Pukul enam pagi, Lisa pergi ke rumah sakit sendiri menggunakan taksi. Tapi sebelumnya ia menitipkan dulu Sienna pada Mbok Nur. Anak pertamanya itu kebetulan belum bangun, jadi Lisa bisa pergi tanpa ada drama Sienna memaksa ingin ikut.
Beruntung semalam Lisa masih bisa tidur, walau hanya beberapa jam saja. Jadi ia tidak begitu mengantuk pagi ini.
Sampai di rumah sakit, Lisa membawa tungkai kakinya menuju ruang ICU, ia sangat yakin bahwa suaminya pasti berada di sana.
Dan benar saja, Lisa melihat Jungkook yang duduk di kursi tunggu itu sendiri. Pakaiannya masih persis seperti saat membawa Aluna ke rumah sakit, bedanya hanya ada tambahan jas putih--yang itu pun dibiarkan tersampir di kursi sebelahnya.
Lisa menduga pasti suaminya sama sekali belum tidur dari semalam.
"Ayah," Panggilnya.
"Bunda, kok udah di sini aja? Kenapa gak ngabarin Ayah dulu? Bunda ke sini sama siapa?" Jungkook langsung memberondong sang istri dengan banyak pertanyaan. Ia tidak menyangka bahwa Lisa akan datang sepagi ini.
"Bunda ke sini naik taksi. Bunda gak bisa tenang pengen tahu keadaan Luna. Gimana keadaan dia, Yah?"
Jungkook menghela napas kasar. "Belum ada perubahan apa-apa, masih sama seperti semalam."
"Ya Tuhan ... Bunda pengen liat ke dalam boleh gak, Yah?"
"Di dalam masih ada ibunya." Terang Jungkook.
Lisa mengangguk mengerti.
"Senna di rumah sama siapa? Terus Bunda udah makan belum sebelum ke sini? Jangan sampai lupa sarapan, Bun. Inget kamu lagi hamil, kasian sama adek." Kata Jungkook.
"Senna aku titipin ke Mbok Nur, tadi dia belum bangun makanya aku cepet-cepet ke sini." Jelas Lisa lalu ia mengangkat paperbag yang tadi sempat ia taruh di sebelah kursinya. "Bunda belum sarapan karena buru-buru. Tapi Bunda bawa aja makanan, kita makan sama-sama ya, Ayah juga pasti belum sarapan 'kan?"
Sebenarnya Jungkook tidak berselera untuk makan, tapi jika ia menolak tawaran Lisa, pasti istrinya itu akan mengancam dengan tidak makan juga. Maka dari itu Jungkook mengangguk. "Yaudah kita sarapan bersama."
Lisa sigap membuka paper bag dan mengeluarkan isinya. Tidak banyak yang Lisa bawa karena memang sesungguhnya ia juga tidak berselera untuk makan. Lisa hanya memaksakan untuk makan karena mengingat bayi dalam kandungannya.
Satu porsi nasi goreng yang di siapkan Mbok Nur untuk sarapannya dengan sang suami kali ini.
Lisa mengambil suapan pertama untuk diberikan pada Jungkook. Namun suaminya itu malah menolak. "Bunda duluan yang makan. Inget 'kan untuk dua orang."
Lisa tidak membantah, ia lantas menyuapkan sesendok nasi goreng itu ke dalam mulutnya terlebih dulu, baru setelahnya pada Jungkook dan begitu seterusnya. Hingga makanan itu tinggal sisa sedikit, seseorang tiba-tiba menghampiri mereka sembari berucap dengan sarkas.
"Enak ya kalian main suap-menyuap di sini. Sementara anak saya sedang sekarat di dalam."
"Papi," cicit Jungkook, matanya membelalak melihat bahwa yang datang adalah ayah mertuanya yaitu Ayahnya Aluna.
"K-kami--"
"Sudahlah. Saya tidak punya waktu untuk mendengarkan pembelaan kamu!" Sergah Tama. Tanpa meminta izin ia lantas masuk ke dalam ruang ICU.
"Ayah," Lisa mencicit tak enak.
"Jangan dipikirin Bun, jangan dimasukin ke hati juga." Kata Jungkook.
"Tapi Yah, Bunda takut--"
"Sudah, Bunda. Tenang saja, tidak akan terjadi apa-apa. Sekarang Bunda abisin sarapannya. Ayah udah kenyang."
"Tapi Bunda juga udah kenyang."
"Iya Bunda kenyang, tapi 'kan adek belum. Bunda makan lagi ya, biar gantian Ayah yang suapin."
Tanpa menunggu persetujuan dari Lisa, Jungkook mengambil alih wadah di tangan sang istri dan menyuapkan makanan tersebut. Mau tak mau Lisa pun menerimanya, meski dengan hati yang bergerak tak nyaman. Ia khawatir, Ayah dari Aluna melakukan sesuatu hal karena tidak suka melihat kemesraannya dengan Jungkook saat Aluna sedang berjuang di dalam sana.
Meninggalkan sepasang suami istri yang tengah digulung rasa resah; di dalam ruang ICU itu Tama menghampiri istri dan anaknya.
Tama itu pria yang tangguh dan juga arrogan, jarang sekali pria itu meneteskan air matanya. Namun melihat istrinya menangis, apalagi saat netranya bergulir pada presensi anak kesayangan yang berbaring tak berdaya, Tama tidak kuasa untuk tidak meneteskan air mata. Meski tidak terdengar isakannya, namun pria itu benar-benar menangis sekarang.
"Luna ini Papi, nak. Luna gak mau bangun? Ini Papi udah ada di sini."
Tania yang dari semalam setia menunggui sang putri berdiri dan memberikan tempat pada suaminya.
"Kita semua udah ada di sini sayang, kamu gak mau bangun juga?" Kata Tama lagi.
Namun sama sekali tidak ada respon yang diberikan oleh Aluna, gadis itu masih seperti sedia kala.
Tama menengok ke arah sang istri, ia bertanya. "Kenapa Luna bisa tiba-tiba seperti ini? Memangnya dia tidak mengontrol kesehatan Luna?"
Dia yang dimaksud Tama sudah pasti Jungkook, dan Tania sudah tahu maksudnya. Wanita itu lantas menggeleng. "Mami juga tidak tahu, Pi. Mami belum bertanya apa-apa padanya. Pikiran Mami kalut karena terus memikirkan kondisi Luna."
Mengingat bagaimana kemesraan Jungkook dan istri pertamanya tadi, membuat Tama berasumsi sendiri. Ia menebak, pasti Jungkook tidak memperlakukan Aluna dengan baik. Buktinya mengapa bisa kecolongan sampai kondisi Aluna mendadak parah begini? Pasti menantunya itu terlalu sibuk dengan istri pertamanya, apalagi yang Tama lihat tadi istri pertama menantunya itu tengah hamil lagi.
Seketika rahang Tama mengeras. "Dia pasti sibuk dengan istrinya yang hamil sampai mengabaikan putriku! Dia harus diberi perhitungan!"
Tama sudah akan melangkah untuk menemuni Jungkook, namun seketika ditahan oleh Tania. "Papi mau ke mana, Pi?"
"Papi harus memberi perhitungan pada laki-laki itu! Gara-gara dia putri kita jadi seperti ini."
"Tahan Pi, jangan emosi. Ini rumah sakit." Tania juga kecewa, ia juga mempunyai pikiran yang sama seperti yang Tama pikiran, namun ia tidak bisa membiarkan suaminya dikuasa oleh amarah. Meski rumah sakit ini merupakan milik mereka, tapi Tama harus tetap menjaga imagenya.
"Gak bisa, Mi! Papi gak bisa diem saja! Lihat kondisi Luna."
"Ya Mami tahu, tapi--"
"Papi!" Tania semerta-merta menghentikan berdebatan ketika netranya menangkap jemari Aluna yang bergerak. "Tangan Luna bergerak Pi."
Tama sontak melihat ke arah sang putri. Ternyata bukan hanya jarinya saja yang kini bergerak, namun mata yang semula tertutup dengan rapat, perlahan-lahan membuka dan mulutnya mulai melirihkan beberapa nama meski dengan terbata.
"P-papi ... M-mami ... M-mas ... K-kak Lisa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Takdir | Lizkook ✓
Romance[M] Manusia hanya mampu berencana--merancang sedemikian rupa agar hidupnya dapat berjalan dengan sempurna. Tapi kau tahu? Semua itu akan terkesan sia-sia jika Tuhan telah menetapkan garis takdirnya. Karena sejatinya rencana Tuhanlah yang lebih inda...