Akashi masih terbaring diranjangnya dengan posisi telungkup, ia berusaha memejamkan kedua matanya ditengah rasa sakit yang menjalar di sekujur punggung dan seluruh tubuh bagian belakang yang terkena hukuman pukulan oleh Ayahnya sendiri karena telah berkelahi dan mempermalukan nama baik keluarganya sendiri. Akibat pukulan itu, Akashi harus menahan rintihan sepanjang malam dan terjaga dari tidurnya karena walau bagaimanapun posisi telungkup bukanlah posisi ternyaman untuk tertidur pulas.
Tanpa ia menyadari kalau sedari tadi ada Ushijima yang sedang mengintipnya dari balik pintu. Saat itu, Wajah Ushijima tampak iba kepada adiknya tersebut dan jauh didalam lubuk hatinya terdapat puing-puing penyesalan karena tidak memiliki inisiatif untuk membela akashi saat itu. Kalau saja ia tahu bahwa Ayah tirinya itu sangat keras dan disiplin, mungkin ia akan berusaha menurunkan egonya demi membela Akashi supaya tidak perlu menderita seperti saat ini.
Namun semakin lama Ushijima menyesali perbuatannya dengan tetap berdiri didepan pintu Akashi sembari mengintip dari sana, pastilah bakal ketahuan juga oleh Akashi. Apalagi bunyi gerak-gerik kecil Ushijima dapat terdengar jelas ditelinga Akashi ditengah keheningan rumah mewah dan kamar tersebut.
"Pergilah dari sini, Ushijima-San!" perintah Akashi yang merasa muak saat menyadari dirinya diperhatikan
Sejak tadi. Apalagi Akashi adalah tipe orang yang sangat lihai dalam mengamati orang lain, pastilah sangat mudah baginya menyadari keberadaan Ushijima saat itu. Makanya tak usai kaget saat ia mampu mengenali bakat Kuroko saat SMP dahulu."Aku bilang pergilah! Aku tak tahu alasanmu berada dibalik pintu kamarku, tapi yang jelas kau lebih baik pergi dari sana karena aku merasa muak denganmu." Akashi menatap tajam kearah pintu, mau tak mau Ushijima langsung membuka lebar pintu kamar itu sehingga memperlihatkan dirinya secara jelas yang saat itu masih mengenakan seragam sekolah dan menggandeng tas ranselnya.
Entah berapa lama Ushijima berada disana, tapi sepertinya Ushijima sama sekali tak bergerak dari posisinya itu sejak awa sampai tak menyempatkan diri untuk berganti pakaian.
"Aku tidak akan meminta maaf padamu, lagipula kau tidak punya alasan juga untuk membenciku. Bahkan, kau tak seharusnya menyalakanku atas apa yang terjadi padamu tadi siang." Ushijima menatap tajam kepada Akashi yang masih berbaring telungkup dengan posisi kepala mengarah kepintu sehingga keduanya saling bertatapan dengan penuh kebencian satu sama lain.
"Aku tidak pernah menyalakanmu, aku hanya membencimu! Aku benci denganmu yang tak sedikitpun punya inisiatif membelaku saat Papa menghukumku tadi, aku juga benci dengan sikapmu yang tak perduli untuk membantuku saat pertengkaran ataupun di salahkan selama di ruang BP, padahal aku tahu kalau kau pastinya tahu tentang perkelahian itu dan Papa juga bilang kalau dirinya sempat berpapasan denganmu dikoridor. Selain itu, aku juga benci kau yang sudah mencuri bagian dari tubuhku dan sekarang aku benci kau yang menatapku dengan penuh keprihatinan. Tapi tetap saja, aku tak menyadari kalau tak seharusnya aku membencimu sama sekali. Kau bukanlah siapa-siapa dihidupku, kau juga bukanlah saudaraku ataupun bagian dari keluargaku dan tak sepantasnya aku berharap apapun dari orang yang hanya mencintai voli sepertimu. Jadi, mulai sekarang mari kita bersikap saling tidak mengenali saja dan mari kita berhenti saling membenci." Akashi mengambil nafas sejenak, ia merasa lelah usai berbicara dengan nada meninggi dalam satu waktu.
"Tolong pergilah dari sini, " lirih Akashi yang langsung memejamkan matanya, ia berusaha menenangkan dirinya sendiri yang merasa dipenuhi amarah saat ini.
Sementara itu Ushijima hanya bisa tertegun saja tanpa bisa mengatakan apapun, ia langsung pergi usai menerima tekanan mental dari ucapan Akashi barusan. Kini, ia tak bisa berbohong kalau saat ini ia sangat kesal dengan apa yang dikatakan Akashi barusan. Memangnya itu semua salah dirinya, ia juga tak menginginkan pernikahan tersebut dan ia juga sama sekali tak membutuhkan seorang saudara. Dan, masalah mata Akashi itu adalah kecelakaan yang tidak disengaja olehnya.
Dengan penuh kekesalannya, Ushijima langsung pergi dari sana usai menutup pintu dengan keras. Ia berjalan dengan langkah yang terburu-buru menuju lapangan Voli, lalu ia lemparkan ranselnya begitu saja dan meraih Bola Voli yang berada di tumpukan keranjang Bola dipinggir lapangan.
Dengan amarah yang tidak bisa diajak kompromi lagi, ia memukul keras bola itu kearah tiang Voli dan menangkapnya kemudian memukulnya lagi secara berulang-ulang. Hingga telapak tangannya mulai terluka karena terlalu lama memukul bola Voli sepanjang malam. Barulah, Ushijima merobohkan tubuhnya untuk berbaring dilapangan dan berteriak keras dengan kedua mata yang terpejam.
Seragam putihnya tak lagi bersih dan rapi, bahkan telapak tangannya sudah dipenuhi luka lecet dan rambutnya dan tubuhnya juga dipenuhi keringat yang sangat banyak. Namun semua itu sama sekali tidak dipedulikannya, bahkan Ushijima yang biasanya terlihat bersih dan rapi pun tak lagi tampan seperti Ushijima yang dikenal.
Untuk sesaat, ia terlihat mengutuk dirinya sendiri dan berteriak tak jelas seolah-olah sedang memaki sesuatu sampai urat lehernya terlihat. Untungnya, setelah beberapa menit setelahnya barulah Emosi Ushijima mulai mereda dan membaik.
Dan begitu Emosinya mulai membaik, Ushijima langsung menelpon seseorang dari telepon. Percakapan itu tidak berlangsung terlalu lama, tapi terdengar sangat serius dimana Ushijima sendiri tak banyak berbicara tetapi setiap kata yang dilontarkannya seperti diselimuti oleh amarah yang tampak membludak.
Tak ada yang tahu apa yang sedang dikatakan Ushijima saat itu, selain kata balas dendam yang terus terlontar olehnya pada beberapa kata kepada orang dari seberang telepon tersebut.
"Kalian sudah bermain-main denganku," celutuk Ushijima yang langsung meletakkan asal telepon genggamnya usai mengakhiri panggilan.
"Aku akan membalas perbuatan kalian terhadapnya, kalian telah membuatnya membenciku." Ushijima terus bergumam dengan mata tertutup, ia sampai tak sanggup untuk membuka matanya karena ia takut air matanya akan menetes yang membuatnya akan tampak lemah dan memalukan.
Dengan senyuman tipis, ia kembali bergumam. "Memangnya siapa yang perduli kalau ia tidak lagi menganggapku sebagai saudara? Aku juga tidak menyukainya."
Lalu tak beberapa lama setelah mengatakan itu, Ushijima berhenti tersenyum dan mulai menghela nafas berkali-kali. Bersamaan dengan suara burung hantu yang saling menyapa satu sama lain dan angin malam yang menari-nari disekitar Ushijima.
"Lihat saja besok! Akan kupatahkan tulang-tulang kalian sampai remuk. Tak seharusnya kalian mengusiknya, sekarang anak malang itu benar-benar membenciku karena ulah kalian." Ushijima memukul lantai lapangan berkali-kali, meskipun ia merasakan sakit dikedua tangannya. Dan tampak jelas sampai detik ini ia tengah bergelut dengan emosinya sendiri tanpa ia menyadari kalau kemarahannya ini berasal dari perasaan sayangnya kepada saudara tirinya itu yang telah ia anggap sebagai seorang adik. Ia tak menyadari kalau perasaan bersalahnya saat itu telah mengajarinya untuk menjadi kakak laki-laki buat Akashi. Yupss, sepertinya jauh di lubuk hati Ushijima kalau ia sangat ingin menjadi seorang saudara yang baik dan bisa diandalkan untuk Akashi. Makanya, hatinya sangat remuk saat Akashi memutuskan untuk tidak lagi pernah menganggap Ushijima sebagai saudaranya ataupun berniat untuk tidak pernah menganggap Ushijima ada. Walaupun ia terlalu acuh untuk menyadarinya dan terlalu malu untuk mengakuinya.
"Aku akan membalas perbuatan kalian, lihat saja besok! Dasar para manusia tidak berguna yang tak tahu malu!" teriak Ushijima sekali lagi seolah sedang mengutuk seseorang.
KAMU SEDANG MEMBACA
STEPBROTHER
Teen FictionSemua ini berawal dari tragedi yang terjadi dalam program kamp pelatihan musim panas yang diselenggarakan oleh Akashi Masaomi untuk Tim Volly dan Basket kepada Akashi Seijuro yang merupakan putra kandungnya dan Ushijima Wakatoshi yang telah menjadi...