65

59 6 0
                                    

"Mengapa tidak mengakrabkan diri dengan keluarga Ushijima?" tanya sekretaris Kenta yang tengah menemani Akashi berjalan-jalan mengelilingi Rumah Sakit, selagi Ushijima disibukkan oleh kedatangan Ayahnya.

"Aku tidak ingin mengganggu mereka,   Ushijima-san pasti sangat ingin mempunyai banyak waktu bersama Ayahnya."

"Kau mulai bisa memahami orang lain ya, Seijuro. Mendiang Nyonya pasti bangga padamu," ucap Sekretaris Kenta yang hanya dibalas senyuman oleh Akashi.

"Aku memang seperti ini, Anda saja yang sudah lama tidak menyapaku."

"Ya, kau benar. Sudah lama aku tidak menemuimu, sejak Ayahmu memberikanku kepercayaan lebih untuk mengurus setengah manajemen perusahaan." Sekretaris Kenta mengakui kesalahannya yang sudah lama tidak pernah punya waktu untuk menemui Akashi. Padahal dulunya, ia masih ingat bahwa dirinya hanyalah seorang sekretaris yang bekerja untuk mengurusi Akashi kecil dan mengatasi masalah yang diperbuat oleh Akashi. Dan sebagai adik dari mendiang ibunya Akashi, pastilah Sekretaris Kenta mempunyai tanggungjawab yang besar untuk keponakannya itu. Ya, Akashi adalah keponakan satu-satunya yang dipunyai Sekretaris Kenta sampai detik ini.

Meskipun keduanya sering bersikap formal, tapi ia selalu menganggap Akashi sebagai bagian dari peninggalan Kakak perempuannya itu. Dia bahkan sudah menganggap Akashi sebagai anaknya sendiri. Walaupun sampai detik ini, ia tidak terlalu suka untuk mengakrabkan diri dengan Masaomi dan Akashi. Baginya, mereka berdua adalah atasan yang harus dihormati olehnya. Dan keputusan Masaomi untuk menikah lagi setelah sebelumnya menjalin hubungan singkat dengan beberapa wanita lain menjadi alasan kuat bagi Sekretaris Kenta untuk membatasi ikatan keluarga yang Pernah terjalin diantara mereka. Bisa dikatakan, baginya ikatan keluarga itu sudah lama putus sejak kepergian kakak perempuannya itu. Dia hanyalah staf yang bekerja untuk Masaomi saat ini, itulah yang dipegang erat olehnya selama ini.

"Lalu, bagaimana dengan hari ini? Apa aku mengganggu kesibukanmu, Pak Kenta?" tanya Akashi.

"Entahlah, aku hanya spontan meminta izin Ayahmu untuk mengurus masalahmu ini. Mungkin saja aku kangen denganmu," jawab Kenta yang langsung menoleh kepada Akashi. Dia bisa melihat raut wajah kecewa dari Akashi yang membuatnya bertanya-tanya.

"Kenapa, Seijuro? Apa aku salah bicara pada anda?" tanya Sekretaris Kenta.

"Aku hanya kecewa saja, tadinya aku pikir Papa yang menyuruh anda untuk membantuku."

"Kau tidak perlu  merasa kecewa seperti itu, Ayahmu itu sangat menyayangimu dibalik sikap dinginnya."

"Ya, anda benar." Akashi kembali tersenyum. Lalu ia berhenti di pinggir Koridor Rumah Sakit yang langsung terhubung ke taman, kebetulan saat itu langit sedang cerah dimana beberapa perawat tengah menemani pasien untuk menikmati udara sore di sekitaran Taman.

"Kudengar istri Anda sedang mengandung, nantinya anda sendiri ingin menjadi Ayah yang seperti apa, Tuan Kenta?" tanya Akashi yang menoleh kearah Sekretaris Kenta.

"Belum tahu, ini adalah pertama kalinya aku menjadi seorang Ayah. Mungkin saja aku akan melakukan hal yang sama dengan anakku, seperti yang selama ini kulakukan kepadamu." Pak Kenta memperbaiki kacamatanya yang turun. Sekilas, ia memang sedikit mirip dengan Midorima dalam segi fisik dan penampilan. Namun, ia sangat menyerupai Akashi dalam segi kerapian dan kharisma.

"Mungkin juga aku akan menjaganya dengan hati-hati seperti aku menjagamu dulu. Aku juga akan membacakan dongeng sebelum tidur padanya dan mengobati lututnya yang terluka karena jatuh dari sepeda. Seperti aku mengobati lututmu yang terluka karena belajar naik sepeda," sambung Sekretaris Kenta.

Akashi tersenyum puas, "Apa anda akan mengajaknya bermain Basket setiap sore?" tanya Akashi.

"Ya, kalau memang anakku memiliki minat bakat dalam bermain basket. Aku akan mendukung impian anakku sepenuhnya," jawab Kenta.

"Baguslah." Akashi terdiam sejenak, ia menikmati setiap keindahan taman yang ada di hadapannya itu sambil merasakan hembusan angin yang menari-nari disekitarnya.

"Pak Kenta!" panggil Akashi.

"Ya," sahut Sekretaris Kenta.

"Aku lupa kalau selama ini belum pernah mengucapkan terimakasih padamu, bolehkah aku memelukmu sebagai ucapan terimakasihku yang tulus?" tanya Akashi.

"Ya," jawab Sekretaris Kenta tanpa mempertanyakan apapun pada Akashi, ia bahkan bersikap tenang dengan melebarkan tangannya untuk membiarkan Akashi memeluknya. Walau bagaimanapun ia sudah menganggap Akashi sebagai anaknya sendiri. Apalagi ia sudah menjaga keponakannya itu sejak usianya kepala dua beberapa tahun yang lalu, pastilah ia mempunyai kerinduan yang mendalam pada keponakannya yang sudah tumbuh besar ini.

"Terimakasih," ucap Akashi, ia berusaha untuk menurunkan egonya sendiri, sebab tak ada salahnya juga mengucapkan rasa syukur dirinya kepada orang lain dengan ucapan terimakasih.

Sekretaris Kenta tersenyum, "Sudah kuduga kalau Anda sangat merindukanku, entah itu sebagai seorang paman atau sekretaris dari keluarga Anda."

Akashi menggenggam erat kemeja Kenta dari belakang sampai membuat pakaiannya menjadi kusut, "Tidak tahu, aku hanya merasa betapa beruntungnya diriku kalau bisa menjadi anakmu."

"Anakku?" tanya Sekretaris Kenta.

Akashi melepaskan pelukannya, ia masih tersenyum dan sedikit melangkah mundur. " Ya, biasanya aku selalu berandai-andai seperti itu setiapkali Papa membuatku kecewa."

"Berarti aku hanyalah pelampiasan dari rasa sakit hatimu, kau benar-benar mirip ibumu saja." Sekretaris Kenta hampir saja merasa ketipu kalau dirinya se-berharga itu dimata Akashi.

"Baguslah kalau memang aku lebih mirip Mama, aku tidak ingin disandingkan terus dengan Papa seolah-olah aku adalah pantulan kaca darinya." Akashi malah terlihat bangga, ia tampak merasa jenuh bila dibayang-bayangi oleh keberadaan Ayahnya.

Bahkan saat ia menjuarai Basket bersama tim-nya saja, orang masih terus menganggapnya hebat seperti Ayahnya. Padahal, sudah jelas-jelas ia mewarisi kemampuan basket dari Ibunya yang memang sangat senang dengan segala sesuatu yang berhubungan pada Basket.

"Jadi, bagaimana permainan Basketmu sekarang? Apa sudah lebih hebat dari sebelumnya?" tanya Sekretaris Kenta yang berusaha mengalihkan pembicaraan. Alasannya itu cukup sederhana, ia tak ingin membahas segala sesuatu yang berhubungan dengan perasaanku. Dia hanya ingin tetap mempertahankan kesadarannya bahwa ia masihlah seorang bawahan yang bekerja untuk Masoami.

"Sudah lebih baik dari sebelumnya, " jawabnya.

"Dengan keadaan seperti ini?" tanyanya yang seolah menunjuk kepada mata Akashi.

"Ya, bakatku -" sebuah panggilan telepon langsung menghentikan perkataan Akashi. Ia langsung mengangkat panggilan tersebut tanpa Loud speaker dan sedikit berjalan jauh dari Sekretaris Kenta.

Sementara itu, sekretaris Kenta hanya berdiri disana sambil menatap langit yang indah di atas sana. Sejenak ia masih bisa merasakan bau Akashi yang sangat mirip dengan mendiang kakak perempuannya. Belum lagi, pelukan itu memaksanya untuk mengingat kembali pelukan yang dulu diberikan sang kakak saat kecil.

Tanpa sekalipun ia berprasangka mengenai ucapannya yang bisa saja melukai perasaan Akashi, atau lebih tepatnya ia sudah hafal betul kepribadian Akashi yang sama sekali tidak membuatnya berpikir ulang untuk mengatakan apapun.

****
Author rasa begitulah gambaran mengenai pamannya Akashi ya guys.

STEPBROTHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang