36. Sampai kapan?

3.8K 446 51
                                    

Sari cemas dengan putranya yang tidak bisa dihubungi. Bahkan, beberapa anak buah Ryan sama sekali tidak mengetahui keberadaan Ryan. Mereka terakhir berkomunikasi dengan Ryan pada tanggal 18 September. Sari sejak tadi tidak bisa diam. Wanita tua itu terus berjalan ke sana-kemari di kamarnya dengan tangan yang terus menggenggam handphone.

"Gak biasanya Ryan menghilang tanpa kabar seperti ini. Sepertinya ada sesuatu yang terjadi sama Ryan."

Wanita tua berambut pendek yang mengenakan kemeja hijau soft yang dipadukan dengan celana bahan warna hitam, berjalan keluar dari kamar. Kakinya mengantarkan langkahnya untuk menghampiri seorang pemuda yang biasanya tengah duduk sambil menikmati kopi di teras belakang.

"Ki, siapkan mobil, sekarang!" titah Sari.

Fikri meletakkan gelas berisi kopi hitam di meja. Fikri bangkit dari duduknya dan tersenyum lebar ke arah majikannya. "Mau ke mana, Bu?" tanya Fikri.

"Ke kontrakan Elbara."

"Ibu lagi kangen sama cucunya, ya?"

Sari berdecih pelan. "Kangen? Ngapain saya kangen sama orang egois kayak Elbara Arjuna Ragaspati. Bahkan, menyebut namanya pun saya jijik!" balasnya.

"Mas Elbara itu baik banget, Bu——"

"Cukup! Jangan bahas Elbara lagi, Fikriansyah!" Sari memotong ucapan sopir pribadinya.

***
Seorang cowok yang mengenakan kaus putih lengan pendek yang dipadukan dengan celana kolor warna hitam tengah duduk di teras. Elbara tengah menemani buah hatinya yang pertama bermain mobil-mobilan.

"Ray, buka mulutnya, Sayang!" titah Elbara sembari mengarahkan sendok berisi bubur ke mulut anak kecil yang tengah asyik main mobil-mobilan.

Elbara mengusap wajahnya dengan gusar lantaran Raymond sama sekali tidak mau makan. Padahal Raymond harus minum obat penurun demam.

"Ray, nurut sama Papa, ya, Sayang. Buka mulutnya biar buburnya bisa masuk ke perut Raymond." Elbara mencoba membujuk Raymond. Elbara menaruh kembali sendok ke mangkuk ketika Raymond sama sekali tidak menggubris Elbara. "Raymond mau mainan baru?"

Raymond yang sedang asyik main motor-motoran menoleh ke arah papanya yang bersandar di pillar.

"Na, Pa. Lay na lobot uning!" seru Raymond.

"Iya. Nanti Papa beliin robot warna kuning."

"Mama ana, Pa?" tanya Raymond. Dia celingak-celinguk mencari keberadaan mamanya. "Mama pelgi gak ilang Lay, Pa. Adalah Lay na ikut!" ujar Raymond.

Elbara menggeleng. "Mama lagi pergi beli bahan-bahan buat bikin cilok sama beli rokok buat Papa," kata Elbara sembari mengusap rambut Raymond.

"Mama!" teriak Raymond.

Kayla tersenyum. Cewek cantik itu melangkah mendekati putranya yang tengah duduk di samping Elbara. Kayla mengerutkan keningnya ketika menyadari bubur di mangkuk masih banyak.

"Kenapa gak di makan buburnya?"

"Sayang, siniin belanjaannya biar aku simpan."

Kayla menyodorkan belanjaan ke suaminya. "Sekalian kamu masakin air buat Bella mandi, gapapa?"

Elbara mengangguk. "Ya, udah aku mau ke dalam. Mau masak air buat anak kita mandi." Elbara tersenyum.

"Nanti siang kita pergi main sama tante Vinsilla dan aunty Melody, mau? Arshaka juga bakalan ikut. Kalau Raymond mau ikut harus makan dulu." Kayla membujuk buah hatinya agar mau makan.

"Lay na ain!"

***
Elbara menghampiri mama mertuanya yang sedang duduk di dekat meja makan. Hal tersebut dilakukan selepas dirinya menaruh belanjaan di dekat kompor dan memasak air untuk Bella mandi.

ELBARAKAYLA [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang