14. Kebersamaan

6.2K 602 12
                                    

Elbara menyeret istrinya masuk ke kamar. Raut wajah Elbara sangat tidak bersahabat. Kayla sampai tidak berani menatap suaminya. Cewek itu hanya berdiri di depan Elbara dan hal tersebut membuat Elbara berdecak kesal. Cowok itu dengan cekat menarik tangan istrinya agar ikut duduk di sampingnya.

"Kenapa bisa sama Alvano?"

Kayla tersenyum tipis. "Tadi, ada ibu-ibu yang marahin Raymond gara-gara baju ibu itu kotor kena es krim."

"Terus Alvano nolongin? Gitu?" tanya Elbara memotong ucapan istrinya. Cowok itu berbicara tanpa melirik istrinya yang ada di sebelahnya.

"Aku juga udah nolak dia biar enggak usah nganterin aku sama Raymond pulang. Tapi, kan kamu tau sendiri anak kita kayak gimana. Jadi, mau tidak mau aku harus nurutin keinginan Raymond pulang bareng Al——"

"Gak usah sebut namanya!" potong Elbara.

Elbara menghirup napasnya dalam-dalam, lalu dia embuskan secara perlahan. Secara perlahan, cowok itu menoleh ke arah istrinya. Tangan kekarnya bergerak mengusap pergelangan tangan Kayla dengan sayang.

"Maaf, Sayang."

Kayla mengangguk. "Iya, aku paham kok."

Bibir Elbara melengkung membentuk bulan sabit. Tangan kekarnya bergerak menarik tubuh istrinya ke dalam dekapannya. Terkadang Elbara takut kalau sikapnya bisa membuat Kayla sewaktu-waktu pergi.

"Kay, gue kayak gini karena gue takut ... takut kalau gue bakal senasib sama bokap gue yang ditinggal istrinya."

Kayla melepaskan pelukannya dengan Elbara. Cewek itu tersenyum kala mata cantiknya menangkap air mata yang menetes membasahi pipi Elbara. Tangannya terulur mengusap air mata Elbara dengan begitu lembut.

"Jangan nangis. Aku enggak akan pergi," bisik Kayla.

***
Kayla mengikat rambutnya tinggi-tinggi. Cewek itu saat ini sibuk di dapur, menggoreng ikan yang akan menjadi lauk makan siang. Kayla sedikit terperanjat kala tiba-tiba pundaknya terasa berat. Pelakunya adalah Elbara. Cowok itu menumpukan dagunya di pundak Kayla.

"Sayang, minggir dulu! Aku lagi goreng ikan."

"Masih lama, gak? Nanti kalau udah matang, suappin aku dulu, ya, Sayang--"

"Mama! Lay mau ee, Ma!" teriak Raymond.

"Iya, Sayang. Sama Papa, ya," ucap Kayla.

"Mau cama Mama!" rengek Raymond.

Kayla menoleh ke arah suaminya yang masih berdiri di belakangnya. Cewek itu cengengesan. "Sayang, nanti kalau udah matang ikannya diangkat, ya," pesan Kayla.

"Okeh, Sayang," balas Elbara.

***
Elbara membaringkan tubuhnya di atas kasur yang sangat tipis. Kasur yang dia tempati sekarang sangat berbeda dengan kasur yang dia tempati tiga tahun terakhir. Elbara melipatkan kedua tangannya di belakang kepala untuk dijadikannya sebagai bantalan. Pandangan cowok itu tertuju ke langit-langit kamar. Apa yang dikatakan Raymond dan Alvano masih terngiang-ngiang di pikirannya. Elbara takut kalau suatu saat Alvano bisa menggantikan posisinya. Elbara takut hal itu terjadi.

"Papa! Om Vano pahlawan cupel!"

"Kalau iya, kenapa?"

Elbara mengacak rambutnya. "Gak! Gak boleh ada yang gantiin posisi gue! Pokoknya enggak boleh!" teriaknya.

"Papa belicik!" Raymond berdiri di dekat pintu.

Elbara sama sekali tidak menggubris anaknya. Cowok itu masih memikirkan tujuan Alvano sebenarnya dalam mendekati anak-anaknya terutama Raymond. Raymond mengerutkan keningnya sembari berkacak pinggang lantaran ucapannya tidak digubris papanya. Anak kecil itu memilih pergi menghampiri mamanya yang tengah menerima telepon di ruang tengah.

ELBARAKAYLA [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang