93

75 5 0
                                    

Ushijima tengah sibuk mempersiapkan diri di hari kelulusan dibangku SMA untuk kepindahannya melanjutkan Voli Professional dengan  beasiswa kuliah di US. Dia terlihat sedang membereskan barang-barangnya dikamar asrama, seolah ia sudah tak punya alasan lagi untuk terkekang dan bertahan di Tokyo sejak kematian keluarganya lima bulan yang lalu.

Dengan penuh ketenangan, ia mengosongkan seluruh isi lemari dikamar. Padahal saat ini adalah hari perpisahan SMA kelas 3 Shiratorizowa. Tapi ia malahan memilih meninggalkan aula terlebih dahulu dan menghabiskan waktu diasrama.

Hingga tiba-tiba suara langkah kaki berlari menghampiri kamar asrama Ushijima dengan terburu-buru dan sedikit kesal. Ia langsung memeluk Ushijima dari belakang dengan nafas yang tersengal-sengal.

"Kau seharusnya tidak meninggalkan aula secepat ini! Kau juga tidak pernah memberitahukanku apapun tentang keputusanmu untuk melanjutkan karirmu di US.Apa aku tidak sepenting itu bagimu? Aku sudah lama menyukaimu, bisakah kau tidak meninggalkanku sendirian di sini?"  Hana berteriak kesal kepada Ushijima dengan harapan bahwa Pemuda itu akan menerima pernyataan cintanya dan membatalkan niatnya untuk pergi ke Amerika Serikat.

Namun kenyataannya Ushijima langsung melepaskan pelukan Hana dari tubuhnya dan mundur selangkah untuk memberikan jarak diantara mereka.

"Kau itu adalah temanku, kau cukup berharga bagiku. Tapi, kau bukanlah satu-satunya alasan yang cukup untuk menahanku disini. Hana, aku tidak bisa menerima pernyataan cintamu. Aku hanya menganggapmu sebagai teman." Ushijima menepuk-nepuk pelan kepala Hana dengan lembut.

"Tapi, kau selalu baik padaku. Kita juga selalu dekat, apalagi selama lima bulan terakhir ini. Apa aku benar-benar tidak ada dihatimu?" tanya Hana lagi dengan ragu.

Ushuijima mengangguk, "Ya. Aku tidak punya alasan untuk jatuh cinta saat ini.Aku juga tidak punya alasan apapun lagi untuk mempercayai orang lain. Lagipula, aku tidak memintamu untuk perhatian padaku selama lima bulan terakhir ini. Maaf, Hana. Tapi kau tidak ada dalam daftar list keinginanku sampai detik ini."

Ushijima menutup pintu lemarinya yang sudah kosong. Lalu, ia mendorong kopernya dan berjalan meninggalkan kamar asrama tanpa beban sama sekali.

Hingga langkahnya terhenti saat Hana berteriak kepada Ushijima, "Lalu, kalau seandainya Adik tirimu memintamu untuk tidak pergi ke Amerika. Apa kau akan tetap pergi? Kalau seandainya Akashi Seijuro memintamu untuk mati, apa kau juga akan mati?"

"Jika dia bukan penyebab kematian keluargaku, aku akan menurutinya." Ushijima mencoba menahan kemarahannya dan kembali berjalan pergi dan meninggalkan Hana yang menangis dibelakang.

Sementara itu disisi lain, Akashi mulai tersadar disebuah ranjang rumah sakit dengan lemas. Bagian sisi kiri perutnya diperban oleh kasa putih dan bekas jahitan yang menjadi penanda bahwa Operasi donor ginjal berhasil dilakukan.

Akashi bisa merasakan nyeri dibagian area perutnya usai menjalani operasi, apalagi efek biusnya mulai sedikit menghilang. Tapi bukan itu yang membuatnya ingin menangis saat ini, melainkan bayangan kelam bahwa ia takkan bisa bermain Basket lagi.

"Kau sudah siuman?" tanya Sekretaris Kenta yang memasuki ruangan Akashi.

"Ya, Paman. Apa maumu lagi?" tanya balik Akashi yang berusaha menekan emosi didalam benaknya..Dia masih bersikeras menunjukkan wajah kebenciannya dan tegarnya disaat yang bersamaan.

"Ayahmu minta agar kau segera mengundurkan diri dari klub Basket Rakuzan. Kau lebih baik fokus saja untuk belajar dan menjadi pewaris keluarga Akashi." Sekretaris Kenta sudah berdiri disebelah ranjangnya.

Akashi jelas tidak suka mendengarkan permintaan yang menjengkelkan itu, ia menatap tajam kepada Sekretaris Kenta."Tidak, Paman. Aku tidak akan mengundurkan diri dari Basket."

"Kau pikir keadaanmu yang hanya memiliki satu ginjal bisa bermain basket secara maksimal lagi sekarang? Justru kau akan diletak di bangku cadangan, kau tahu seberapa memalukannya itu bagi keluarga Akashi? Seijuro, kau tidak bisa mempertahankan sesuatu yang sudah bukan tempatmu lagi. Kau tidak boleh mempermalukan dirimu sendiri."

Akashi hanya diam saja. Jelas sekali dia marah dengan perkataan sekretaris Kenta barusan, tapi ia memilih kembali diam kali ini. Ia hanya menatap langit-langit kamar rumah sakit dan mencengkeram erat seprai ranjang untuk menekan kemarahan dalam dirinya.

Sekretaris Kenta menghela nafas, "Kau itu sudah bukan Kapten Rakuzan lagi, Seijuro. Lebih baik tinggalkan saja Basket dan fokus untuk studimu kali ini. Jangan lupa fokus juga dengan kesehatanmu, karena kau juga perlu mendonorkan organ sumsum tulang belakang atau apapun yang mungkin dibutuhkan oleh Yuki lagi nanti."

Sekretaris Kenta langsung pergi meninggalkan kamar Akashi tanpa repot-repot menunggu respon Akashi. Sementara itu, Akashi masih membisu diatas ranjang dan tak mengalihkan pandangannya dari menatap langit-langit atap kamar Rumah Sakit.

Akashi tidak bisa menyembunyikan perasaan depresi dan tekanan dalam dirinya saat ini. Apalagi pertandingan interhigh akan segera berlangsung sebentar lagi. Dia tak mungkin mau meninggalkan Basket, tapi keadaannya saat ini memang benar-benar tidak memungkinkan untuk Akashi bisa bermain optimal dan menjadi pemain paling ditakuti seperti dahulu.

Hingga perlahan-lahan mulai timbullah keraguan dan kebencian yang memuncak didalam dirinya. Dan tanpa sadar, hatinya mulai diselimuti oleh kegelapan kembali yang mungkin jauh lebih parah dibandingkan Akashi Seijuro sebelumnya. Dimana seluruh kepribadian ganda Akashi mulai melebur menjadi satu kepribadian yang jauh lebih gelap, hitam dan kuat. Dan kini, kepribadian superior itu mulai mengambil alih kepribadian asli Akashi secara agresif dan dominan.

Akashi mulai tersenyum puas secara tiba-tiba. Aura didalam ruangan menjadi lebih dingin dan mencekam dan iris bola mata Akashi juga mulai berganti warna menjadi warna hitam legam dengan suaranya yang lebih berat dan serak. Dan rambutnya juga bewarna hitam legam.

"Kau memang pecundang, Akashi Seijuro! Kau terlalu bodoh. Tapi tidak apa-apa, biarkan aku memperbaiki segalanya untukmu. Kita akan menaklukkan dunia ini dengan caraku. Aku janji akan memenangkan Kejuaraan Interhigh untukmu, Seijuro. Kita juga tidak butuh Anggota Rakuzan yang bodoh itu, kita cukup bermain sendiri dan memenangkan piala sederhana yang sangat kau impikan itu." Akashi seolah-olah berbicara pada dirinya sendiri. Lalu, ia mulai bangkit dari ranjang tanpa merasakan lemas atau kesakitan lagi.

Akashi berjalan kearah Jendela dan menatap dirinya yang masih mengenakan pakaian rumah sakit. Dia tersenyum puas dengan dirinya sendiri, sambil melepaskan eyes patch di mata kanannya. Lalu, ia berjalan keluar ruangan dengan langkah yang agak sedikit tertatih-tatih dan menikmati semua rasa sakit di tubuhnya saat ini. Dia terus menyusuri koridor rumah sakit dan menatap tajam ke sekeliling orang yang dilewatinya.

Hingga matanya tertuju pada seorang remaja laki-laki SMP yang sedang memeluk bola basket didalam ruangan kamarnya. Akashi langsung berjalan masuk kedalam ruangan itu sambil tersenyum kepadanya.

"Apa kau juga pemain Basket? Siapa Namamu?" tanya Akashi yang sudah memiliki berbagai niat jahat didalam hatinya.

Ya, Namaku adalah Neon. Aku sangat mencintai Basket, tapi aku cedera kaki pada pertandingan Minggu lalu dan harus dirawat inap disini sekarang." Anak laki-laki bernama Neon itu tampak bersemangat menunjukkan kecintaannya kepada Basket. Dimana tampaknya jawaban Neon membuat Akashi tersenyum geli saat ini.

"Mau kutunjukan permainan basket yang lebih menyenangkan padamu? Mungkin saja kau akan semakin cinta dengan Basket."

"Tentu, aku mau!" jawab Neon yang masih bersemangat sambil memberikan Bola Basketnya kepada Akashi.

Akashi hanya mengangguk dan mengambil bola itu dari genggaman Neon. Lalu, ia langsung mendribble bola dengan tatapan penuh keji dan haus akan kebencian saat ini. Dan, tanpa mengatakan apapun. Akashi langsung melemparkan bola ke wajah Neon dengan penuh kekuatan. Dimana Bola itu terus dilemparkan ke wajahnya berkali-kali dan membuat Neon menjerit kesakitan.

Namun Akashi hanya tertawa saja dan kembali melemparkan Bola kewajahnya, seolah-olah Wajah Neon adalah ring yang akan menghasilkan angka saat ini. Hingga pada lemparan bola terakhir, Bola dari lemparan Akashi berhasil merusak hidung dari Neon dalam kedipan mata dan membuat beberapa suster langsung berlari masuk ke kamar Neon.

STEPBROTHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang