54. Brojol & Aury

83.9K 7.3K 1.5K
                                    

Beberapa bulan kemudian,

Arzan menatap nisan yang bertuliskan Aefa Rayyenza itu dengan tatapan yang sangat sulit diartikan. Ia sama sekali tidak berniat mengusap batu yang tertancap sempurna dibagian kepala kuburan itu. Ia tidak menangis dan tidak pula berbahagia ria.

Pagi itu, dibawah gerimis kecil, ia mendatangi makam istrinya untuk yang pertama kalinya. Arzan tertawa hambar, sembari menaburi berbagai macam bunga diatas tempat peristirahatan terakhir perempuan penyesalannya itu.

Sudah terhitung empat setengah bulan setelah kepergian Aefa, Arzan merasa hari-harinya menjadi hampa. Ia punya mama dan punya Ayla, yang bernotabe sebagai istri barunya, tapi kenyataannya dua wanita itu sibuk dengan dunia mereka masing-masing.

Laki-laki berpakaian kusut dengan penampilan sedikit urakan itu tersenyum sendu, perlahan ia menunduk, mengusap nisan putih itu dengan sebelah tangan kirinya. Iya, tangan kanannya digunakan untuk menggendong bayi kecil yang terlihat belum bisa apa-apa.

Memang tidak ada yang bisa mengurusi hidupnya kecuali seorang Aefa, sosok yang sabar dan pengertian, yang hatinya sudah sering ia hancurkan.

Dibawah rintik-rintik hujan tanpa payung, Arzan menundukkan kepalanya dalam-dalam. Ia melirik ke kuburan istrinya, kemudian beralih pada bayi yang digendongannya sebelah tangan.

"A-Aefa, ma-maafin aku, hiks. Aku nyesel Fa, aku nyesel udah nyia-nyain orang sebaik kamu. A-aku nyesel sudah jadi laki-laki brengsek. Bangun Fa, plisss bangun. Aku sayang kamu." Arzan mengusap air matanya yang jatuh tanpa permisi.

Seumur-umur, baru kali ini ia menangis karena perempuan. Dan sayangnya, sekalinya jatuh mesti harus sama mayat yang sudah mati.

Arzan memegang nisan itu dengan kuat, ia menatap kuburan yang sudah mulai basah dialiri air hujan yang turun terus menerus.

"Dingin ya, Ae? Sama, disini aku dengan anak kita juga kedinginan. Kamu sukakan hujan-hujanan begini sama aku dan Cleta? Romantis banget orang tuanya Cleta, hehee."

"A-aku mau curhat, Ae. Kamu pasti mau denger kan? Aku maksa pokoknya. A-Ayla selingkuhin aku sama om-om Ae, mama nikah lagi dan ninggalin aku disini sendiri."

"Andai kamu masih ada, aku nggak bakal kesepian. Aku tau, kalau kamu masih ada kamu bakal selalu recokin aku kan? A-aku rindu kamu, Ae."

Arzan menjeda ucapannya, ia tersenyum kecil sambil menciumi wajah mungil bayi perempuan yang berada digendongannya.

"Dia Cleta, Cleta Agleafa-Fernandes. Cleta cantikkan, Ae? Mirip kamu banget, aku kalau kangen kamu suka liatin muka anak kita. Kamu nggak kasian, liat aku ngebesarin Cleta sendirian? Hiks, ayo lah Ae bangun lagi. Kalau nggak demi aku, setidaknya demi anak kita..."

Diam sama sekali tidak ada tanggapan dari lawan bicaranya,

"Seandainya kalau kamu ada, kamu pasti marah kan? Karena aku bawa Cleta ke makam hujan-hujanan. Eh, tapi kalau kamu hidup, nggak mungkin juga sih aku bakal mau ke pemakaman"

"Aku minta maaf Ae, baru datang hari ini. Empat setengah bulan yang lalu aku sibuk sama Ayla. Hahaa, kalau kamu denger pasti kamu cemburu kan? Nggak kok Ae, Ayla udah berkali-kali mengkhianati aku, disini sakit banget Ae." Tunjuk Arzan pada dadanya sendiri.

"Kalau aku tau sesakit ini dikhianatin, sesakit ini diselingkuhin, aku nggak bakal pernah nyakitin kamu meskipun hanya dengan jarum kecil, Ae. Tapi semuanya udah terlambat kan?"

"Kamu pasti ngira aku pembunuh? Iya, aku emang pembunuh,  pembunuh batin kamu secara perlahan hingga kamu capek dan pergi meninggalkan aku. Kamu curang banget Aefa, sampai segitunya balas dendam."

MAS DOSEN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang