63

61 7 0
                                    

"Aku mulai mengerti sekarang," ucap Ushijima yang berusaha bangkit kembali sambil memeluk bola itu.

Dengan sekuat tenaga, ia paksakan kakinya untuk berjalan menuju ring Basket milik Eijun dengan terseret-seret.

Jelas saja Eijun tak terima, ia juga bangkit sesegera mungkin dan berjalan tenang dibelakang Ushijima.

"Dasar keras kepala," gumam Eijun yang langsung membuat Ushijima terpental kembali kesisi kiri luar lapangan, kali ini ia terlempar tidak terlalu jauh ataupun berlebihan.

"Aku tidak mau melukaimu lagi, berhentilah!" tukas Eijun yang malah membuat Ushijima tertawa untuk kali pertama dihadapan Eijun. Dengan tawa yang tak berkesudahan, Ushijima berusaha bangkit kembali. Bahkan ia hampir terpeleset oleh tetesan darahnya sendiri, belum lagi wajahnya telah memucat.  Dan ini adalah kali pertama ia memaksakan diri untuk menyebrangi bahaya yang telah siap mencengkramnya. Dia benar-benar sedang bermain-main dengan maut yang sudah ada di penghujung mata.

"Tidak ada yang lucu disini, Wakatoshi. Berhenti tertawa!" teriak Eijun yang mulai sedikit frustasi, ia merasa tawa Ushijima seperti tengah mengolok-oloknya saat ini.

"Kau yang lucu, Eijun. Kau sendiri yang membuat dirimu terlihat lucu, aku mulai mengerti sekarang apa yang selama ini kau rahasiakan dariku." Ushijima berusaha bangkit kembali, seraya tak berhenti tersenyum penuh kemenangan seolah berhasil memecahkan teka-teki yang tak pernah dibahas sama sekali oleh Eijun.

"Apa yang kau pahami? Apa maksudmu?" tanya Eijun yang mulai kehilangan fokus pada permainannya, ia tak lagi menghiraukan bola yang sudah ada di tangan Ushijima. Bahkan matanya kembali berubah warna menjadi bewarna normal.

"Warna putih dirambutmu hampir menutupi seluruh rambutmu, kau malah terlihat seperti pria tua yang telah berumur." Ushijima semakin menguatkan tawanya, tapi dibalik itu semua malahan dirinya telah mengawasi baik-baik jarak antara keberadaannya sekarang dengan ring basket. Lalu, ia menggelengkan kepalanya sedikit seolah menandakan bahwa perkataannya belum cukup kuat pengaruhnya untuk membuat Eijun gagal fokus. Disamping itu, ia harus memaksimalkan waktu untuk mengatasi kondisinya yang semakin melemah dan pandangannya yang mulai mengabur.

Dengan mencubit lengannya sendiri, ia berhasil berdiri kembali dan berjalan mendekati Eijun.

"Aku tahu rahasia di balik warna rambutmu," ucapnya yang mencoba memancing kepanikan Eijun.

"Apa rupanya yang kau ketahui, Wakatoshi?" tanya Eijun.

"Kau mengatakan seolah-olah Akashi hanyalah anak SMA yang lemah, kau juga tak ada bedanya." Ushijima semakin memprovokasi Eijun.

"Berhenti mengatakan omong kosong!"

"Aku tidak mengatakan omong kosong, aku hanya mengatakan fakta yang sebenarnya. Dan aku tahu, kalau rambut putihmu itu adalah kekuatan sekaligus kelemahanmu disaat yang bersamaan." Ushijima mencubit kembali lengannya agar tetap sadar.

"Semakin kuat kepercayaan diri dan  tekadmu untuk tetap hidup, maka semakin memudar ingatan dan kesadaran Akashi. Dimana perlahan-lahan rambutmu akan bewarna putih yang menandakan bahwa keberadaan sosok jati diri Akashi mulai terhisap dalam kegelapan yang telah kau ciptakan. Dan saat ini, aku takkan bisa mengelak bahwa aku akan segera kehilangannya." Ushijima meletakkan tangan kanannya yang berdarah itu diatas kepala Eijun.

"Tekadmu benar-benar kuat sekali, Eijun. Apa memang sekuat itu kau ingin diakui di dunia ini?" tanya Ushijima yang membuat Eijun panik bukan main.

"Darimana kau bisa tahu?" tanya Eijun.

Ushijima tersenyum, tapi tangannya sudah bersiap-siap dalam mengarahkan bola tepat ke arah ring selagi Eijun dibutakan oleh ketakutannya sendiri.

"Aku sudah berjanji untuk belajar memahaminya dan menjadi orang yang bisa diandalkan olehnya. Jadi, takkan sulit bagiku untuk mengetahui rahasia yang kau ataupun Akashi sembunyikan. Kalian hanyalah orang yang berbeda dalam tubuh yang sama, bahkan tanpa kau sadari sejak awal kita bermain basket ini saja aku sudah bisa melihat rambut merahmu perlahan-lahan memutih. Lalu, rambut mu yang tadinya memutih perlahan-lahan memerah kembali saat kau merasa insecure dengan Akashi. Dimana saat aku mencoba meneriaki Akashi beberapa saat yang lalu," jelas Ushijima panjang lebar, lalu ia menggunakan kesempatan itu untuk melemparkan bola kedalam ring yang mana akhirnya ia memperoleh satu angka dari lemparan yang berhasil masuk kedalam ring.

"Kau benar-benar tidak sadar kalau ambisimu itu telah menjerumuskanmu, kau telah menggunakan kekuatan yang berlebihan untuk menyembunyikan perasaan takut kalah dariku." Ushijima tersenyum puas, ia memeluk erat Eijun seraya terduduk lemas dengan posisi kepala yang menyandar di bahu Akashi.

"Aku telah mencetak satu angka, Eijun! Jadi, tolong kembalikan adikku yang menyebalkan itu." Ushijima berbisik pelan ditelinga Eijun, ia sudah tak sanggup lagi untuk berdiri dan matanya juga terlalu berat untuk terbuka lebar.

"Tolong tepatin janjimu, Eijun! Aku akan benar-benar menghargai semua tekadmu, jadi biarkan aku mendapatkan adikku kembali." Ushijima mengucapkannya untuk kali terakhir, sebelum akhirnya ia jatuh pingsan dalam pelukan Eijun.

"Terimakasih sudah memanggil namaku, sampai kapanpun aku takkan bisa mengalahkannya. Kau benar, Wakatoshi." Eijun meneteskan air matanya, sebelum akhirnya ia memejamkan kedua matanya.

Tak lama kemudian, ia kembali membuka mata sambil berusaha menopang badan Ushijima yang lebih besar darinya dengan sekuat tenaga.

"Kau sudah berlebihan, Ushijima-San." Akashi melepaskan pelukan Ushijima darinya, ia baringkan Ushijima di bawah sembari mengoyakkan bajunya untuk menekan perdarahan Ushijima.

"Kalau kau mati saat ini, tak ada yang perlu kuandalkan lagi darimu." Akashi mengolok-olok Ushijima, seraya membaluti luka perdarahan di kepala Ushijima.

Kapten Rakuzan itu memang orang yang multi talenta, bukan hanya dibidang olahraga, musik ataupun akademik saja. Dia juga memiliki kemampuan dalam bidang medis dasar yang beruntungnya ia peroleh sendiri dari anak UKS yang ada di Teiko saat dibangku SMP.

Lalu, ia berlari kedalam rumah dengan membiarkan Ushijima di lapangan sendirian. Tak beberapa lama, ia kembali dengan ditemani oleh para pelayan yang malah jauh lebih panik dibandingkan Akashi sendiri.

"Apa yang terjadi pada tuan Ushijima?" tanya Chef Tsubasa. Kali ini ia bisa melihat wujud Akashi yang telah kembali normal. Bahkan rambutnya juga telah berubah menjadi warna merah secara penuh.

"Dia telah mengalahkannya, sekali lagi ia bersikap bodoh untuk menolongku. Jadi, tolong segera bawa dia ke Rumah Sakit!" perintah Akashi kepada Chef Tsubasa dan para pelayannya.

Sementara itu, Akashi kembali kedalam kamar Ushijima dengan pakaian dan tangan yang telah berlumuran darah milik Ushijima. Ia kemas beberapa baju kedalam ransel untuk segera dibawa ke Rumah Sakit, sampai suara bunyi hentakkan kaki dari Chef Tsubasa menghampiri Akashi.

"Tuan Ushijima sudah dilarikan ke Rumah Sakit terdekat. Apa anda akan segera kesana juga, Tuan muda Akashi?" tanya Chef Tsubasa.

"Ya, tapi tidak sekarang. Aku malahan ingin menyuruhmu untuk membuatkan bubur hangat yang akan kubawa untuknya. Aku yakin kalau ia akan segera sadar dan merasa kelaparan." Akashi tersenyum, tapi tangannya terlihat gemetaran saat memegang ransel tersebut yang membuat Chef Tsubasa merasa kasihan.

"Apapun yang anda alami waktu dulu,  takkan sedikitpun terjadi pada Tuan Ushijima. Hal itulah yang ingin anda percayai, kan?" tanya Chef Tsubasa.

"Ya, anda benar. Aku bisa jamin kalau Ushijima-san takkan berakhir seperti ibuku. Dia akan membuka matanya kembali, tak boleh ada lagi orang lain yang pergi begitu saja tanpa mengucapkan selamat tinggal padaku." Akashi tersenyum semakin lebar, lalu ia kembali menyusun baju milik Ushijima.

"Kalau memang begitu, saya akan membuatkan sup untuk anda bawa. " Chef Tsubasa yang merasakan hal yang sama seperti Akashi, tak bisa berbuat banyak selain mempercayakan apa yang diyakini oleh Akashi. Ia langsung pergi ke dapur untuk menyiapkan bubur seperti permintaan Akashi, walau ia masih sangat penasaran tentang apa yang sebenarnya terjadi pada Ushijima.

STEPBROTHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang