🌼 6

749 68 0
                                    

Bugh!!

Tama memukul tepat di wajah tampan lelaki dihadapannya. Dengan sekejap, emosi dalam dirinya naik kepermukaan manakala mendapat berita bahwa anak kesayangannya terlibat kecelakaan dan lelaki inilah yang menjadi menyebabkannya. Orang tua mana yang tidak panik dan khawatir kalau mengetahui putrinya dalam keadaan kritis begini? Apalagi disebabkan karena sebuah kelalaian. 

Sepertinya semua orang tua pasti akan melakukan hal yang sama seperti yang Tama lakukan sekarang 'kan? Jadi tidak ada yang salah dengan apa yang baru saja Tama perbuat pada laki-laki penyebab putri kesayangannya kritis. 

Kemudian laki-laki berusia hampir separuh abad itu kembali mengangkat tangannya untuk segera melayangkan bogem mentah pada laki-laki itu, namun seketika pergerakannya berhenti tatkala sang istri yang memeluknya dari belakang.

"Sudah Pi, sabar." Ucap Tania. Dengan berderai air mata wanita tersebut berusaha menenangkan sang suami, meski ia pun sama terpukul dengan kejadian yang baru saja menimpa putrinya.

Tarikan napas Tama masih terdengar jelas memburu, juga rahangnya masih tampak mengeras, namun laki-laki itu berusaha untuk meredam segala gejolak amarah di dadanya, sebab ia sadar, bagaimanapun juga ia tidak boleh main hakim sendiri. Tama lantas menunjuk dan menatap tajam si pelaku. Memberikan peringatan keras. "Jika terjadi sesuatu yang buruk pada putriku, kau harus bertanggung jawab!"

Jungkook hanya sagnan di tempatnya sembari memegangi pipinya yang panas akibat pukulan keras Tama. Ia tidak bisa membalas ataupun memberikan pembelaan sebab hanya akan terasa percuma, lagipula ia menyadari sepenuhnya kalau semua ini terjadi karena kesalahannya. Maka Jungkook menerima apapun yang Tama lakukan padanya.

Sampai selang beberapa waktu, seorang dokter terlihat ke luar dari dalam ruang tindakan. Tama, Tania dan Jungkook lantas berdiri dan menghampiri dokter tersebut.

"Bagaimana kondisi putri saya dok. Dia baik-baik saja 'kan?" Tanya Tama.

Dokter dengan nametag Daniel itu, menghembus napas kasar sebelum berujar. "Mohon maaf Tuan. Dengan berat hati saya harus menyampaikan bahwa putri anda kini mengalami koma akibat benturan yang cukup keras di kepalanya."

"A-apa anak saya koma?" Tania mengulang, memastikan. Air matanya kembali mengucur lebih deras ketika sang dokter memberikan anggukkan sebagai pembenaran.

Reaksi yang hampir serupa juga ditunjukkan oleh Tama. Laki-laki yang tidak pernah menjatuhkan air mata itu, kini terlihat telah meneteskan dua bulir cairan bening dari kedua sudut matanya. Hatinya sakit dan hancur mengetahui keadaan anak tersayangannya dalam kondisi antara hidup dan mati.

Sementara Jungkook, tak kalah terkejut. Ia tidak pernah menyangka bahwa akan ada dalam posisi seperti sekarang ini. Kekhawatiran tentu semakin jelas ia rasakan, berbagai kemungkinan buruk pun kini menyerang pikirannya dengan membabi buta. Sebab ia sadar bahwa orang yang akan dihadapinya sekarang bukanlah orang sembarangan.

***

"Bunda, Ayah kok belum dateng-dateng?"

Sienna menghampiri sang bunda yang berada di luar area cafetaria--tengah menunggu kedatangan Jungkook.

Wanita itu kemudian berjongkok, mensejajarkan tingginya dengan sang anak. Ia memasang sekelumit senyum kendati hatinya tengah digulung resah karena sang suami tak kunjung terlihat batang hidungnya. "Sebentar ya, Bunda coba telepon lagi Ayah." ujarnya seraya mengelus surai Sienna.

Gadis kecil itu memberikan anggukkan, lalu Lisa mencoba menghubungi Jungkook kembali. Tapi sayang panggilannya kali ini tak kunjung mendapatkan jawaban. "Kok gak di angkat-angkat sih yah?!" Gumamnya lirih.

Perasaan tidak enak dan khawatir kini menyerangnya secara tiba-tiba, sebab sudah setengah jam lebih telah berlalu semenjak terakhir Lisa menghubungi Jungkook, tapi kenapa suaminya itu tak kunjung datang juga? 

Sienna menarik-narik ujung baju yang dikenakan Lisa. "Bunda gimana? Ayah sudah sampai mana?" Tanya gadis kecil itu.

"Sebentar ya sayang, telepon Bunda gak di angkat." Lagi Lisa mencoba untuk menghubungi sang suami, tapi tetap masih tidak ada jawaban.

Raina--adik kandung dari Lisa melangkah menghampiri sepasang ibu dan anak itu. "Kak, apa tidak sebaiknya kita mulai saja acaranya? Sudah banyak anak-anak yang menangis." usulnya.

Lisa melongok--melihat ke dalam cafetaria yang di mana akan dilangsungkannya acara ulang tahun Sienna yang ke lima. Memang benar keadaan di dalam sana sudah mulai tidak kondusif. Acara yang dihadiri sebagian besar anak-anak itu sudah mulai tidak terkendali sebab banyak anak-anak yang rewel juga menangis.

"Iya dek, lebih baik dimulai sekarang saja. Kasihan sudah dari tadi anak-anak itu menunggu." Timpal Soraya yang baru saja menyusul. Ia merupakan kakak tertua dari tiga bersaudara itu.

Lisa menghembus napas kasar, dengan berat hati ia menganggukkan kepalanya pelan. Menyetujui. Bagaimanapun juga ia tidak bisa terus mengulur waktu sebab acara ini dihadiri banyak anak kecil, yang tentunya sangat tidak bisa untuk disuruh menunggu lama.

Lisa lalu kembali menjongkokkan tubuhnya di depan Sienna. "Sayang, acaranya kita mulai sekarang aja ya?" pintanya lembut.

"Tapi Ayah 'kan belum dateng Bun."

"Ayah sebentar lagi pasti dateng. Jadi kita mulai sekarang saja ya?"

"Tapi Bundaa ... Sienna mau ada Ayah."

Lisa menghela napas lelah. Sudah ia duga bahwa anaknya itu tidak akan begitu saja menyetujui acaranya dimulai tanpa kehadiran ayahnya. Namun Lisa juga tidak bisa terus mengulur waktu yang entah sampai kapan. Lagipula Lisa tidak ingin mengambil risiko dan berakhir menggagalkan acara tersebut. Maka memasang kembali senyum sahajanya, ia mencoba meyakinkan Sienna. "Sayang coba lihat deh ke sana," Tunjuk Lisa pada kumpulan anak-anak. "Teman-teman Senna sudah pada gak sabar pengen acaranya cepet dimulai. Senna emang gak kasian sama teman-teman?"

Sienna melihat ke arah teman-temannya yang sudah berkumpul. Sejujurnya ia tidak ingin memulai acara ulang tahunnya sebelum sang ayah datang, tapi ia juga terlampau tidak tega melihat temannya yang sudah merasa bosan, bahkan sudah ada yang menangis juga. Maka, menghirup napas dalam lalu menghembuskannya, dengan hati yang sangat berat dan mata yang berkaca, Sienna menganggukkan kepalanya.

Lisa mengusak puncak kepala Sienna, wanita itu kembali berdiri lalu menatap sendu sang anak yang berjalan lebih dulu ke tengah acara dengan kepala yang ditekuk ke bawah. Terlihat sangat kecewa sekali.

Kamu di mana sih yah? Lihat anak kita sedih karena kamu gak dateng-dateng. Batin Lisa lirih.

 Batin Lisa lirih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Garis Takdir | Lizkook ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang