33 - Mine

62 2 3
                                    

Sejak hari dimulai, mata Aurora tak lepas mengawasi segala tindak tanduk Luan. Ia menunggu saat yang tepat untuk bisa mengambil ponsel Luan begitu pria tersebut lengah, lalu bermaksud mengintip isi pesan maupun rekaman panggilan selama ini. Tidak mungkin bila hubungan perselingkuhan itu tidak terekam di mana pun, begitulah yang Aurora yakini.

Hingga menjelang sore, Luan mengurung diri di ruang kerja, berkutat dengan laptopnya. Aurora siaga menunggu kesempatan di ruang keluarga di samping ruang kerja, layar televisi menyala di hadapannya, seolah memang ia sedang asyik menonton.

Pintu ruang kerja terdengar terbuka, Luan menerobos keluar tergesa-gesa. Begitu berbelok di koridor, pandangan matanya sempat bertemu dengan Aurora, namun Luan tidak berucap, dia terus melangkah terburu hingga menghilang di balik pintu kamar mandi.

Aurora menuju kamar mandi yang sama, berdiri di depan pintu dan menempelkan telinga. Kelihatannya urusan Luan di dalam bukan hal yang bisa selesai dengan cepat, ada suara-suara alamiah yang berasal dari tubuh Luan terdengar olehnya.

Ini kesempatan.

Pada saat yang sama Inah tiba di lantai dua membawakan teh pesanannya. Pelayan paruh baya itu agak terheran melihat tingkah Aurora.

"Mbak Inah!" seru Aurora tertahan, ia bergegas menghampiri pelayan itu. "Saya ada urusan di ruang kerja, tapi nggak mau Luan sampai tahu. Tolong kasih tanda kalau Luan keluar dari kamar mandi ya!" bisiknya memberi perintah.

Inah hanya mengangguk meski bingung.

Aurora tidak mau membuang waktu, ia segera melesat masuk ke dalam ruang kerja dan memindai semua yang tergeletak di atas meja Luan. Hanya ada laptop yang masih menyala, tidak terlihat adanya ponsel di sana. Aurora berdecak. Pasti Luan membawa ponsel ke kamar mandi. Tapi, bukankah justru itu pertanda bagus? Besar kemungkinan Luan memang akan lebih lama menghabiskan waktu di dalam kamar mandi, menuntaskan hajat sembari berselancar di media sosial, atau menonton video, atau apa pun. Aurora jadi memiliki lebih banyak waktu.

Tapi apa yang bisa dicari dari laptop?

Oh. Pasti aplikasi pesan Luan juga bisa diakses dari sini, kata Aurora dalam hati. Ia menggeser tetikus, menekan tombol, meneliti layar di hadapannya. Benarlah, ada aplikasi pesan masih terbuka di sana.

Terpampang teks obrolan membahas pekerjaan dari akun bernama "Andi TG". Aurora paham TG adalah singkatan Tamawijaya Golden, sementara orang yang bernama Andi juga ia kenali sebagai salah satu manajer di sana.

Aurora menggulir tetikus di kolom berisi daftar kontak Luan, sepertinya tidak ada yang mencurigakan. Sebagian besar akun bertuliskan TG di belakang nama masing-masing, hanya ada tiga atau empat nama tanpa sematan TG, namun bukan nama perempuan. Aurora mengenali nama Fritz dan Marco di daftar kontak yang terbilang sering berkirim pesan pada Luan.

Fritz sama Marco sih temen sekolah itu orang, kata Aurora dalam hati.

Dua nama lagi tanpa sematan TG di belakang, Darmawan Winardi dan Dr. Jonathan.

Siapa ini? .... Ah, nggak penting, ujarnya lagi dalam hati.

Sekali lagi Aurora berdecak.

Ini isinya kerjaan semua .... Atau ... atau jangan-jangan dia selingkuh sama orang kantor? Berarti gue harus bukain chat satu-satu?? Hadeh! Aurora menggulir kembali ke atas, lalu terdiam begitu melihat ada kotak pesan arsip di paling atas. Ia mengetuk kotak arsip, hanya ada satu akun tersemat di sana. Akun dengan nama "Mine", tanpa adanya gambar profil.

Ini apa ...? Mine? Milikku? Selingkuhanku, maksudnya?

Tanpa sabar Aurora membuka pesan dari akun tersebut. Obrolan terakhir hanya emoticon ibu jari dari pihak Luan, menanggapi emoticon bergambar hati dari pihak si "Mine".

Love-lovean, astaga. Jadi ini bener nih! Selingkuhan disebut milikku. Kalo emang dia milik lu, ya udah aja nikahin dia! Ceraikan gue!

Adrenalin Aurora semakin melesak, tak sabar ingin tahu apa isi percakapan mereka sebelum-sebelumnya. Ia menggulir terus ke atas, membaca secara cepat semua balon obrolan yang ada. Sesekali Luan juga mengirim emoticon hati pada Mine. Obrolan yang terpampang di sana jelas menyiratkan bahwa mereka berdua menjalin hubungan. Ada banyak pesan bernada mesra di sana, lengkap dengan panggilan "sayang". Ada juga untaian pesan mesum, diikuti dengan histori aktivitas bahwa keduanya melakukan panggilan video. Aurora meringis jijik. Ia berharap bisa mendapatkan nama perempuan itu, namun Luan kerap memanggil perempuan itu dengan sebutan "say", atau "sayang". Ia juga berharap mendapatkan foto atau apa pun dari si perempuan, namun nihil. Bahkan foto seronok pun tidak ada. Aurora bertambah gemas.

Di barisan balon obrolan, Aurora menangkap kata-kata dari Luan, "Sampai ketemu di kantor".

Sampai ... ketemu ... di kantor, ulang Aurora dalam hati.

Pesan berikutnya berbunyi, "Kita udah sepakat kan, masing-masing jaga sikap supaya jangan sampai ketahuan siapa pun".

Di kantor! Berarti selingkuhan Luan adalah karyawan di sana! Tapi ... tapi siapa?? Siapa namanya??

Mulai sedikit frustrasi, Aurora terus menggulir, berharap Luan menyebut nama perempuan itu.

Luan! Panggil sayang sayang! Kenapa nggak sebut nama aja, sih? Siapa namanya, please ...!

"Nyonyah! Nyonyah!" Terdengar panggilan Inah dari luar ruangan, membuat Aurora tersentak kaget.

Damn, Luan udah selesai! Aurora terburu mengembalikan layar seperti semula, lalu melesat keluar ruangan.

"Ada apa, Mbak?" Luan menyapa Inah, mungkin kebingungan mengapa pelayan itu berdiam diri dengan ekspresi wajah gugup memandanginya.

"Ehh. Anu ... Tuan mau minum teh?" Dari ujung mata Inah melihat keberadaan Aurora. Keadaan aman terkendali.

"Hmm. Boleh. Seperti biasa ya, gulanya satu sendok aja," ujar Luan sambil berlalu, hendak kembali ke ruang kerja. Dia berpapasan dengan Aurora di koridor, tapi tidak menaruh curiga. Tentu saja, Luan pasti menyangka Aurora baru saja keluar dari kamarnya sendiri, yang memang berada di ujung koridor.

Aurora kembali duduk di sofa ruang keluarga setelah membisikkan ucapan terima kasih pada Inah. Wajah Aurora kusut, memori percakapan intens Luan dengan perempuan entah dari mana memenuhi isi kepalanya. Besar kemungkinan Juan adalah anak dari perempuan itu. Karyawati di kantor Luan sendiri. Apakah masih kerja di sana? Tidak resign? Kalau masih bekerja, bagaimana ceritanya perempuan itu beraktivitas? Semua orang pasti melihat perut buncitnya, lalu, saat tiba waktunya melahirkan, bayinya tidak ada lagi bersamanya karena diambil Luan. Bukankah orang sekitarnya pasti curiga? Pastilah rekan staf yang lain berinisiatif menengoknya, bagaimana ia bisa menjelaskan kenapa bayinya tidak ada? Apakah perempuan itu mengarang cerita bahwa anaknya tidak selamat, atau bagaimana? Sebenarnya siapa perempuan itu?

Ih!! Astaga!! Aurora terperanjat kaget sendiri begitu menyadari sesuatu. Kenapa tadi nggak gue catat nomor perempuan ituuu?! Aduuhhh! Bodoh!!

Aurora melengos keras, memijat keningnya. Bodohnya Aurora! Bodoh! Gugupan sih! Gugup gara-gara Luan udah selesai! Sampai lupa nggak catat nomor perempuan itu! Haduh!! Jadi sia-sia semuanya!!

Decakan lolos dari bibirnya, seiring rasa gemas dan kesal lantaran telah alpa. Rasa penasarannya pun semakin melesak, menuntut agar segera terpuaskan.

Haduh. Mau gimana lagi? Gue harus ke kantor besok. Gue cari tahu semuanya di sana. Pokoknya nggak boleh lagi ceroboh seperti tadi! tekad Aurora dalam hati.

I Hate You, HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang