21. Heronya Raymond

4.4K 527 10
                                    

Raymond duduk di pangkuan Billy. Billy memasukkan botol dot berisi susu ke mulut Raymond. Tangan Raymond bergerak menggenggam botol dot. Satu detik kemudian, Raymond melemparkan botol dot itu hingga mengenai kepala Panji yang datang membawa mainan.

"Gak enak! Cucunya gak enak!"

Billy menggendong Raymond. Cowok itu membawa Raymond keluar rumah. Lebih tepatnya ke halaman belakang rumah majikannya. Di sana, ada kolam renang serta bebek-bebekkan yang sudah disediakan untuk Raymond. Billy menurunkan Raymond dari pangkuannya. Anak kecil itu berlari menuju pinggir kolam. Karena tidak hati-hati, Raymond terjebur ke kolam. Hal tersebut membuat Billy buru-buru menyeburkan dirinya ke dasar kolam.

Billy berhasil menggapai tubuh Raymond. Cowok itu membawa Raymond ke pinggir kolam. Untung saja, anak itu tidak kenapa-kenapa. Namun, Raymond tampak ketakutan. Tangan mungilnya terus memeluk pinggang Billy.

"Lain kali kalau di dekat kolam renang jangan lari!"

"Nanti ujung-ujungnya ngerepotin orang!"

Raymond mengangguk. "Lay angen mama. Lay na bobo cama  mama. Lay na peyuk mama," ujar Raymond.

***
Alvano menghentikan langkahnya kala ada seseorang yang menepuk pundaknya. Cowok yang mengenakan kemeja putih dengan lengan yang digulung sampai batas siku menoleh. Cowok itu menatap bingung Elbara.

"Tumben lo ke kantor gue. Lo mau ngelamar kerja?"

Elbara memutar bola matanya. "Enggak usah banyak basa-basi. Lo sembunyiin di mana anak gue?" tanya Elbara dengan tatapannya begitu tajam.

"Maksud lo apa?"

"Gak usah pura-pura enggak tau! Gue yakin kalau lo itu nyulik anak gue Raymond!" balas Elbara penuh penekanan.

Tangan Elbara terangkat hendak menarik kerah kemeja Alvano. Devano yang berdiri di sampingnya dengan cepat menahan pergerakkan Elbara. Devano langsung membawa Elbara pergi dari hadapan Alvano. Devano yakin kalau Alvano bukan pelakunya. Alvano itu sayang sama Raymond. Dia tidak mungkin memisahkan Raymond dari Kayla.

"Pak Alvano gak kenapa-kenapa?" tanya seorang cewek yang mengenakan blazer cream yang dipadukan dengan celana kain warna senada. Cewek itu Riska.

Alvano menoleh. "Saya gak kenapa-kenapa. Ada masalah di project terbaru kita?" tanya Alvano.

Riska menggeleng. "Alhamdulillah, Pak. Tidak ada masalah. Kemarin admin sosmed ARTV sudah memposting poster sinetron yang akan tayang dan responsnya luar biasa, Pak." Bibir Riska terangkat membentuk lengkungan manis. "Menurut mereka, rating sinetron itu akan tinggi, Pak. Jadi ada baiknya kalau kita tayangkan di tv aja," ucap Riska.

Alvano mengangguk. "Saya setuju. Syutingnya udah mulai, kan? Pokoknya saya mau sinetron kali ini harus dijalankan dengan semaksimal mungkin! Kalau lagi awal, gak usah mikirin rating dulu. Yang penting, kita menayangkan sinetron yang bisa diterima kalangan masyarakat sekarang ini."

Riska mengangkat tangannya hormat. "Siap, Pak. Pokoknya saya jamin Pak Vano enggak bakal kecewa. Syutingnya sudah dimulai sekitar tiga hari yang lalu, Pak," jelas Riska.

Alvano meletakkan tangannya di pundak Riska. Alvano tidak sadar kalau hal tersebut membuat jantung Riska berpacu dengan cepat. Riska tidak mampu menahan bibirnya yang terus berkedut. Riska tersenyum lepas kala Alvano sudah menjauh dari pandangannya. Cewek itu menyentuh dadanya yang berdebar kencang. "Gak, Ris. Inget pak Alvano itu cuma atasan lo. Lo itu cuma asisten pribadinya," ujar Riska.

***
Alvano kembali masuk ke ruang kerjanya. Cowok itu kembali mengenakan jas hitam. Pikiran Alvano tiba-tiba tertuju ke Raymond. Alvano menatap jam tangannya yang menunjukkan pukul sembilan pagi. Alvano ada waktu sekitar tiga puluh menit lagi untuk menemui Robby.

ELBARAKAYLA [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang