Keadaan rumah dihari weekend sama sekali tidak jauh berbeda dengan hari biasa, rasanya terlalu sepi dan senyap. Apalagi sejak subuh tadi, Masaomi dan istrinya berangkat keluar kota untuk urusan pekerjaan. Jadi seperti biasanya, rumah hanya dihuni oleh para pelayan dan kedua saudara tiri tersebut. Dan untuk kali ini, Nyonya Ushijima memilih untuk ikut dengan sang suami karena merasa kalau menghabiskan waktu dengan suaminya jauh lebih menyenangkan dibandingkan di rumah saja.
Ushijima sendiri telah usai menyantap sarapan pagi berbarengan dengan kedua orangtuanya, ia juga sempat melihat keberangkatan mereka. Dimana setelahnya, ia menghabiskan waktu untuk berlari disekitar halaman rumah dengan pakaian olahraga.
Hingga tak terasa alarm jam tangannya berbunyi, matahari juga mulai terbit dengan pesonanya. Sepertinya jam sudah menunjukkan pukul 7 Pagi. Waktu yang tepat untuk menyudahi joggingnya dan bersiap-siap untuk berangkat latihan Voli bareng teman-temannya.
Walaupun ia masih dilarang untuk bermain dilapangan, tapi entah mengapa hatinya jauh lebih tenang untuk menonton disana dibandingkan menghabiskan waktu dirumah seharian.
"Selamat Pagi, tuan!" sapa para pelayan kepada Ushijima yang hanya dibalas anggukan saja olehnya. Rasanya pantang sekali bagi Ushijima untuk memberikan senyuman sesederhana itu, ia juga tidak punya alasan untuk tersenyum kepada mereka.
"Selamat Pagi, Wakatoshi!" sapa Akashi yang masih mengenakan baju tidur lengan panjang dengan handuk kecil dikepala, sepertinya ia baru saja usai membasuh rambutnya beberapa saat yang lalu.
"Ya, Pagi." Ushijima berhenti di depan Akashi, ia sama sekali tidak berniat membalas senyuman Akashi. Rasanya tidak terlalu nyaman menanggapi kepribadian Akashi yang saat ini dihadapannya, ia benar-benar menginginkan Akashi yang beberapa waktu lalu membuatnya selalu merasa bersalah dan khawatir tanpa henti.
"Wakatoshi, mungkin kau bisa mengajakku lari pagi lain kali. Kita bisa mengobrol bebas dan mendekatkan diri," ucapnya yang penuh bersemangat dan antusias.
"Aku lebih senang lari sendirian, aku juga tidak terlalu senang mengobrol dengan orang asing." Ushijima langsung berjalan melewati Akashi, ia berjalan tenang menuju kamarnya dan merasa ogah untuk sekedar menengok kembali reaksi Akashi.
Dengan keringat yang mulai mengering, ia mengambil handuk dan menghapus sisa keringat di badannya. Diliriknya handphone yang berisi pesan notifikasi dari Tendou dengan kepala yang tak berhenti menggeleng bila mengingat keteledoran sahabatnya itu.
"Lagi-lagi kau menyuruhku sesukamu," keluh Ushijima saat melihat pesan tendou yang memintanya untuk singgah ke supermarket dan membeli beberapa peralatan mandi milik tendou yang hilang karena keteledorannya.
Ushijima yang memang tidak keberatan sama sekali di susahkan oleh orang-orang terdekatnya hanya bisa menurut saja, ia juga malah senang menghabiskan banyak waktu di supermarket sembari melirik beberapa majalah fashion dan kecantikan terbaru.
"Wakatoshi! Kau tidak pantas bersikap acuh padaku," bentak Akashi bersamaan dengan suara pintu kamar yang dibukanya. Ia sudah berdiri diambang pintu saat ini, ia tak bisa menyembunyikan wajah kesalnya atas omongan Ushijima sebelumnya seolah-olah ada asap yang telah mendidih diatas kepala.
"Aku sudah berusaha meresponmu senatural mungkin, apa ada yang salah?" tanya Ushijima seraya meletakkan kembali handphonenya di meja, ia menoleh kearah pintu.
"Kau tidak bersikap seperti ini dengan Akashi," keluh Akashi a.k.a Eijun.
"Dia adalah adikku, sedangkan aku tidak mengenalmu. Kalaupun aku sudah mengenalmu, kita hanyalah sebatas rekan saja." Ushijima tidak lagi ambil pusing dengan perasaan Akashi, ia hanya secara refleks mengeluarkan isi kepalanya seperti Ushijima yang biasanya. Malahan keberadaan Eijun saat ini tidak memberikannya beban untuk bersikap lebih sebagai seorang kakak laki-laki.
Sementara Eijun merasa terluka mendengarkan perkataan Ushijima. Ia merasa tidak senang bila kehadirannya tidak diterima oleh seseorang yang sangat diinginkannya, ambisinya untuk menjadi pasangan saudara terbaik di Dunia terlihat tak berkembang sedikitpun. Belum lagi sikap Eijun yang tidak suka kalah dan gampang menyerah menjadikan dirinya tidak lebih baik dari Akashi, ia hanyalah kepribadian yang tercipta dari sisi buruk yang selama ini dibuang dalam-dalam oleh Akashi.
"Dan satu hal lagi, kalau memang kau ingin menjadi Setterku. Aku pikir rencana itu ditunda sampai lusa, soalnya aku juga belum dapat izin oleh pelatih untuk bisa berlatih ke lapangan kembali. Dan untuk sementara ini, kau bisa pikirkan saja dulu tim Basketmu. Bukannya dua hari yang lalu kau meminta izin kepada Ayahmu untuk membuatkan kompetisi berkelas untuk pertandingan melawan teman-temanmu, kuharap kau tidak boleh mempermalukan adikku." Ushijima membuang tatapannya dan berjalan kearah ranjang, ia mulai merapikan kasurnya yang tadi pagi tidak sempat dirapikan olehnya.
"Bahkan disaat seperti ini, kau masih saja mengkhawatirkannya." Eijun tersenyum muak, ia merasa perkataan Ushijima benar-benar mempermainkannya.
"Aku juga sama sekali tak mengkhawatirkan masalah Setter ataupun Basket, itu adalah bakat alamiku yang bukan menjadi poin utama dalam motivasiku." Akashi berjalan masuk, ia duduk diatas kursi belajar Ushijima.
"Lalu, apa sebenarnya keinginanmu?" tanya Ushijima tanpa menoleh kebelakang dan masih sibuk merapikan ranjangnya.
"Kenapa kita tidak berbincang saja sambil bermain PlayStation?" tawar Eijun.
Ushijima mulai menoleh kebelakang, ia melirik pada jam dinding untuk sesaat.
"Baiklah, kita bisa menghabiskan waktu setengah jam untuk mendapatkan informasi penting darimu. Setelah itu aku akan mempertimbangkan alasan keterlambatanku untuk latihan hari ini kepada Pelatih," ucapnya yang langsung menyambut baik tawaran Akashi, dimana ia mengikuti langkah kaki Akashi a.k.a Eijun menuju ruang keluarga yang menjadi tempat PlayStation pribadinya Akashi, meskipun hampir tidak pernah dimainkan sama sekali olehnya. Akan tetapi, lain halnya bisa para anggota Rakuzan ataupun teman-teman Teiko dan Kagami sendiri yang datang kerumahnya dan menghabiskan waktu berjam-jam untuk meminjam PlayStation tersebut selagi Akashi bertanding dengan Midorima dalam permainan catur Jepang.
Akashi memberikan Joy Stick PlayStation kepada Ushijima usai menyalakan Layar monitornya, dimana ia memilih memainkan game Bola yang menjadi andalan para anak laki-laki pada umumnya.
"Aku akan pakai negara Brazil dan menggunakan Neymar sebagai andalanku," beritahu Akashi a.k.a Eijun kepada Ushijima yang duduk disebelahnya.
"Itu juga bagus, berjuang keraslah." Ushijima tidak banyak mengatakan apapun, ia sekarang agak sibuk memilih negara yang dimainkannya. Tak beberapa saat setelah dirinya memilih, ia melirik kepada Eijun yang juga tengah asyik bermain saat ini.
"Jadi, apa informasi yang ingin kau beritahu?" tanya Ushijima yang masih terus terbayang oleh hal tersebut.
"Kupikir kau sudah lupa, Wakatoshi." Eijun tersenyum, ia melirik sekilas kepada layar monitornya dan mulai berbicara tanpa mengambil jalan Pause sama sekali.
"Kau ingin aku mulai darimana? Aku tidak ingin terlalu banyak berbicara, kau bisa bertanya bebas padaku selama pertanyaan itu masih dibatas wajar. Aku juga ingin sesekali melihatmu banyak berbicara seperti yang kau lakukan dengan Akashi," ucapnya dengan tenang, kali ini ia lebih rileks dan tidak marah lagi.
"Emosimu benar-benar mudah berubah seperti Bokuto, tapi lupakan hal itu. Aku hanya ingin tahu, siapa kau sebenarnya?" tanya Ushijima yang langsung menghilangkan wajah Bokuto dari ingatannya, kalau dipikir-pikir ia masih bisa mengingat jelas sikap kekanak-kanakan Bokuto. Belum lagi, ia merasa kasihan pada para anggota dan pelatih yang harus direpotkan dengan mood swing buruknya Bokuto.
****
Hayooo... Kira-kira siapa disini yang fansnya Bokuto juga selain Author? 🤭
KAMU SEDANG MEMBACA
STEPBROTHER
Teen FictionSemua ini berawal dari tragedi yang terjadi dalam program kamp pelatihan musim panas yang diselenggarakan oleh Akashi Masaomi untuk Tim Volly dan Basket kepada Akashi Seijuro yang merupakan putra kandungnya dan Ushijima Wakatoshi yang telah menjadi...