74

58 9 1
                                    

Ushijima membuang beberapa tisu yang dipakainya ke keranjang sampah yang ada di bawah meja belajar. Lalu, ia menyandarkan dirinya di dinding dan  menghadapkan tubuhnya kearah Akashi, seraya memainkan miniatur jam pasir dari atas meja.

"Kalau kau janji tetap tenang, aku akan memberitahumu."

"Baik," jawab Akashi.

"Dan kau juga tidak boleh keluar dari kamar ini sampai aku selesai berbicara," pinta Ushijima yang mengungkapkan Permintaannya.

"Oke, aku janji." Akashi mengangguk setuju, ia tak punya pilihan juga untuk menolak permintaan Ushijima.

"Baiklah, aku akan berterus-terang padamu berdasarkan apa yang disampaikan Pak Keita padaku." Ushijima mencoba mengumpulkan tekadnya untuk memilih kata yang tepat buat disampaikan. Soalnya omongan Sekretaris Keita jauh lebih pedas dibandingkan dirinya selama ini.

"Tanyakan apa yang memang ingin kau tanyakan, lebih baik seperti itu saja." Ushijima mulai menyerah, ia sendiri bingung untuk memulai memberitahukannya pada Akashi. Dia tidak bisa bersikap blak-blakan  seperti dirinya yang dulu lagi, kalau sudah berhubungan dengan Akashi.

"Kalau memang itu yang kau mau, kalau begitu siapa itu Yuki dan apa yang sebenarnya terjadi padanya?" tanya Akashi yang sebenernya sudah tahu sedikit dari buku catatan ibunya, tapi ia perlu meyakinkan kembali isi pikirannya itu berdasarkan fakta dari mulut Ushijima.

"Dia itu kakak laki-lakimu, Akashi. Umurnya tiga tahun diatasmu dan berada satu tahun lebih tua dariku,"jawab Ushijima yang kembali memilah kata yang tepat untuk disampaikannya.

"Pak Keita bilang kalau Yuki-san mengalami kecelakaan saat kecil. Saingan Ayahmu menggunakan cara licik untuk memenangkan persaingan saat itu, ia sengaja memasukkan banyak gas berbahaya yang ilegal kedalam mobil Ayahmu. Tapi sayangnya ia tidak sadar kalau Yuki dan Baby sitter nya yang berada didalam mobil, sedangkan orang tuamu sedang membeli beberapa snack di Supermarket. Untungnya Yuki selamat atas perlindungan yang diberikan oleh pengorbanan Baby sitter nya." Ushijima berhenti, ia memastikan terlebih dahulu keadaan Akashi yang untungnya masih baik-baik saja.

"Lalu, apa yang kau ketahui lagi?" tanya Akashi yang agak lebih pendiam, tapi masih cukup stabil bagi Ushijima.

"Yuki memang selamat, tapi dia kritis. Dan seluruh organ tubuhnya tidak lagi berfungsi sama sekali, ia hanya mengandalkan mesin rumah sakit untuk membantunya tetap hidup." Ushijima kembali terdiam, ia melihat Akashi seperti ingin mengatakan sesuatu.

"Dan sejak saat itu, mereka berencana mempunyai anak untuk menggantikan semua organ dari Yuki?" tanya Akashi. Entah bagaimana perasaannya saat ini, sampai membuatnya enggan memanggil Yuki dengan sopan.

"Ya, Kau sengaja terlahir di Dunia ini untuk menjadi Penyelamat buat Yuki-san. Beruntungnya seluruh organmu benar-benar cocok dengan Yuki, kau benar-benar membuat semua orang bahagia dan memiliki harapan baru untuk bisa hidup. Tapi sayangnya ibumu merasa kasian padamu, sepertinya ia terlalu menyayangimu dan memutuskan untuk menolak seluruh operasi pencangkokan organ yang sudah lama direncanakan. Setelah itu, kau pasti sudah tahu apa yang terjadi pada keluargamu. Soalnya Pak Keita bilang kalau kau sudah membaca buku catatan ibumu," jelas Ushijima secara detail.

"Lalu, apa lagi yang tidak kuketahui dari buku catatan itu?" tanya Akashi.

"Kalian tidak saling mengenal satu sama lain. Oleh karena itu, Pak Keita bilang agar kau berhenti mencari tahu mengenai dirinya lagi dan hiduplah bahagia selamanya." Ushijima meletakkan Jam pasir kembali ke atas meja.

"Akashi, Pak Keita sama sekali tidak memberitahuku tentang keberadaannya. Tapi aku rasa semua yang dikatakan Pak Keita itu benar, kau harus melupakannya. Kalau kau merasa marah dan benci padanya, kau bisa melampiaskannya padaku."

Akashi tersenyum, "Kenapa juga aku harus melampiaskannya padamu, Ushijima-San? Dan kenapa juga kau berpikiran bahwa aku marah padanya."

"Memangnya apa yang ingin kau lakukan kalau bertemu dengannya? Kau selalu saja menanyakan keberadaannya sejak tadi, bagaimana aku bisa memastikan bahwa kau tidak akan berbuat bodoh? Makanya aku ingin kau melampiaskan seluruh kebencianmu padaku saja," ungkap Ushijima.

"Aku hanya ingin melihat, bagaimana keadaan seorang anak yang dicintai semua keluarganya." Akashi tersenyum, ia tak ingin menangis lagi kali ini.

"Selama ini aku terpaksa menjalani kehidupan tanpa dicintai oleh keluarganya sendiri. Aku harus menghabiskan semua kesedihanku dengan bermain basket, belajar, bermain catur dan Piano, menunggangi kuda dan -" Akashi menundukkan kepalanya, ia genggam erat kedua tangannya.

Ushijima-san!" panggil Akashi seraya berdiri dengan wajah yang jauh lebih serius dan dingin.

"Terimakasih sudah mendengarkan keluhanku, aku rasa ini adalah kali terakhirnya aku bersikap rapuh dihadapanmu."

Ushijima tidak lagi bersandar, ia berdiri tegak dan mulai ikut memperlihatkan wajah seriusnya. Tapi, ia tak berniat mengatakan apapun. Cukup telinga saja yang mewakilkan seluruh perhatiannya pada Akashi.

"Dan untuk pertamakalinya, bolehkah aku meminta bantuanmu?" tanya Akashi. Ushijima tak menolak ataupun menyetujui, ia hanya mengamati Akashi dan tidak memberikan reaksi apapun.

"Kau hanya diam saja, Ushijiman-san. Maka aku anggap kau setuju," tukas Akashi yang berusaha tersenyum dan malah menunjukkan ekspresi yang aneh dengan senyuman terpaksanya itu. Dan kalau dipikir-pikir sih memang benar yang dikatakan Akashi, selama ini Akashi tidak pernah sekalipun meminta bantuan Ushijima. Malahan Ushijima saja yang selalu ada membantunya tanpa pernah diminta oleh kapten Rakuzan itu.

"Memangnya apa yang harus kubantu?" tanya Ushijima.

"Kau harus menemaniku weekend nanti ke Osaka, sepertinya aku harus memastikan sesuatu tentangnya."

Ushijima merasa kaget tatkala mendengarkannya, tapi ia mencoba tetap tenang untuk mengorek lebih dalam apa yang saat ini dipikirkan Akashi.

"Kau tidak ingin kan aku mengadu pada Ayahmu, makanya kau mengajakku ikut denganmu?" tanya Ushijima yang langsung paham tujuan Akashi memintanya untuk ikut.

Akashi mengangguk, "Ya, alasan keduaku adalah mencegahmu mengadu pada Papa. Tapi bukan hanya itu saja, alasan utamaku mengajakmu adalah karena aku ingin kau menghentikanku nantinya saat aku berbuat kasar dan emosional. Kau  paling pandai mengontrol emosi dari seluruh orang yang kukenal, jadi aku mempercayaimu sepenuhnya."

"Lalu, apa yang ingin kau lakukan setelahnya? Apa yang sebenarnya ingin kau harapkan, bila kau bisa melihat Yuki-san secara langsung?" tanya Ushijima.

"Tidak tahu, itulah kenapa aku harus memastikannya. Aku hanya butuh satu alasan sederhana yang membuatku pantas memaafkan kehadiranku di Dunia ini," jawab Akashi yang mulai mengendurkan ketegangan di raut wajahnya. Ia mengambil Jaket Ushijima kembali dan melemparkannya pada Ushijima.

"Mari sarapan! Kita tidak boleh telat ke Sekolah Hari ini, anggap saja Kemarin tidak terjadi apa-apa. Kau juga harus menyiapkanku bekal untuk hari ini, Ushijima-San." Akashi berjalan keluar dari pintu duluan, Ushijima tersenyum tatkala menatap punggung Akashi.

Dia hanya bisa geleng-geleng kepala saja, kepribadian Akashi yang unik membuat adrenalin dan emosinya naik turun setiap saat. Hingga membuatnya bertanya-tanya mengenai betapa menyeramkannya memiliki tanggungjawab sebagai seorang kakak laki-laki.

"Akashi! Aku punya kejutan untukmu," teriak Ushijima yang langsung mengambil penghapus papan tulis dari meja dengan niat yang jahil.

Dengan langkah yang cepat, ia malah seenaknya menempelkan penghapus yang telah berwarna hitam itu diwajah Akashi. Lalu, ia berlari sekencang-kencangnya dengan harapan Akashi akan mengejarnya. Benar saja dugaan Ushijima, tak butuh seperkian detik saja Akashi langsung mengejar Ushijima dengan wajah kesal.

"Aku akan membalasmu, Ushijima-San!" teriak Akashi yang tengah menggenggam erat Penghapus itu. Ushijima hanya tertawa dan berlari sekencang-kencangnya guna menghindari pengejaran Akashi. Kini, rumah mewah itu jadi arena kejar-kejaran keduanya.

STEPBROTHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang