"Dia baik-baik saja, tidak ada yang perlu dikhawatirkan." Akashi tengah berbicara dengan kedua orangtuanya melalui sambungan telepon. Sepertinya Masaomi dan istrinya telah mengetahui apa yang telah menimpa Ushijima.
"Ya, sampai jumpa Minggu depan. Semoga urusan pekerjaannya bisa lancar ya, Pa." Akashi segera menyudahi panggilannya dengan Masoami, ia memberikan kembali Handphone tersebut kepada Sekretaris pribadi Ayahnya yang sengaja datang untuk mengurus masalah administrasi Rumah Sakit.
"Bagaimana keadaannya, Pak Kenta? Apa dia sudah sadar?" tanya Akashi kepada sekretaris pribadi yang bernama Kenta itu.
"Sudah, Seijuro. Sepertinya ia sedang makan bubur sekarang, soalnya tadi Dokter menyuruhnya untuk mengisi energi sebelum makan obat dan lukanya juga tidak terlalu parah. Besok sudah diperbolehkan pulang," jelas Pak Kenta.
"Baguslah, kalau begitu sekalian kabarin Ayahnya. Walau bagaimanapun Ayah Ushijima-san harus tahu tentang keadaan anaknya," perintah Akashi yang langsung berjalan kembali ke ruangan Ushijima.
Disana, ia bisa melihat Ushijima yang tengah duduk bersandar sambil menyantap bubur yang disediakan Rumah Sakit. Dan matanya langsung membelalak saat melihat kedatangan Akashi.
"Kau sepertinya cukup nafsu dengan makanan Rumah Sakit ya, Ushijima-san." Akashi tersenyum yang hanya dibalas hembusan nafas lega oleh Ushijima.
"Baguslah kalau kau sudah kembali," tukas Ushijima yang kembali menyantap buburnya.
"Yaampun, apa hanya itu yang kau khawatirkan? Pantas saja matamu seperti mau keluar saat menatapku," ucap Akashi seraya berjalan mendekati ranjang Ushijima.
"Ya, bodohnya aku malah berkorban habis-habisan menghadapi Eijun demi mu. Hampir saja aja aku melukai tanganku sendiri," keluh Ushijima yang biasanya tiak pernah mengeluhkan apapun, bahkan saat kalah dalam pertandingan melawan Karasuno beberapa waktu yang lalu saja ia tak sedikitpun mengeluh kepada siapapun.
Akashi yang mendengarkan keluhannya itu sampai tak bisa marah, ia malahan merasa sangat berterimakasih kepada Ushijima. Dan dengan senyuman yang sangat tulus, ia memejamkan matanya dan membiarkan air matanya menetes diatas seprai rumah sakit milik Ushijima.
"Terimakasih, Oniichan. Aku benar-benar sangat bahagia bisa mengandalkanmu," ungkapnya yang tampak tersentuh dengan semua yang dilakukan Ushijima kemarin padanya. Benar-benar sesuatu yang belum pernah sedikitpun dirasakan olehnya, sebab selama ini Akashi hanya bisa hidup sebagai anak tunggal yang kesepian.
"Dasar bodoh! Kau tidak seharusnya menangis, benar-benar tidak mencerminkan dirimu yang selama ini kukenal." Ushijima mengacak-acak rambut Akashi, ia tak bisa menyembunyikan senyuman bahagianya saat mendengarkan perkataan Akashi yang menganggapnya bisa diandalkan.
Memang begitulah keinginan Ushijima, ia hanya ingin menjadi seorang kakak laki-laki yang bisa diandalkan. Jelas saja keinginannya ini bukan semata-mata hanya karena perasaan bersalahnya pada Akashi beberapa waktu lalu, tapi karena ia mulai menyadari peran dan tanggungjawab nya sebagai seorang kakak laki-laki.
"Kau benar, tidak seharusnya aku menangis. Ini benar-benar aib yang buruk," ucapnya yang langsung tertawa dan buru-buru menghapus air matanya.
"Kau itu sebenarnya adik yang imut, kalau tidak sedang marah." Ushijima terus mengacak-acak rambut Akashi, sebelum akhirnya ia singkirkan tangannya dari sana.
"Aku tidak semengerikan itu," keluhnya, lalu ia teringat akan sesuatu.
"Oh iya, aku tadi sudah menyuruh sekretaris Papa untuk menghubungi Ayahmu. Mungkin sebentar lagi dia akan datang," beritahu Akashi.
"Terimakasih," respon Ushijima.
"Tidak perlu berterimakasih padaku, kau juga berhak dikhawatirkan oleh orang lain." Akashi berjalan ke arah Sofa yang juga tersedia disana dan berbaring sejenak diatas sofa, mungkin ia sedikit agak lelah usai bergadang semalaman.
"Aku benar-benar mengantuk, kau juga harus kembali tidur sebelum nantinya Perawat datang buat memintamu minum obat." Akashi menatap langit-langit kamar dan menjadikan tangannya sebagai bantalan kepala.
"Aku tahu, aku akan tetap terjaga sampai Ayahku datang." Ushijima juga ikut berbaring dan menatap langit-langit kamar.
"Masalah Eijun, apa dia telah musnah atau bagaimana?" tanya Ushijima yang agak penasaran.
"Dia baik-baik saja, sekarang telah tertidur dialam bawah sadarku. Tapi aku akan membangunkannya saat pertandingan nanti, walau bagaimanapun aku pernah berjanji padanya. Selain itu, ia adalah pemain yang hebat dan tak pantas bagiku untuk menyia-nyiakan bakat yang dimilikinya."
"Bagaimana kalau dia buat masalah lagi?" tanya Ushijima yang agak khawatir, apalagi ia tahu kalau kondisi mental Eijun sangat buruk.
"Aku akan mengandalkanmu untuk mencegahnya membuat masalah lagi," jawab Akashi.
"Kau memang harus mengandalkanku, karena aku ini kakak laki-lakimu." Ushijima tersenyum.
"Ya, padahal dulunya kita adalah musuh dan sekarang aku harus mengakuimu sebagai kakak laki-lakiku." Akashi memejamkan matanya dan mengingat kembali apa yang terjadi padanya saat berada dibawah kendali Eijun.
"Saat itu, aku benar-benar ketakutan. Dengan beranggapan sebagai orang yang mutlak, aku sampai tidak menyadari bahwa kelemahanku adalah diriku sendiri. Aku lebih terlihat seperti bom atom yang bisa merugikan diriku sendiri ataupun orang lain, bila lepas kendali ataupun membiarkan diriku yang lain mengambil alih tubuhku." Akashi mengatur nafas sejenak, sebelum berbicara kembali.
"Dan saat melihat permainan Eijun yang hebat dan permainan basketmu yang kacau dan unik tanpa sedikitpun menyerah. Aku mulai mengerti bahwa Basket adalah permainan yang menyenangkan, aku masih bisa merasakan sensasinya meski saat itu Eijun yang bertanduk melawanmu. Aku benar-benar menyukai Basket, tak perduli nantinya aku akan kalah ataupun Menang. Aku akan tetap menyukai Basket dan tak akan merasa tertekan lagi bila sewaktu-waktu permainanku berujung kekalahan," gumam Akashi kepads Ushijima seolah ia sedang mencurahkan seluruh perasaannya tentang kecintaannya pada Basket.
"Kau memang bukan orang yang terlihat mudah melarikan diri dari masalah," puji Ushijima.
"Ya, tentu saja. Aku adalah orang yang hebat di Dunia ini," tukas Akashi yang menguap beberapa kali dan mulai tertidur di Sofa.
Ushijima yang melihat adiknya itu sudah tertidur hanya bisa menggelengkan kepalanya saja, ia tahu pasti Akashi bukan hanya lelah karena bergadang semalaman saja tapi ia juga lelah usai mengeluarkan banyak tenaga pada pertandingan kemarin.
Sementara itu, Ushijima yang merasa mulai bosan memutuskan untuk bermain handphone dengan harapan mengatasi rasa jenuhnya yang agak kesepian ditinggal tidur. Dan ia sendiri juga belum mengantuk untuk sekedar memejamkan mata.
Hingga perhatiannya tertuju pada Akashi yang terdengar mengigau untuk sesaat, seperti masalah ayam goreng waktu itu.
"Kuharap waktu tidak berlalu secepat ini, aku akan kembali kesepian lagi." Ia hanya mengucapkannya sekali, tapi mampu membuat Ushijima kepikiran terus. Entah apa yang saat ini tengah dimimpikan Akashi, tapi yang jelas mimpi yang dialaminya sekarang pastilah cerminan dari dalam pikirannya sendiri.
"Kau benar, waktu berjalan sanag cepat. Apa aku harus menegosiasikan kembali tentang beasiswa Voliku? Tapi, menetap di negeri ini takkan bisa membuatku berkembang, keputusan macam apa yang harus kuambil?" tanyanya berulangkali yang mulai merasa bimbang pada seluruh perencanaan yang telah dirancang olehnya setahun yang lalu.
***
Bagaimana menurut kalian, apa keputusan yang tepat untuk Ushijima?
KAMU SEDANG MEMBACA
STEPBROTHER
Teen FictionSemua ini berawal dari tragedi yang terjadi dalam program kamp pelatihan musim panas yang diselenggarakan oleh Akashi Masaomi untuk Tim Volly dan Basket kepada Akashi Seijuro yang merupakan putra kandungnya dan Ushijima Wakatoshi yang telah menjadi...