54. Gonza: Sunsets

452 46 14
                                    

Sunsets proof that endings can be beautiful.

***

Tidak ada yang bisa Juyeon lakukan selain menunggu Changmin agar mau berbicara kembali padanya. Setelah merutuki kebodohannya, ia hanyalah cangkang kosong tanpa pemilik. Bodoh karena ia tidak menjelaskan status pernikahan sebelumnya pada Changmin, pemilik rumah mewah dengan pagar sekokoh benteng untuk ia tembus. Hidupnya kacau pada saat Changmin menjauh.

Keseharian Juyeon sibuk mengurus resort dan menunggu di depan klinik Changmin. Ia akan menunggu sampai Changmin keluar dari klinik menuju flat-nya, sesekali akan pergi keluar untuk membeli makan sebelum pulang. Yang ia lakukan mungkin seperti seorang stalker, namun hanya ini yang bisa ia lakukan untuk menjaga Changmin dari jauh.

Changmin pasti butuh waktu, ia saja yang brengsek sudah menyakitinya berkali-kali.

Bukan berarti ia ingin menyembunyikannya, hanya saja ia tidak memiliki waktu untuk menjelaskannya. Ia tidak bisa begitu saja berbicara mengenai mantan suaminya dan putra kecilnya. Hatinya selalu memanas setiap mengingat masa lalu, dan ia belum siap membuka lama pada masa depannya. Kh, masa depan, ya. Seolah-olah Changmin mau saja kembali padanya.

Walaupun harapannya tipis, Juyeon ingin berjuang.

Seperti sekarang ini ia mendatangi flat Changmin di minggu pagi, saat klinik tutup dan kafe di sebelahnya belum buka. Ia berdiri ragu untuk menekan bel.

Kilas kenangannya bersama Changmin berputar. Saat Changmin datang mengetuk hatinya, ada penolakan di awal karena ia sendiri takut memulai hubungan. Dengan kelincahannya merusak otak dan hati, Changmin seperti seorang manipulator pengendali marionette. Semua hal yang terucap dari bibir lembut Changmin tidak akan bisa ia tolak. Siapa pula yang mendorongnya untuk bangkit setiap kali ia terjatuh, itu Changmin.

Saking terbiasa dengan kehadiran Changmin, Juyeon tidak menginginkannya pergi. Baik ia maupun Changmin, ia tidak ingin ada yang akan pergi dari hubungan yang baru saja terlihat rancangan bangunannya. Jika salah satu tidak ada, maka pondasi tidak bisa dibangun. Maka hal itulah alasan Juyeon ingin meminta hati Changmin sekali lagi dengan kesungguhan dan kemantapan hati.

Sesungguhnya Juyeon adalah pribadi yang bodoh karena otaknya tidak bisa berpikir dengan lancar jika itu menyangkut Changmin. Ia tidak punya kuasa untuk berada di samping Changmin karena hubungan mereka merenggang.

Setelah semua hal pengecut terlewat, Juyeon bisa lihat dengan jelas keinginan Changmin yang ingin berada di sampingnya terus. Seperti saat ia melamar Changmin, memintanya agar makan 3x sehari di rumahnya. Saat itu ia setengah sadar, ia tidak ingin ditinggalkan. Namun, kekonyolannya itu juga yang membuatnya ditolak. Changmin ingin hatinya yang berbicara secara sadar. Keinginan Changmin adalah keinginannya juga. Ia bisa memulihkan hubungan mereka, cinta yang ia mantapkan setelah ditinggal lagi. Tidak mau menyesal untuk kedua kalinya, ia akhirnya memencet bel flat Changmin dan akan meminta hatinya.

Tidak lama setelah itu pintu terbuka, menampilkan sang pujaan hati dengan mata bulat dan wajah terkejut. Tentu saja, siapa yang tidak akan terkejut jika mendapat tamu sepagi ini tanpa pemberitahuan pula.

"Halo," sapa Juyeon. Ia ukir senyum sebaik mungkin. Padahal tanpa perintah otaknya pun bibirnya sudah menyunggingkan senyum, rindu sekali melihat wajah manis Changmin. "Apa kabar, Changmin?"

"Kak—"

"Aku boleh masuk, nggak?" Juyeon memotong Changmin yang baru saja memanggilnya. Anggukan tipis ia terima. Langkahnya yang pelan mengikuti sang tuan rumah masuk ke dalam. Pandangannya memendar ke seluruh ruangan, suasana hangat ini dan harumnya yang lembut membuatnya merindu. Ditambah Changmin di dalam dekapannya. Begitu pintu tertutup, ia beranikan diri memeluk Changmin dari belakang. Wanginya seperti bau sabun mandi bayi, lucu sekali. "Aku kangen kamu."

Romantica | jukyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang