44

90 9 0
                                    

Akashi kembali berjalan menyusuri area Universitas, ia mengamati sekelilingnya dengan mengandalkan days ingatnya saja karena berhubung handphonenya ketinggalan pagi tadi.

Untungnya ia tak kesulitan menemukan keberadaan gedung Olahraga tua di Universitas. Gedungnya memang masih bagus, tapi tidak sebagus gedung olahraga yang sebelumnya ditunjukkan oleh Mayuzumi.

Dan didepan pintu gedung itu, ia bisa melihat jelas ada Mayuzumi dan Rei yang sedang menunggu Akashi. Lebih tepatnya mereka berhasil mengkonfirmasi pertemuan tersebut dengan Akashi karena Inisiatif Akashi yang terlebih dahulu menghubungi Mayuzumi melalui telepon yang dipinjam Akashi sebelumnya.

"Kau selalu saja kebiasaan terlambat," keluh Mayuzumi.

"Jangan mengeluh, Senpai. Aku juga tidak pernah berjanji akan datang tepat waktu sebelumnya." Akashi sama sekali tidak perduli dengan apa yang dikeluhkan Mayuzumi, ia lalu menatap kearah Rei yang sepertinya baru usai latihan Judo dengan seraga Judo yang telah dibangkitkan keringat.

"Apa anda baru saja selesai latihan, Rei-San?" tanya Akashi.

"Ya, tapi ia meminta izin untuk bisa melatih mu hari ini. Berterimakasihlah padanya, Akashi."

"Terimakasih, saya akan menghargai latihan apapun yang anda berikan kepada saya.Lagipula, Saya adalah pemain basket terbaik di Jepang dan anda tidak perlu merasa rugi untuk membuang waktu demi saya." Akashi tersenyum, ia adalah orang yang sangat dipenuhi kepercayaan diri.

"Saya akan senang hati berbagi ilmu dan pengalaman denganmu, kalau begitu bisa kita masuk kedalam? Kebetulan gedung ini sedang tidak dipakai hari ini, jadi kita bisa menggunakannya sepuas mungkin."

"Kalian duluan saja masuk, biar aku belikan minuman untuk kalian." Mayuzumi langsung berjalan dan berbisik pelan ditelinga Akashi, "Ikuti saja perkataannya, Rei. Tolong turunkan sedikit sikap aroganmu, Akashi."

"Aku tahu, Mayuzumi-Senpai. Tenang saja, aku bukan Akashi yang dulu." Akashi berbisik pelan dan mulai mengikuti langkah Rei yang tampak tidak kesulitan berjalan sama sekali.

Didalam gedung olahraga tersebut, ia bisa melihat beberapa alat olahraga dari beberapa klub tersusun sangat rapi, bahkan ada juga keranjang bola basket yang diletak di sudut lapangan dan keranjang pemukul Baseball yang juga berada disebelah keranjangnya Bola Basket.

"Semenjak ada gedung baru, gedung ini hanyalah tempat penyimpanan barang-barang bekas para anggota klub saja. Walaupun tak jarang sering digunakan sebagai tempat latihan beberapa klub yang memiliki anggota berlebih juga sih, " beritahu Rei.

"Rei-San, sebenarnya apa yang ingin kau ajarkan padaku? Bisa langsung kita mulai saja, soalnya aku tak ingin kita membuang waktu terlalu banyak. Bukannya aku tak senang mengenalmu, tapi kau juga pastinya punya kesibukan lain yang harus kau kerjakan dan sama halnya denganku yang harus bersiap-siap untuk belajar selepas ini."

"Baiklah, kalau memang itu yang kau mau. " Rei tesenyum, lalu menggunakan tongkatnya untuk membantu berjalan menuju area bola basket. Tentunya ia tak lupa juga meraba-raba dengan sebelah tangannya yang lain. 

Akashi hanya mengikuti langkah Rei saja, ia tak membantu ataupun mengkritik apa yang saat ini dilakukan Rei. Hingga akhirnya Rei berhasil mencapai keranjang Basket dan melemparkan bolanya kepada Akashi yang langsung ditangkap dengan mudah oleh Akashi.

"Kau tahu indera pendengaran yang dimiliki oleh kaum tunanetra sepertiku jauh lebih peka dibandingkan orang normal pada umumnya. Kami sudah terbiasa untuk beradaptasi dalam memproses suara secara berbeda untuk menggantikan kemampuan pengelihatan kami yang hilang. "

"Lalu?" tanya Akashi. "Apa yang sebenarnya ingin kau ajarkan? Aku bukanlah penyandang tunanetra sepertimu, aku masih bisa melihat Rei-San."

"Benarkah? Bukankah sekarang mata kananku adalah kelemahanmu, kau pasti sangat kesulitan bila seorang lawan bermain basket di sebelah kananmu karena posisi tersebut menjadi titik buta bagimu. Apa aku benar, Akashi?" tanya Rei yang masih tetap tersenyum ramah.

STEPBROTHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang