13

194 16 0
                                    

Malam sudah semakin larut, rintihan hujan mulai menetes perlahan-lahan untuk membasuhi bumi dengan iringan angin malam yang mampu menembus kulit. Bahkan, tetesannya kini mulai membasahi seluruh pakaian Ushijima yang sejak tadi tak bergerak dari tempatnya.

Sudah hampir setengah jam lamanya ia berdiri di seberang jalan yang menghadap langsung dengan rumah susun milik Ayahnya. Sepertinya ia terlalu ragu untuk menghampiri sang Ayah, makanya ia memutuskan untuk berdiam diri sana dan mengutuk dirinya yang terlalu takut untuk menemui sang Ayah.

Dan ketakutan itu semakin diperparah, tatkala saat ia melihat Seorang wanita muda yang tengah menggendong balita berusia beberapa bulan tengah disambut bahagia kedatangannya oleh sang Ayah. Jelas saja, Ushijima langsung mengurungkan niatnya untuk menemui sang Ayah karena tak ingin mengusik kebahagiaan sang Ayah dengan keluarga barunya.

Ushijima berjalan dengan langkah yang terburu-buru meninggalkan daerah tersebut, ia menerobos paksa tetesan hujan yang berjatuhan. Kini, air matanya mulai membaur dengan tetesan air hujan yang semakin lama semakin deras sampai tak ada satupun orang yang akan menyadari kesedihan yang dirasakan Ushijima saat ini. Tampak jelas dari sikapnya, kalau saat ini ia sama sekali tak mempedulikan dirinya yang telah basah kuyup, padahal kalau dipikir-pikir bisa saja ia terkena demam bila membiarkan tubuhnya tersiram air hujan tanpa sekalipun ada niat untuk berteduh.

Sementara itu, Tepatnya di lokasi yang berbeda. Akashi sontak terbangun tatkala saat mendengarkan  suara dering handphonenya yang sudah berkaki menelpon Akashi, jelas saja hal ini semakin mengganggu Akashi yang merasa muak melihat kekhawatiran teman-temannya itu.

Namun, saat ia ingin mematikan panggilan tersebut. Matanya langsung tertegun sesaat ketika ia melihat ada tiga puluh panggilan tak terjawab dari Nijimura dan Sepuluh panggilan tak terjawab dari Mayuzumi. Dan beberapa panggilan tak terjawab dari anggota Kiseki no sedai dan Rakuzan.

Baginya, Notifikasi panggilan dari teman-temannya saja sudah sangat menyesakkan. Apalagi ia baru saja memperoleh panggilan dari kedua Seniornya itu, pasti hatinya terasa semakin remuk dan sulit untuk berkata-kata sama sekali.

Makanya Akashi terpaksa mengangkat panggilan telepon dari Nijimura, tatkala saat Nijimura kembali menghubunginya karena walau bagaimanapun ia tak mau dianggap menjadi Junior durhaka dan tak sopan oleh sang Senior. Dilain sisi, suasana hatinya saat ini juga tidak terlalu buruk karena saking lelahnya untuk menangis dan mengutuk diri selama seminggu ini.

"Akhirnya kau mengangkat teleponku juga, Akashi." Jelas saja terdengar hembusan nafas penuh kelegaan dari seberang telepon tersebut, seolah-olah Nijimura teramat mengkhawatirkan keadaan mantan wakil kapten kepercayaannya itu.

"Ada apa, senpai?" tanya Akashi yang tengah menyandar di pinggir ranjang dengan tatapan kosong.

"Ada dua hal yang ingin kusampaikan padamu, Akashi. Pertama, kau tak seharusnya membuat semua teman-temanmu menjadi khawatir seperti ini. Mereka sampai meminta bantuanku hanya untuk mengetahui keadaanmu sekarang, apa kau sadar kalau sikapmu saat ini telah membuat tim mu yang ada di Rakuzan ataupun Vorpal Sword menjadi kehilangan Kaptennya?" tanya Nijimura yang malah seperti tengah menceramahi Akashi.

"Memangnya mereka masih mau mempunyai kapten selemahku? Aku sudah tak punya kekuatan apapun lagi untuk bisa diakui sebagai kapten, Nijimura Senpai." Akashi menjawab dengan datar, ia bahkan malah lebih terdengar seperti orang yang sangat putus asa sampai membuat Nijimura spontan berteriak padanya.

"Akashi! Kau tak seharusnya berbicara seperti itu. Justru pemikiran bodohmu itulah yang membuatmu lemah, apa kau tak pernah belajar dari pengalaman? Kau itu adalah nafas di dalam Tim mu. Kalau kau saja berhenti bernafas seperti sekarang, lalu bagaimana pula teman-teman mu yang ada di Rakuzan ataupun Vorpal Sword bisa hidup?"

STEPBROTHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang