50

95 8 3
                                    

Akashi melangkahkan kembali kakinya kedalam rumah, ia bisa melihat kehadiran Nyonya Ushijima yang menyambut kedatangannya di ruang tamu dengan senyuman hangat seperti telah melupakan rasa sakit hatinya kepada sikap Akashi beberapa waktu lalu.

Untungnya sebelum kembali ke rumah, Akashi sudah singgah terlebih dahulu di toilet umum untuk membersihkan diri dari percikan darah milik Ryo dan memalsukan penglihatannya dengan membeli Eyes Patch baru di supermarket terdekat.

"Aku sudah membuatkanmu makan malam, kau pasti lapar ya nak." Nyonya Ushijima mendekat, tetapi Akashi hanya memperlihatkan tatapan sinisnya saja.

Ia tak suka bermain-main dengan hal yang kekanak-kanakan seperti ini, baginya menerima kebaikan orang lain adalah hal yang terkesan lemah dan kekanak-kanakan, setidaknya itulah jalan pikiran dari Akashi Eijun yang masih memegang kendali atas tubuh tersebut.

"Hei wanita tua, berhentilah bersikap baik padaku. Kau benar-benar menyebalkan," ungkap Akashi yang langsung pergi dari sana tanpa memperdulikan perkataan kasarnya yang telah mencengangkan Nyonya Ushijima.

Dan sepanjang perjalanan ke kamar, ia mulai menggerutu bila mengingat senyuman hangat dari nyonya Ushijima. Rasanya benar-benar menggelitik perut.

Hingga tak sengaja ia melewati jendela yang langsung memperlihatkan lapangan basket pribadi miliknya, kakinya spontan terhenti dan cukup lama menatap kesunyian lapangan tersebut.

Dengan keluhan yang pelan, ia bergumam pada dirinya sendiri. "Rasanya aku ingin sekali bermain basket, aku benar-benar -"

"Eh, tunggu dulu. Aku tak menyadari warna mataku berubah, rambutku juga sedikit bewarna putih. Apa inilah wujud asliku sebenarnya?" tanyanya seolah merasa bangga dan berdecak kagum pada diri sendiri.

Kepribadiannya benar-benar berubah seratus delapan puluh derajat, mungkin kalian bisa menilai sendiri bagaimana kepribadian orang yang sedang mengambil alih tubuh milik kapten Rakuzan ini.

"Hei, Akashi! Bagaimana kalau rambut merahmu ku warnai menjadi putih seluruhnya?" tanya Eijun, ya... Mulai hari ini kita akan memanggil dirinya sebagai Eijun saja supaya tidak membingungkan kalian. Nama yang amat bagus untuk disebut, tetapi masih dibawah tingkat dari nama Seijuro.

Eijun menggelengkan kepalanya, "Tidak usah deh, nanti Akashi bakal marah dan melenyapkanku. Aku masih punya misi untuk mengalahkan seluruh teman-temannya, atau lebih tepat aku akan menghancurkan mental mereka." Eijun tersenyum, ia melihat kembali wajahnya di pantulan Jendela sebelum akhirnya kembali kedalam kamar.

Entah sampai kapan ia akan mengontrol tubuh itu, tapi yang jelas dirinya masih belum puas untuk bersenang-senang dan selama ia tidak membuat masalah pastinya Akashi tidak berniat untuk kembali dari persembunyiannya didalam alam bawah sadar. Tampaknya Akashi masih kesal dan enggan berurusan dulu dengan semua orang yang ada didalam rumah itu, ia masih membiarkan Eijun untuk menikmati segalanya.

"Kau benar-benar anak yang tidak tahu caranya bersenang-senang, Akashi! Lihat saja jadwal harianmu, apa kau tidak lelah untuk berlatih dan belajar?" gumamnya kembali sambil melihat lembar jadwal yang menempel di papan tulis pribadi yang ada dikamar Akashi.

Lalu pandangannya beralih pada sebuah foto yang berisikan para anggota Vorpal sword yang diletak di atas meja belajar, ia meraih foto yang telah terbingkai itu dan mencengkramnya dengan kuat.

"Harusnya kau bisa menang melawan Seirin waktu itu, kau benar-benar lemah. Bagaimana mungkin kau bisa kalah semudah itu? Kau telah membuat malu nama baik kita," ucapnya yang malah meledek Akashi.

Ia menghela nafas panjang dan meletakkan kembali foto itu diatas meja, sebelum akhirnya melemparkan dirinya diatas ranjang tanpa membuka sepatu ataupun mengganti pakaian terlebih dahulu.

Kepribadiannya sangat tidak mencerminkan sosok Akashi yang disiplin dan pembersih, bahkan Akashi tidak senang bila penampilannya tidak rapi dan tidak mencerminkan seorang bangsawan.

"Baiklah, sudah waktunya kau kembali. Walaupun aku pengen sekali bertemanlah baik dengan Wakatoshi, aku bisa membayangkan kalau kami akan menjadi saudara yang luar biasa. Orang-orang akan memanggil kami sebagai dua bersaudara yang terlahir sebagai penguasa olahraga diseluruh Jepang, bagaimana menurutmu? Aduhh! Membayangkannya saja aku sudah bahagia, apalagi kalau jadi kenyataan." Eijun tertawa sendiri dengan tingkah anak-anaknya.

"Rencanaku benar-benar sempurna, harusnya bisa terwujud dari awal kalau kau dan Wakatoshi tidak saling membenci. Bahkan sekarang pun kalian masih saja bersikap Tsundere, Yare-yare...kalian benar-benar merepotkan," keluh Eijun sebelum akhirnya ia memejamkan matanya usai puas membayangkan dirinya dengan semua omong kosong yang terus dibicarakan olehnya sendiri.

"Nah, Akashi. Kau bisa mengambil alih tubuh ini kembali, tapi jangan lupa dengan syarat yang kuberikan." Eijun bergumam untuk terakhir kalinya, tak beberapa lama kemudian ia membuka mata kembali dan terduduk saat itu juga.

Ia berjalan kearah cermin, matanya telah kembali seperti semula dan tatapannya hanya menatap kosong dengan ekspresi tenang tatkala saat melihat cermin. Sepertinya ia sudah tidak lagi kesal, malahan ia mulai merasa puas dengan hasil kerja Eijun yang sedikit membantunya. Namun rasa lega itu tak berlangsung lama, sebab ia mulai memperlihatkan perasaan jijiknya saat mengingat semua yang dikatakan oleh Eijun.

"Kau itu kekanak-kanakan, Eijun. Kau takkan bisa menghancurkan teman-temanku, mereka lebih kuat dibanding yang kau pikirkan tentang mereka. Dan kuharap pertandinganmu nanti dengan mereka bisa menyadarkanmu betapa beruntungnya kita memiliki teman seperti mereka," gumam Akashi sambal tersenyum seraya melirik kepada foto yang sebelumnya dipegang oleh dirinya yang lain.

Lalu ia mengambil beberapa buku pelajaran dari rak buku, mengambil posisi duduk nyaman dan mulai belajar malam itu juga. Walaupun ada perasaan kesal bila mengingat ledekan Eijun sebelumnya, ia berusaha acuh dan kembali belajar sesuai jadwal yang selama ini dipegang teguh olehnya.

Hingga tiba-tiba ia teringat kalau dirinya sudah berbicara keterlaluan pada Ushijima, ia sedikit ragu untuk merasa menyesal dan mulai terdiam sesaat.

"Sudahlah, lupakan saja... Besok aku akan bersikap baik padanya, kalaupun ia marah maka aku harus siap menanggung kebenciannya padaku." Akashi berusaha meyakinkan dirinya sendiri, ia masih tetap bersikukuh untuk tidak sekalipun meminta maaf pada Ushijima kali ini. Lagian, ia takkan mungkin menjilat ludahnya sendiri, kan bukan dia juga yang menyuruh Ushijima untuk bertindak nekat seperti sebelumnya.

"Benar-benar orang bodoh, siapapun pasti akan menyalahkanku kalau sampai nyawanya terancam. Lagipula aku tak punya waktu memikirkan hal seremeh itu, sebentar lagi akan ada olimpiade dan aku juga harus memikirkan cara untuk meminta papa membuatkan pertandingan bergengsi seperti yang diinginkan Eijun. Dan melatih diriku sendiri untuk bisa tampil prima kembali," teguhnya membatin dan kembali melanjutkan belajar dan membiarkan matanya terbuka secara fokus dalam waktu yang cukup lama tanpa ia menyadari kalau sesuatu yang memalukan akan terjadi.

***
Bagaimana pendapat kalian tentang Eijun? Jangan lupa berikan vote ya guys😊

STEPBROTHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang