Wajah Sena berubah masam saat Aurora mengutarakan rencananya dengan Luan.
"Kurasa ... Ini ide yang buruk, Ra," komentar Sena.
"Aku juga berat hati mengiyakan syarat dari Luan, Sen," aku Aurora. "Tapi mau bagaimana lagi? Hanya Luan yang bisa membantu saat ini! Dan lagi, Luan udah berjanji akan melepasku begitu acara pertunangan selesai. Hanya sampai pertunangan," bujuk Aurora.
"Bertunangan itu serius, Ra, jangan kamu anggap main-main."
Aurora mendesah. "Habis bagaimana lagi, Sen ... Kamu sedang sangat butuh bantuan sekarang, aku nggak bisa bantu dengan tabunganku sendiri, tapi Luan bisa. Lagipula dia udah janji hanya sampai tunangan aja."
"Kamu percaya?"
"Aku rasa Luan bisa dipercaya. Bagaimana pun aku pernah pacaran beberapa tahun dengan Luan, dia baik kok," bela Aurora.
"Hmm. Kalau dia baik, kenapa kemarin batal tunangan?" pancing Sena.
Aurora mengulum senyum. "Cemburu ya ...," rajuknya manja. Ia menyandarkan kepalanya di bahu Sena. "Nggak usah cemburu, Sen. Meski aku bilang dia baik, tapi kamulah yang paling segala-galanya buatku! Cuma kamu pilihan aku," katanya lagi.
Sena menghela nafas dalam lalu tersenyum. Dibelainya rambut nona muda yang disadarinya betul, bahwa mereka berdua berasal dari kalangan yang sangat berbeda. Hanya cinta yang bisa menyatukan dua insan yang berbeda kalangan. Betapa Sena berharap, bahwa hubungannya dengan Aurora bisa mulus seperti yang diimpikannya, meski terasa ada yang mengganjal dalam lubuk hati. Perasaannya tidak tenang, apalagi setelah mendengar rencana aneh Aurora tadi. Sebuah pertunangan palsu.
Sena pun tidak bisa tenang mengetahui bahwa dirinya tidak lebih hanya sebagai 'sosok ketiga' alias 'pengganggu' dalam hubungan resmi seseorang.
"Setelah aku resmi tunangan dengan Luan, aku akan putus dengan Luan dan memastikan jangan sampai semuanya berlanjut sampai terlalu jauh. Setelah itu, aku balik ke kamu ... Nggak apa, kan, Sen?" tanya Aurora.
"Pasti ada cara lain, Ra. Kamu nggak harus sampai bertunangan dengan Luan," sahut Sena.
"Sekarang keadaannya nggak memungkinkan untuk menolak bantuan Luan. Kamu mau ditagih hutang terus menerus sama debt collector? Atas hutang yang sebenarnya bukan tanggung jawab kamu?"
Sena menarik nafas panjang.
"Ya? Aku janji nggak akan biarkan Luan macam-macam sama aku. Aku udah nggak ada rasa sama dia, sama sekali. Kamu bisa pegang omonganku, Sen," bujuk Aurora lagi, makin menyusupkan kepalanya ke dalam pelukan Sena.
"Oke. Aku percaya sama kamu," sahut Sena.
Aurora tersenyum lega. Dipandanginya sang pujaan hati yang juga balas memandanginya seraya tersenyum.
***
Roland, Rossa dan Raymond, turun dari mobil begitu sampai di rumah.
"Kamu nanti makan malam di sini kan, Raymond? Istrimu masih belum pulang dari jalan-jalan?" tanya Rossa.
"Hahaha, iya Kak, kalau boleh," jawab Raymond.
"Tentu boleh dong."
"Istrimu itu terlalu kamu bebaskan ya, Ray? Kelihatannya sering sekali jalan-jalan," sahut Roland.
"Sebenarnya setiap kali dia mau plesir, dia ajak aku, Kak. Tapi aku lebih baik kerja daripada plesir," jawab Raymond.
Roland tertawa ringan. "Bagus itu. Seorang pebisnis sejati harus fokus pada bisnis, bukan hal yang lain."
Langkah Roland terhenti di pintu masuk saat melihat Luan dan Aurora, menyambut kedatangannya. "Nak Luan, senang melihatmu lagi," sapa Roland. Dia menatap putrinya, "Aurora. Apa yang kamu lakukan di sini?" tanyanya dingin. "Apa yang kamu inginkan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
I Hate You, Husband
Romance"Apa anakku tahu kalau aku berada di balik ini semua?" tanya Roland. Luan menggeleng. "Aurora sama sekali tidak ada kepikiran ke sana, Om." Senyum yang terkesan licik tersungging di wajah Roland. "Jadi dia percaya, kalau kamu murni ingin bantu dia...