50. Julemot

877 75 31
                                    


"Julemot! Julemot!"

Sebuah teriakan mengasal ditengah-tengah ramainya kantin. Bukan asal, sih. Palingan kang omel, pikir yang merasa dipanggil. Nama panggilan itu sepertinya sudah sangat melekat, menjadi satu dan menjadi sifatnya yang sedikit lebih lemot dibanding orang lain. Sering sekali membela diri sendiri bahwa dirinya bukannya lemot, tapi dunia yang terlalu cepat baginya. Hal tersebut pun dibenarkan oleh beberapa fans nya yang sama-sama berasal dari kalangan mahasiswa. Memuja fisik maupun kepandaian si kapten basket kampus. Herannya adalah, semuanya lemot kecuali basket.

"Juyeon! Kok malah nyantai di pujas, sih!"

"Masih makan."

Jawaban santai membuat laki-laki yang baru datang kesal sekali. Kepalanya seperti mendidih seketika. Sedari tadi dia sibuk berkeliling mencari si kapten basket yang entah keberadaannya sangat sulit untuk ditemukan. Kesalnya lagi adalah ketika mencoba menghubungi ponselnya tak ada balasan, yang ternyata ponselnya ditinggal di tinggal di dalam ruangan ukm. Apa gunanya punya ponsel kalau suka tak membawanya kemana-mana? Bukan masalah si kapten yang tak butuh bertukar pesan atau bersosialisasi. Tapi, bagaimana jika ada yang membutuhkannya? Seperti sekarang ini.

"Kamu nggak inget apa hari ini ada kompetisi?! Tim udah mau berangkat! Dan, kamu malah nyantai di kantin?!"

Si kapten tersenyum, "Jangan marah-marah... aku udah selesai makan ini."

Entah sudah berapa lama Juyeon makan di pujasera, karena tadi sudah berpamitan dengan anggota lebih dari satu jam yang lalu. Entah memang makannya yang terlampau lama, atau sifat baik hatinya yang akan berhenti dan menyapa setiap kali dipalnggil oleh penggemarnya. Tak terhitung berapa kali dia harus mengalami hal tersebut setiap akan pulang dari kampus bersama si bintang kampus. Keberadaannya yang sekedar teman satu kos tiba-tiba berubah menjadi seorang manajer. Memastikan tepat waktu dan tak perlu ada tarikan secara halus ataupun adegan seret-menyeret.

Sebenarnya Juyeon itu suka terlambat karena persiapan kuliahnya lebih lama. Seperti suka mengerjakan tugas kebut semalam yang berakhir dengan bergadang, lalu pastinya menjadi susah bangun. Menjadi manajer dadakan tugasnya adalah menarik Juyeon tanpa ampun ketika susah dibangunkan.

Dan, yang paling parah adalah ketika dia marah-marah pasti cuma senyum manis dan menyuruhnya tetap sabar dan jangan marah-marah. Dengan kepala bersungut dia melajukan motor dan membonceng Juyeon yang notabene lebih besar darinya.

"Jangan ngebut-ngebut, ihh... bahaya tau. Sini gantian aku aja yang bawa motor."

"Tambah lamaaa!"

Kadang, dia ingin tahu apa yang ada di pikiran Juyeon. Diajak bicara saja harus menunggu beberapa detik baru mendapat reaksi. Dan, karena dia tak sabaran, dia suka menyela.

"Bos... ikut, yuk?" pinta si kapten ketika mereka sampai di parkiran ukm. Untung saja perjalanan dari pujasera menuju parkiran ukm tak terlalu jauh. Dan, yang lebih untung lagi adalah dia sendiri yang menyeret Juyeon. Bahaya sekali tadi ada kucing liar yang mengeong dari setelah keluar pujasera. Kebiasaan Juyeon suka membalas meongan dan akan membelai bulu-bulunya.

"Nggak. Dikira aku nggak sibuk apa?"

"Kamu kan emang nggak sibuk," balasnya datar. Tak memedulikan teriakan dari anggotanya yang sudah berada di dalam bus, Juyeon masih menunggu manajernya. "Kasih semangat dong. Takut nggak bisa gerak habis makan."

Alasan. Dia tahu bagaimana Juyeon selalu bisa memberikan seribu alasan ketika dirinya mengelak. Tak mungkin si kapten itu susah bergerak. Malah bisa dibilang, Juyeon itu sangat bersinar ketika di lapangan. Kebanyakan hiperbola sepertinya karena melebih-lebihkan Juyeon yang kesehariannya terlampau santai dan lebih lama mencerna kalimat, yang akan berubah menjadi si kapten yang berkharisma. Tak ada panggilan julemot yang sering terlontar dari mulutnya maupun teman-temannya. Yang ada hanyalah ju-star, alias si bintang basket.

Romantica | jukyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang