ini Aluna mengalaminya lagi.
Mungkin faktor penyebab hal tersebut bisa kambuh, karena ia yang terlalu banyak bersedih, dan dirinya yang sering melupakan minum obat.
"Luna, ini saya. Boleh saya masuk?"
Itu suara Jungkook yang disertai dengan ketukan. Aluna cepat-cepat membersihkan hidungnya. Beruntung karena tadi ia sempat mengunci pintu, jadi Jungkook tidak memergokinya dalam keadaan seperti ini.
Aluna tidak ingin Jungkook sampai tahu kondisinya, ia hanya tidak ingin menambah beban Jungkook dan membuat Jungkook semakin ilfeel padanya. Karena ia hanyalah seorang gadis penyakitan yang selalu menyusahkan.
Setelah memastikan hidungnya telah bersih, Aluna bergegas membuka pintu.
"Iya, Mas." Mereka berbicara di depan pintu. Sengaja Aluna tidak mengizinkan Jungkook untuk masuk ke dalam kamar, bahkan ia juga hanya membuka pintunya sedikit. Di dalam kamarnya banyak tisu yang terdapat darah, Aluna tidak ingin Jungkook sampai melihatnya.
Jungkook manatap kasihan. Jelas ia melihat bahwa mata istri keduanya itu bengkak, pasti istri ini telah menangis karena ucapan kasar dari mertuanya. "Kamu .. baik-baik saja?" Retorik sekali memang pertanyaannya, tapi Jungkook memang bingung harus bagaimana? Ia sudah terlanjur berjanji pada Irene untuk lebih fokus pada Lisa dan anak-anaknya.
Sekarang saja Jungkook mencuri waktu, mertua dan ipar-iparnya memang sudah pulang beberapa waktu lalu. Tapi ia baru bisa menemui Aluna, dan menanyakan keadaannya ketika kebutuhan Lisa tercukupi dan wanita itu sudah terlelap, istirahat.
Aluna mengangguk satu kali, ia memaksakan satu garis senyum pada bibirnya yang pucat. "Iya."
"Maaf, jika ucapan mertua saya menyakitimu. Beliau hanya tidak ingin anaknya tersakiti, sebenarnya ia orang yang sangat baik."
"Iya Mas aku mengerti. Aku tahu bahwa yang salah di sini adalah aku. Aku yang telah membawa diriku dalam keadaan ini. Justru seharusnya aku yang harus meminta maaf pada Mas dan Kak Lisa. Gara-gara aku kalian jadi seperti ini. Maafkan aku." Aluna menunduk setelah menyelesaikan kalimat.
"Semuanya sudah terlanjur terjadi Luna, mungkin memang ini adalah garis takdir kita. Sekarang ayo kita mulai semuanya sama-sama dengan perlahan. Tapi sekali lagi saya mohon, untuk saat ini saya meminta pengertian kamu. Lisa sedang hamil, dan saya sudah berjanji pada mertua saya untuk lebih memerhatikan Lisa. Jadi maaf jika saya terkesan mengabaikan kamu. Saya harus mendapatkan kepercayaan mertua saya lagi."
"Ya Mas aku mengerti dan aku tidak akan menuntut apapun lagi padamu. Dengan Mas yang masih menerimaku saja, aku sudah cukup senang."
"Syukurlah." Jungkook bernapas lega. Setidaknya ia sudah memberitahu dan jujur pada Aluna, jadi ia tidak begitu merasa telah benar-benar mengabaikan gadis itu.
"Sudah tidak ada yang mau dibicarakan lagi 'kan? Kalau begitu, aku pamit untuk beristirahat." Kata Aluna, gadis itu kemudian mundur, untuk menutup pintunya. Namun gerakannya tertahan karena Jungkook yang menahannya.
"Tunggu Luna," ucap Jungkook, dahinya terlihat mengkerut, sebelum melanjutkan. "Kenapa hidungmu merah?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Takdir | Lizkook ✓
Romance[M] Manusia hanya mampu berencana--merancang sedemikian rupa agar hidupnya dapat berjalan dengan sempurna. Tapi kau tahu? Semua itu akan terkesan sia-sia jika Tuhan telah menetapkan garis takdirnya. Karena sejatinya rencana Tuhanlah yang lebih inda...