80

64 7 0
                                    

"Kau yakin, Akashi?" tanya Ushijima yang sedang mengganti seragam sekolahnya dengan Kaos Abu-abu didalam toilet. Sepertinya mereka sudah merencanakan ini sepulang dari Karasuno beberapa hari yang lalu, tampaknya juga mereka berencana langsung bergerak menuju Osaka pada sabtu ini.

"Ya, kau juga sudah janji padaku. Tolong jangan ragu seperti ini," jawab Akashi yang sudah menunggu didepan cermin.

"Aku takkan ragu pada janjiku, tapi aku ragu dengan mentalmu." Ushijima langsung keluar dari toilet, ia telah berganti pakaian dengan celana jeans hitam dan kaus oblong yang dikenakannya membuat siapapun pastu akan terpikat padanya.

"Tidak perlu mengkhawatirkanku," ketus Akashi yang berjalan duluan meninggalkan Toilet, disusul oleh Ushijima yang mengikutinya.

"Kenapa gak nunggu hari libur saja? Memangnya sabtu dan Minggu itu cukup untuk berlibur ke Osaka?" tanya Ushijima.

"Berhentilah mengeluh, kita bakal pulang kok besok sore. Aku juga tidak mau membolos sekolah, makanya aku sengaja memilih untuk berangkat ke sana sepulang sekolah." Akashi mengambil dua tiket kereta api yang ada di kantong bajunya, sebelumnya mereka sudah membeli tiket tersebut.

"Baiklah, terserah kau saja." Ushijima mulai mengalah, lelah juga rasanya berdebat dengan Akashi yang memiliki kemauan yang keras. Dimana dirinya hanya mengikuti langkah Akashi yang berjalan menaiki kereta api tersebut, kebetulan saat itu kereta cukup ramai oleh para pekerja yang berpulangan dari kantornya.

Suasana didalam kereta benar-benar cukup ramai, pantas saja Negara itu dijuluki sebagai Negara paling sibuk di Dunia. Untungnya jarak dari Tokyo ke Osaka hanya sekitar tiga jam saja dan tidak terlalu melelahkan bagi para penumpang untuk saling berhimpitan didalam, bayangkan saja bagaimana rasanya menghabiskan waktu berjam-jam didalam sana dengan penuh sesak dan tidak biasa.

"Akhirnya bisa duduk juga," ucap Ushijima yang merasa lega, tatkala dirinya mendapatkan kursi untuk duduk. Berbeda dengan Akashi yang sama sekali tidak terlalu perduli, ia sibuk menatap buku catatan ibunya yang sengaja ia bawa dari Rumah. Ia amati secara seksama foto kedua orangtuanya itu yang sedang menggendong Balita mungil yang bernama Yuki.

"Jangan dilihatin terus, nanti kau semakin iri." Ushijima berusaha memperingati Akashi.

"Aku tahu," pekik Akashi yang langsung memasukkan kembali foto itu kedalam bukunya. Lalu, ia bersandar sejenak sambil menoleh kearah kereta yang mulai berjalan meninggalkan Tokyo.

"Ini adalah pertamakalinya aku naik kereta api, Ushijima-san." Akashi memulai percakapan duluan diantara mereka, tidak baik juga melampiaskan perasaan kesalnya kepada Ushijima yang sudah berbuat baik padanya selama ini.

"Pernah sih beberapa kali, tapi waktu kecil. Dan satu-satunya kenangan yang kuingat itu pas terakhir kalinya aku menaiki kereta bersama orang tua yang lengkap," ungkap Ushijima sambil tersenyum, ia tidak menengok kepada Akashi. Tapi ia bisa menyadari bahwa Akashi sedang menengok kepadanya saat ini.

"Bagaimana kau memaknai kehidupanmu, Ushijima-san?" tanya Akashi yang biasanya tidak pernah perduli pada urusan orang lain.

"Bagaimana ya?" Ushijima tersenyum, ia ikutan bersandar seraya memeluk ranselnya.

"Tidak tahu, aku sendiri belum tahu seberapa bermakna-nya kehidupanku. Aku hanyalah remaja SMA yang ingin merasakan masa-masa indah dan tumbuh dengan baik," sambung Ushijima sambil menatap keatas langit-langit kereta.

"Aku bukan terlahir sebagai keluarga yang kaya sepertimu, tapi aku juga bukan berasal dari keluarga yang tidak mampu. Dan kau tahu sendiri, kalau aku tidak memiliki keluarga yang utuh seperti kebanyakan Remaja lainnya. Tapi aku tidak akan menyalahkan siapapun dengan garis takdir yang sudah diciptakan oleh Tuhan padaku," ungkap Ushijima lagi yang kali ini berhenti bersandar dan menengok kearah Akashi yang sedang memasang wajah ketat.

"Aku tidak menyindirmu kok, aku cuman berterus-terang saja. Bagiku, semua yang terjadi dalam hidupku bukanlah sepenuhnya kesalahan para orang dewasa. Mereka dulunya hanyalah seorang anak-anak seperti kita, tapi sayangnya mereka lupa untuk mengobati Inner Child mereka yang sudah terluka. Dampaknya malah terimbas kepada kita yang terlahir sebagai anak mereka, tanpa sekalipun mereka berniat memutuskan rantai mengerikan itu yang tanpa sadar melukai kita juga." Ushijima mengacak-acak rambut adiknya itu seperti biasa.

"Lalu, bagaimana dengan Inner Child mu sekarang?" tanya Akashi.

"Tidak tahu, aku rasa sudah mulai membaik seiring berjalannya waktu. Tapi yang jelas aku janji takkan pernah menjadi orang dewasa yang buruk nantinya," jawab Ushijima.

"Kau sendiri anggap hidup ini seperti apa, Akashi?" tanya Ushijima balik yang juga penasaran dengan apa yang sedang dipikirkan Akashi mengenai kehidupannya sendiri.

"Aku sangat menghargai kehidupanku selama ini, tapi perasaan itu mulai menjadi bimbang sejak rahasia itu terbongkar. Makanya aku butuh pergi ke Osaka, aku harus mencari alasan yang bisa mengembalikan keraguanku." Akashi menatap kearah bawah untuk sesaat.

"Tapi aku tidak setuju pada pendapatmu, bagiku orang dewasa hanyalah makhluk egois saja. Mereka berkeinginan punya keturunan yang sempurna, tapi mereka lupa bagaimana caranya menjadi orang tua yang sempurna untuk anaknya. Dan satu-satunya hal yang masih tertanam dalam hidupku, aku memaknai kehidupan ini untuk selalu menang. Orang tuaku selalu mengajarkanku untuk selalu menang dalam segala hal, bagi mereka itu adalah sebuah tradisi yang harus dicapai atau kau hanya dianggap sebagai orang yang gagal." Akashi tampak bertekad mengatakannya, Ushijima yang bisa merasakan perasaan menggebu-gebu Akashi langsung mencari akal untuk mengalihkan topik pembicaraan itu.

"Hei, Akashi! Kau lihat adik kecil itu," tunjuk Ushijima pada sepasang Orang tua yang sedang menggendong anaknya seraya duduk dengan posisi yang tidak terlalu nyaman.

"Lalu?" tanya Akashi.

"Tidak semua orang tua itu buruk, kan? Mereka terlihat sedang bercanda tawa dengan putrinya, meski si ibu merasa agak tidak nyaman duduknya karena memangku si gadis kecil."

"Kau benar, tapi aku tidak perduli dengan kehidupan orang lain. Mungkin saja hidupnya lebih beruntung dariku," tukas Akashi yang merasa bodoh amat.

"Dasar orang egois! Kau tidak seharusnya mengejudge orang melalui pengalamanmu saja," keluh Ushijima. Lalu, ia menunjuk ke arah penumpang lain.

"Lalu, bagaimana pandanganmu tentang Pria paruh baya yang memakai Kemeja lesu dengan pandangan sayu itu?" tanya Ushijima.

"Mungkin dia baru pulang minum-minum dengan rekan kerjanya," jawab Akashi.

"Kau yakin?" tanya lagi Ushijima.

"Ya, tidak mungkin Pria karier yang baru pulang kerja malah berpenampilan seperti itu. Dia pasti habis bersenang-senang dengan teman-temannya semalaman, makanya wajahnya lesu akibat mengantuk."

"Kalau memang kau yakin, Mengapa tidak kau tanyakan saja sendiri?" tantang Ushijima yang langsung membuat Akashi terprovokasi.

"Apa yang ingin kau jadikan taruhan kalau aku benar, Ushijima-San?" tanya Akashi yang tidak merasa ragu.

"Kau bisa memukul dahiku sebanyak dua kali, tapi aku akan melakukan sebaliknya kalau kau tebakanmu salah."

"Baik, kita lihat saja sekarang." Akashi langsung berdiri menemui Pria itu, ia terlihat sangat percaya diri pada tebakannya. Ushijima hanya menikmati dari bangku saja, ia berharap tebakannya Akashi akan salah dan bisa memenangkan taruhan itu.

***
Wah kira-kira tebakan siapa yang bakal benar ya?😱😂

STEPBROTHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang