22

173 18 3
                                    

Tepat didepan meja makan berbentuk bundar memanjang, Akashi tengah sibuk menyantap makan malamnya. Dia juga tak terlalu tertarik menggubris cerita Ibu tirinya yang sedang menceritakan tentang pengalaman mereka selama berbulan madu, niatnya sih untuk mendekatkan diri dengan Akashi. Tapi sayangnya, Akashi yang memang sudah lama tidak merasakan kasih sayang dan kehangatan seorang ibu takkan pernah tahu bagaimana seharusnya dirinya bersikap kepada wanita paruh baya itu.

"Aku sudah selesai makan, besok aku ada pertandingan penting jadi aku izin pamit duluan." Akashi bangkit dari kursinya, tetapi saat melihat tatapan tak senang Ayahnya membuat Akashi mengurungkan niat dan kembali duduk disana.

"Loh, kenapa gak jadi latihan nak?" tanya Nyonya Ushijima.

"Tidak apa-apa, aku akan menunggu kalian saja. Lagian, tidak sopan juga kalau aku meninggalkan meja makan duluan." Akashi merapikan posisi duduknya dan berpura-pura tersenyum ramah, walau terkesan sedikit kikuk.

Sementara itu, Tuan Masaomi kembali menyantap makanannya yang saat itu dilengkapi oleh Ayam goreng. Jelas saja sebenarnya ia sedikit bingung, karena baginya Ayam Goreng adalah lauk yang terlalu sederhana untuk disantap bersama keluarga seperti malam ini. Apalagi dirinya baru saja pulang dari bukan madu, jadi akan lebih baik mendapatkan sambutan makanan yang sedikit berat dengan berbagai banyak pilihan menu.

"Chef!" panggil Tuan Akashi Masaomi kepada Chef Tsubasa yang kebetulan tengah menyeduh teh hangat kepada nyonya Ushijima.

"Iya, Tuan."

"Saya bukannya mau komplain sih, cuman saya heran aja gitu. Kenapa kamu malah membuat makanan sederhana seperti ini? Dan tumben juga menu lauk malam ini hanya satu, bukannya biasanya kamu selalu membuat berbagai macam menu lauk setiap Dinner ya?" tanya Tuan Akashi Masaomi.

Chef Tsubasa melirik sekilas kepada Ushijima untuk menagih pertanggungjawabannya, untungnya Ushijima langsung peka dan buru-buru mengambil alih.

"Aku yang sebenarnya meminta dibuatin Ayam Goreng untuk makan malam, Pa."

"Kenapa, nak? Bukannya kamu gak terlalu suka Ayam goreng," ucap Nyonya Ushijima.

"Aku hanya ingin meriset apakah ada perbedaan Ayam Goreng buatan Chef terkenal seperti Chef Tsubasa, walau menunya sederhana tetapi rasanya sangat mewah kalau sudah diracik oleh tangan ajaib Chef Tsubasa. Aku rasa semua orang yang kerja di rumah ini benar-benar orang pilihan yang hebat, sama seperti Papa yang sangat hebat dalam segala hal." Ushijima terpaksa menelan ludahnya sendiri untuk mengeluarkan semua kata-kata pujian kepada Tuan Masaomi, baginya ini adalah kali pertama buat seorang Ushijima memuji orang lain secara terang-terangan hanya untuk menyembunyikan kebenaran yang terasa memalukan buat disampaikan.

"Pujian kamu benar-benar buat Papa senang, tapi bukan berarti hukuman kamu bisa hilang gitu aja ya. Kamu tetap harus menjalani hukuman karena sudah melukai Adik kamu," ucap Akashi Masaomi tegas, Ushijima cuman bisa mengangguk saja. Lagian, dia juga gak berharap hukumannya dikurangi sama sekali, sebab alasan sebenarnya ia meminta Ayam Goreng juga karena keinginan Akashi yang memimpikan Ayam Goreng kemarin.

"Dengar itu kata Papamu, kamu juga lain kali jaga sikap dan jangan diulangi perbuatan yang fatal tersebut." Nyonya Ushijima tak ketinggalan juga menasehati anak tunggalnya itu, lalu ia menoleh kepada Akashi yang ada di seberang meja.

"Kamu gimana kondisinya, Akashi?" tanya Nyonya Ushijima yang membuat Ushijima tersenyum spontan karena merasa geli dengan sikap ibunya. Lebih tepatnya, ia masih belum terima karena harus tinggal dengan sang ibu setelah hampir beberapa tahun lamanya Ushujima dibuang kepada sang Ayah. Meskipun Nyonya Ushijima sudah beberapa kali meminta maaf, tetapi rasa ikhlas itu masih belum bisa diberikan Ushijima terhadap takdir yang menimpanya, jauh di lubuk hatinya sendiri kalau ia sangatlah marah kepada sang ibu yang telah menceraikan Ayahnya saat itu.

"Apa ada yang lucu, nak?" tanya Nyonya Ushijima.

"Tidak ada, kayaknya aku harus pergi latihan dulu sebelum tidur. Permisi duluan ya!" ucap Ushijima yang langsung pergi dari sana tanpa merasa sedikitpun takut pada kedua orang dewasa itu.

"Maafkan anak itu, Mas. Biar aku nasihati dia lagi untuk bersikap disiplin dan sopan," ucap Nyonya Ushijima kepada Suaminya, tapi sebelum sempat Wanita itu bangkit dari kursi mendadak saja Akashi mencegatnya.

"Biar Akashi saja yang menasehati Ushijima-San," ucap Akashi yang sebenarnya membutuhkan alasan untuk pergi dari sana. Dan begitu ia melihat anggukan setuju dari Ayahnya, Akashi langsung pergi meninggalkan meja makan tersebut.

Dia tampak merasa lega bisa terlepas dari rantai keluarga yang sangat mengekang, apalagi setiapkali melihat kehidupan teman-temannya acapkali menimbulkan perasaan iri pada dirinya.

"Aku tak menyangka hubunganmu dengan ibumu sangat buruk," ucap Akashi saat berhasil mengejar Ushijima yang berada di lapangan Voli, tepatnya berada dihalaman belakang Rumah.

"Bukan urusanmu," tukas Ushijima yang masih sibuk berlari mengelilingi lapangan. Akashi berusaha menyusul langkahnya.

"Kau harusnya bersyukur masih punya Ibu, kau tahu kehilangan sosok ibu seperti sebuah petaka bagi beberapa anak sepertiku."

"Memangnya tahu apa kau tentang kehidupanku, sampai seenaknya kau menyuruhku bersyukur?" tanya Ushijima yang menghentikannya langkah kakinya. Dan terpaksa membuat Akashi ikutan berhenti juga.

"Ibu macam apa yang tega meninggalkan anaknya sendirian saat anaknya yang terlalu kecil itu masih membutuhkan kehangatan seorang ibu? Dan ibu macam apa yang begitu egois memutuskan berpisah dari suaminya, tanpa memikirkan perasaan anaknya sendiri?" tanya Ushijima yang memang berbicara tenang, tetapi dibalik ketenangannya mengandung sejuta kebencian yang sulit termaafkan.

"Dan hal yang jauh lebih lucu lagi, ibu macam apa yang sama sekali tidak mengetahui bakat anaknya sendiri? Asal kau tahu saja, orang yang pertamakali menyadari keistimewaan tangan kiriku itu bukanlah Ibu melainkan Ayahku sendiri. Jadi, berhenti bersikap seolah-olah aku pantas untuk dihakimi oleh orang sepertimu!" tegas Ushijima.

"Kau tidak seharusnya beradu nasib denganku, Ushijima-San. Kau bahkan tak tahu rasanya pernah memiliki gangguan kepribadian yang hampir membuatmu kehilangan banyak hal, termasuk kehilangan teman-teman yang sangat kau sayangi. Jadi, berhentilah bersikap seakan aku sedang menghakimimu." Akashi tersenyum dengan gaya meledeknya.

"Kau juga tidak pernah merasakan hidup tanpa kebebasan sepertiku, aku sampai iri pada kehidupanmu ataupun teman-temanku. Dan sekarang, aku harus diremehkan oleh teman-teman setimku karena perbuatanmu yang membuatku kehilangan mata." Akashi kini saling berhadapan dengan jarak yang cukup jauh dihadapan Ushijima.

"Jangan banyak mengeluh dan menyimpan dendam, Ushijima-San. Kau harusnya bersyukur diasuh oleh Ayahmu, makanya kau bisa jadi pemain sehebat ini. Ibarat sebuah permainan Olahraga, kau harus berhenti melihat sesuatu dari sudut pandangmu saja dan cobalah baca sudut pandang lawanmu untuk bisa mencari titik kelemahan mereka. Kau juga harus belajar membaca sudut pandang Ibumu, agar kau tahu betapa berharganya kau dihidupnya." Perkataan Akashi sontak membungkam mulut Ushijima, ia sampai tertegun mengingat semua kalimat yang disampaikan Akashi barusan.

"Kuharap kau paham dengan yang kusampaikan, Ushijima-San. Dan kalau memang kau sudah mengerti, aku yakin keluarga ini akan menjadi keluarga yang lebih hidup. Mungkin kau bisa belajar memaafkan ibumu, seperti halnya aku yang akan belajar memaafkanmu dan menerima keadaanku sekarang." Akashi tersenyum dan berjalan pergi dari sana, ia benar-benar menceramahi Ushijima penuh ketulusan. Sepertinya kemampuan ini ia peroleh usai menonton Anime Naruto yang menjadi anime Favoritnya sejak dahulu.

****
Wah-wah, kira-kira gimana menurut kalian guys tentang ibunya Ushijima? Apakah keluarga tersebut memang bisa menjadi keluarga yang harmonis seperti yang diharapkan Akashi? Dan bagaimana dengan pertandingan besok ya .

STEPBROTHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang