Hanya menghabiskan satu malam saja bagi Luan untuk menyelesaikan membaca novel yang dikirim Willy tersebut. Seumur-umur dia tidak pernah tertarik membaca novel, dia sendiri merasa heran, ternyata dia sanggup membaca 200 halaman novel dalam semalam. Dan sepanjang menikmati alur kisah di dalamnya, Luan seringkali menahan nafas. Betapa mirip, betapa detailnya semua yang terpapar di sana dengan kisahnya dan Aurora. Rupanya benar ucapan Willy.
Pasca membaca novel itu, rasa penasaran Luan semakin hari semakin menggelegak. Berulang kali dia bertanya-tanya dalam hati, siapa gerangan pengarang bernama Aubry W. Leone itu? Berulang kali pula dia menjelajah mesin pencari di internet, mencari tahu siapakah Aubry? Mengapa bisa menulis kisah yang sedemikian mirip dengan kisahnya?
Namun yang Luan cari selalu berakhir nol besar. Luan tidak berhasil mendapatkan nama asli Aubry W. Leone. Dia pun gagal mendapatkan sekedar foto Aubry di mesin pencari, membuatnya semakin dilanda rasa penasaran.
Suatu ketika di mesin pencari menampilkan hal yang sedikit berbeda dari biasanya, membangkitkan asa Luan. Tertera di sana, jadwal meet and greet perdana penulis Aubry W. Leone.
Nah! Luan berseru dalam hati. Ada meet and greetnya, bagus. Luan meneliti tiap tanggal beserta lokasi yang tertera di jadwal tersebut. Minggu depan, di toko buku dekat kantor. Oke. Saya harus ke sana.
Sesaat Luan merasa geli. Kenapa saya sampai sedemikian excitednya melihat ada jadwal di dekat sini? Kenapa saya sampai sedemikian penasarannya? Kocak. Tapi nggak apalah. Hitung-hitung sesekali saya ikut-ikutan hal viral, sampai ikut meet and greetnya juga. Saya cuma penasaran ingin lihat seperti apa si Aubry ini. Tulisannya bagus, enak dibaca. Tapi yang lebih bikin saya penasaran yaa isi ceritanya. Ingin tahu juga wajah pengarangnya. Siapa tahu saya kenal. Atau ... bisa jadi kenalan saya. Meski rasanya nggak mungkin. Yang tahu kisah saya cuma Willy dan kawan-kawan. Atau keluarga saya. Atau jangan-jangan keluarganya Aurora? Saya nggak tahu kepada siapa saja Aurora bercerita mengenai kisah kami. Jadi saya rasa nggak aneh kalau saya sampai penasaran seperti ini.
***
Hari yang Luan nantikan pun tiba.
Saat Luan tiba di lokasi toko buku tempat diselenggarakan meet and greet, kondisi sudah ramai pengunjung. Semua terlihat antusias. Beberapa pasang jurnalis sibuk bersiap dengan kamera masing-masing.
Beberapa menit kemudian, pemandu acara mempersilakan sang bintang pada hari itu untuk naik ke panggung, riuh pengunjung membuat suasana menjadi hiruk pikuk. Luan tidak melepaskan pandangan sedetik pun dari yang terjadi di hadapannya, menanti kemunculan sosok yang membuatnya penasaran itu.
Dan ketika Luan akhirnya melihat si penulis, Aubry W. Leone, rasa keterkejutannya tak terbendung. Dia terbelalak, namun lambat laun, senyum lembut terukir di bibirnya, mengungkapkan emosi yang bercampur aduk. Kilau cahaya kebahagiaan kini merekah di binar matanya. Ternyata, sosok yang menulis kisah hidupnya itu adalah Aurora, mantan istri yang pernah menjadi irama dalam hidupnya.
Banyaknya pengunjung di acara itu menjadi bukti bahwa hasil karya Aurora mendapat banyak atensi dan diakui. Meski rasa hati ingin segera menyeruak menuju barisan depan pengunjung, namun Luan menahan diri. Dia malahan tetap berada di baris paling belakang, berdiri bersandar sembari mengagumi penampilan Aurora yang tampaknya tidak berubah sedikit pun. Gaya berpakaian yang modis, sedap dipandang. Wajah yang tampaknya tidak terpengaruh pertambahan usia. Aurora tampak bersinar di depan sama, tersenyum sangat menawan. Luan terusik dengan pemikiran, apakah Aurora sudah menikah lagi sekarang? Kalau sudah, Luan akan tahu diri dan tidak akan mengganggu kehidupan wanita tersebut. Namun jika belum, tidak ada salahnya bila Luan memelihara sedikit harapan. Toh, dirinya kini sudah duda, tidak ada aral apa pun yang akan memberatkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Hate You, Husband
Romance"Apa anakku tahu kalau aku berada di balik ini semua?" tanya Roland. Luan menggeleng. "Aurora sama sekali tidak ada kepikiran ke sana, Om." Senyum yang terkesan licik tersungging di wajah Roland. "Jadi dia percaya, kalau kamu murni ingin bantu dia...