🌼 49

643 87 29
                                    

Jungkook sendiri yang menangani Aluna. Bukan hanya karena Aluna istrinya, tapi karena sampai detik ini Aluna masih menjadi pasiennya.

Kondisi Aluna jauh dari kata baik-baik saja. Dari terakhir Jungkook memantau kondisi gadis itu--sebelum pernikahan mereka, kondisinya sekarang merupakan yang paling parah. Jungkook menemukan adanya sel-sel tumor ganas yang sudah menjadi kanker.

Entah sejak kapan sel-sel tumor ganas itu tumbuh, namun yang pasti pertumbuhannya sangatlah cepat dan tak terkendali.

Jungkook ke luar dari ruang tindakan, tubuhnya mendadak lemas, tak henti dibabat rasa cemas, shock, juga rasa bersalah. Ia merasa kecolongan karena kondisi Aluna. Jungkook merasa statusnya sebagai dokter pribadi Aluna (dulu) jauh lebih baik daripada statusnya sebagai suami. Dulu saat hanya menjadi dokter pribadi Aluna, Jungkook telaten memantau kondisi Aluna, namun setelah menjadi suami--yang seharusnya lebih mudah karena mempunyai waktu lebih banyak--justru Jungkook malah abai dan berakhir seperti ini.

Rasa bersalah Jungkook menjadi double, ia merasa sudah gagal menjadi seorang dokter juga sebagai seorang suami bagi Aluna.

"Bagaimana keadaan Luna? Kenapa bisa jadi seperti ini?" Itu merupakan pertanyaan dari Tania--yang baru saja datang. Tania tidak mengambil waktu banyak ketika dikabari bahwa putri kesayangan masuk rumah sakit.

"Luna ... Koma." Jawab Jungkook lemah.

Tubuh Tania melemas, dadanya mendadak sesak, dan ia limbung, namun untung saja Jungkook sigap menahan, alhasil wanita itu tidak sampai terjatuh.

"D-duduk Mi. Duduk dulu." Ucap Jungkook. Ia cepat menggiring Tania untuk duduk di kursi depan ruang ICU.

"K-kenapa? Kenapa kondisi Aluna bisa tiba-tiba seperti ini?" Tania bertanya dengan napas yang tersengal-sengal. Ia tidak menyangka bahwa putrinya akan separah ini. Dari terakhir Tania tahu, kondisi Aluna selalu berangsur-angsur membaik, apalagi semenjak putrinya itu menikah dengan Jungkook.

"Maafkan Jungkook, Mi. Jungkook tidak becus menjadi suami Luna." Sesal Jungkook.

Suara dering dari ponsel Tania, mengurungkan niatnya yang ingin menyecar sang menantu. Ia lebih dulu mengambil ponsel dalam tasnya, dan itu merupakan telepon dari sang suami.

Ia menerima panggilan itu dengan terus menangis. "H-halo Pi. L-luna Pi. Luna kita koma."

Entah reaksi apa yang Tama berikan di sebrang sana, namun yang pasti panggilan tersebut tidak berangsur lama, setelah Tania mengatakan kondisi sang putri. Mungkin saja Tama sama shock-nya seperti sang istri.

Tama memang tidak bisa langsung datang ke rumah sakit, sebab ia masih mempunyai jadwal di luar negeri. Namun agaknya, setelah mendapat kabar kondisi Aluna yang koma, Tama akan cepat-cepat pulang ke negara ini untuk menemuni putri kesayangannya.

"M-mami. Mami ingin melihat Luna."

Jungkook mengangguk pelan, ia mengizinkan sekaligus mengantarkan Tania untuk masuk ke dalam ruang ICU.

Semerta-merta wanita paruh baya itu menjatuhkan air matanya lebih deras lagi ketika melihat kondisi sang putri yang tidak berdaya di sana.

Tania mendekap mulutnya, agar tangisnya tidak terlalu kencang. Sebenarnya Jungkook ingin menenangkan sang mertua namun ia terlampau segan untuk melakukan hal tersebut. Jadi yang bisa Jungkook lakukan hanya berdiri di belakang Tania--berjaga-jaga, takut Tania limbung lagi.

"Kenapa kamu bisa jadi seperti ini, nak? Setiap Mami tanya, kenapa kamu selalu bilang kondisi kamu baik-baik saja? Kamu bohongi Mami ya?"

Tangan Tania bergetar hebat ketika ia mencoba untuk menyentuh permukaan kulit wajah Aluna. Tania tidak kuat melihat kondisi putrinya yang seperti ini.

"Bangun, Nak! Kamu tidak boleh seperti ini. Anak Mami kuat." Tania terus mengajak Aluna berbicara, namun tentu saja tidak mendapat respon apa-apa dari sang lawan bicara. Putrinya itu masih tetap setia memejamkan matanya.

Hati Jungkook mencelos melihatnya, bagaimanapun ia juga orang tua, Jungkook sangat mengerti perasaan Tania sekarang.

Kini semakin berat Jungkook dililit rasa bersalah. Andai ia bisa lebih adil, andai ia tidak terlalu mengabaikan Aluna, dan andai ia bisa melakukan sesuatu hal untuk menyelamatkan Aluna. Andai, andai, andai.

Iya Jungkook hanya mampu untuk berandai-andai karena nyatanya Jungkook tahu persis kesembuhan Aluna saat ini sangatlah tipis. Hanya mengharapkan kuasa Tuhan saja  untuk kesembuhan Aluna.

Jungkook tidak kuasa semakin lama melihat kepiluan Tania, maka ketika pria itu merasakan ponsel dalam sakunya bergetar, ia memilih ke luar dan membiarkan Tania di sana.

Sampai di luar ruangan Jungkook lantas menerima panggilan tersebut yang ternyata dari Lisa. Jungkook sampai lupa mengabari, mungkin istri pertamanya itu sedari tadi tengah menunggu kabar darinya.

Dan terbukti ketika panggil itu diterima, suara yang syarat akan kekhawatiran lantas terdengar. "Gimana keadaan Luna, Yah?"

Jungkook membuang napas kasar. "Luna ... Dia koma, Bun."

"A-apa koma?"

"Ayah menemukan sel tumor ganas yang berjumlah banyak dan sudah menjadi kanker. Hal itu yang memicu kondisi Luna drop dan akhirnya koma." Jelas Jungkook pada sang istri.

"Ya Tuhan ..."

"Bun, A-ayah merasa bersalah sama Luna. Ayah telah gagal menjadi suaminya."

Mendengar Jungkook yang begitu sangat menyesal dan bersalah atas kondisi Aluna, sama sekali tidak membuat Lisa cemburu. Justru Lisa juga merasa bersalah. Jika saja ia tidak bersikap egois dan menginginkan Jungkook untuknya sendiri, jika saja ia bisa lebih menerima keadaan dan menerima Aluna sebagai istri kedua Jungkook, mungkin kejadiannya tidak akan seperti ini, mungkin suaminya tidak akan merasa bersalah sedalam ini.

"Maafin Bunda, Yah. Semua ini gara-gara Bunda." Lisa menangis, namun lebih merasa bersalah.

"Sstt ... Bukan salah Bunda. Yang salah itu Ayah, Bun."

"Tapi kalo Bunda gak egois minta Ayah terus sama Bunda. Pasti Luna gak akan kaya gini. Pasti Ayah tidak akan mengabaikan Luna, pasti Ayah bisa lebih mantau kondisi Luna. Jadi semua ini salah Bunda."

Jungkook menggelang, meski Lisa tidak mampu untuk melihatnya. Namun Jungkook benar-benar tidak terima jika Lisa menyalahkan dirinya sendiri karena keadaan yang terjadi. "Gak Bunda, enggak. Dari awal yang salah itu Ayah. Ayah yang gak bisa tegas. Jangan pernah salahin diri Bunda atas apa yang telah terjadi, karena nyatanya Bunda emang gak salah apa-apa. Justru Bunda adalah korban dari ketidaktegasan Ayah selama ini. Maafin Ayah, Bunda."

Lisa tahu pasti sekarang ini suaminya sedang terpuruk. Lisa juga merasa ia harus bertemu dengan Aluna dan meminta maaf. Maka dari itu Lisaa kemudian membalas. "Bunda mau ke rumah sakit ya? Bunda mau lihat kondisi Luna."

"Jangan Bun. Ini udah malam."

"Tapi, Yah."

"Ini udah malem banget. Bunda juga lagi hamil besar, dan Senna gak mungkin ditinggal. Kalo Bunda mau ke sini mending besok pagi saja. Sekarang Bunda istirahat, pikirin juga kondisi Bunda sama adek."

Karena banyaknya pertimbangan dan membenarkan ucapan Jungkook, akhirnya Lisa mengalah dan memilih untuk ke sana besok pagi. Namun sebelum panggilan itu terputus, Lisa mendapat kalimat permintaan maaf lagi dari sang suami.

"Maafin Ayah ya, selalu membuat beban pikiran Bunda."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Garis Takdir | Lizkook ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang