11. Bukan Om Ryan

7.2K 626 5
                                    

Kayla memerhatikan suaminya yang masih tertidur dengan pulas. Bibir miliknya tidak pernah berhenti tersenyum jika menatap wajah Elbara.

Suaminya Kayla ganteng banget, batin Kayla. Tangan Kayla terulur hendak menyentuh hidung Elbara.

Elbara sedikit bergerak membuat Kayla dengan cekat mengurungkan niatnya untuk menyentuh hidung Elbara. Kayla malah memilih untuk pura-pura tidur. Berbeda dengan Elbara yang secara perlahan mulai membuka matanya. Cowok itu menoleh ke arah istrinya yang masih memejamkan mata. Elbara sedikit merubah posisinya menjadi tiduran menghadap ke istrinya. Satu tangannya dia gunakan sebagai tumpuan kepala. Cowok itu mendekatkan wajahnya dengan wajah istrinya. Kali ini, sasaran Elbara bukan pipi, tapi hidung Kayla. Elbara terus mendusel-dusel hidungnya di hidung Kayla.

"Pipinya baperan. Padahal enggak aku cium, Sayang."

Tangan Kayla bergerak dengan cepat menarik selimutnya sampai menutup wajahnya. "Diem, Elbara!"

"Sayang," panggil Elbara begitu lembut.

"Kenapa?" balas Kayla.

Kayla mengerutkan keningnya kala suaminya malah diam. Saking penasarannya, Kayla merubah posisinya menjadi duduk. Kayla terkejut kala tiba-tiba Elbara menyenderkan kepalanya di pundak Kayla. Mata Elbara terus mengedar ke seluruh sudut ruangan hingga berhenti di foto rumah yang terpajang di dinding.

"Rumah itu banyak banget kenangannya antara aku, mama, dan almarhum papa. Aku selalu membayangkan kalau suatu saat bisa jadi seperti almarhum papa. Papa yang hebat untuk anaknya." Air mata Elbara mulai menetes membasahi pipi. Elbara menghirup napasnya dalam-dalam sekadar menghilangkan rasa sesak di dada. Entahlah, jika mengingat papanya pasti hati Elbara  terasa sangat perih.

"Kamu juga udah menjadi Papa yang hebat."

Elbara tersenyum mendengar apa yang dikatakan istrinya. Elbara merubah posisinya menjadi tidak bersandar di pundak istrinya. Elbara mengarahkan istrinya agar menghadap ke arahnya.

"Kayla," panggil Elbara.

Alis Kayla saling bertaut. "Kenapa?" tanyanya.

Elbara tersenyum. Dia meletakan dua tangannya di pundak Kayla. Mata miliknya menatap Kayla begitu dalam. Tatapannya sangat penuh arti.

"Kay, maafin aku kalau sampai akhir nanti ... kita tetap hidup seperti ini. Hidup miskin," ujar Elbara.

Kayla memeluk suaminya. Di pelukan Kayla yang sangat nyaman, bulir bening bak kristal dari mata Elbara menetes, membasahi pundak istrinya. Kayla sama sekali tidak mempermasalahkan kalau suaminya menangis. Justru, Kayla memilih pura-pura tidak tahu.

"Sayang, dengerin aku baik-baik. Mau hidup miskin atau kaya itu tidak penting. Di sini, yang paling penting itu kita saling percaya satu sama lain. Aku bahagia sama kamu."

Elbara tidak kuasa menahan bibirnya untuk tidak tersenyum. Elbara mengurai pelukannya dengan Kayla lantaran adzan subuh berkumandang. Dengan cepat, Elbara melangkah menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu. Berbeda dengan Kayla yang memindahkan anaknya yang ada di tempat tidur bayi menjadi di sampingnya karena Bella menangis.

"Sayang." Elbara mendekat ke Kayla yang tengah tidurran sembari menghadap ke Bella.

Cowok itu mulai menggigit pipi istrinya yang sangat menggemaskan. Bukan sekali dua kali, tapi Elbara mengigit pipi Kayla berkali-kali. Baginya pipi Kayla itu mengandung magnet yang membuat dirinya candu.

"Bini gue gemesin banget, ya, Tuhan!" decak Elbara.

***
Kayla membantu Raymond mengenakan baju. Anak kecil itu menjulurkan lidahnya ke papanya yang tengah sarapan di ruang tengah sembari menunggu Bella. Dengan perasaan dongkol, Elbara memasukkan nasi ke mulutnya dengan sangat kasar. Elbara iri dengan anaknya yang sejak tadi diperhatikan Kayla.

ELBARAKAYLA [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang