30 - Konspirasi Licik

61 0 0
                                    

Luan menghela nafas panjang, berkata, "Mengertilah. Saya juga dalam posisi sulit karena saya tidak tahan ditekan terus oleh papa saya, saya wajib harus segera memberikan beliau seorang cucu. Dari mana saya bisa memberikan cucu, kalau istri sah saya saja pergi meninggalkan saya? Saat ini kamulah yang mengandung cucu Santoso Tamawijaya, apakah saya akan membiarkan kamu berbuat seenaknya?"

"Siapa yang berbuat seenaknya, kamu yang seenaknya menekan aku!" sentak Inka.

"Inka ... tolong jangan bikin segalanya jadi lebih rumit. Kamu tinggal menyetujui permintaan saya," ujar Luan dengan nada lembut dan jelas. "Coba bayangkan, kamu menyambut kehadiran bayi bersama dengan Sena, dan Sena tahu kalau dia akan langsung mendapatkan dua anak. Kamu juga dengan mudah mempersuasi dirimu sendiri dan menganggap dua anakmu adalah anak Sena, bukan anak saya. Kalian berbahagia, sangat berbahagia. Sementara saya, harus melihat kalian berbahagia dalam kesengsaraan. Tidak memiliki istri yang baik, juga tidak memiliki anak. Apa yang saya punya? Saya tidak terima jika saya harus berada dalam posisi kalah seperti itu. Maka saya balas kamu ... saya hancurkan Sena dengan mengirimkan video-video panas kamu padanya. Apa yang akan terjadi setelahnya, Inka? Kamu bisa bayangkan?"

Dada Inka semakin bergemuruh.

Luan melanjutkan, "Sena tidak akan terima bila tahu kamu telah mendua selama ini. Dia tidak akan terima bila tahu yang ada dalam kandunganmu bukan berasal dari benihnya. Pria mana yang rela dan terima dikhianati, dibohongi sedemikian rupa? Harga dirinya akan hancur lebur, dan langkah yang akan dia ambil tentu saja, membuatmu berganti status menjadi single parent. Belum drama-drama yang akan tercipta usai Sena menonton video panasmu ... saya tidak ingin melanjutkan perandaian ini. Terlalu fatal, Inka, saya tidak berani membayangkan."

Rahang Inka mengencang, wajahnya memerah menahan emosi. Tanpa sadar ia mengepalkan tangannya kuat-kuat. Jelas ia benar-benar murka dengan yang disampaikan Luan.

Luan masih belum selesai. Dia melanjutkan, "Tapi tentu saja kamu bisa mengambil pilihan lain, Inka, yang membuat posisimu aman, nyaman dan tenteram. Yaitu dengan mengikuti skenario saya. Kamu dan Sena berbahagia menyambut kehadiran bayi ... kamu pun rutin kontrol ke dokter kandungan kenalan saya. Kamu melahirkan juga di sana, dan pasti akan membawa satu bayi yang sehat dan manis, dan setelah itu kamu pun mulai menikmati peran barumu sebagai seorang ibu."

Pria berkaca mata itu masih terus mengoceh, sesekali matanya menerawang jauh ke depan. Dia seperti tengah menonton kejadian di masa depan yang terlintas di dalam kepalanya. Lalu lanjutnya lagi, "Berdua bersama dengan Sena, kamu merawat bayimu itu dengan penuh kasih sayang. Saya bisa membayangkan kamu dan Sena terbangun di tengah malam karena anakmu mengompol atau minta susu ... melelahkan, tapi pastinya membahagiakan. Kamu, Sena, dan anakmu. Sungguh keluarga yang sempurna dan bahagia! Saya janji, Inka, saya tidak akan ganggu kamu lagi. Dan apa pun yang berkaitan denganmu, akan saya musnahkan, saya hilangkan! Kamu dengar itu, Inka? Saya akan menghapus semua chat, foto atau video atau apa pun itu, sehingga tidak ada apa pun yang bisa membuktikan bahwa pernah terjadi apa-apa antara kita. Memiliki keluarga yang lengkap dan berbahagia, bukankah itu impian kamu selama ini?"

Bukan main lancar Luan merayu dan meyakinkan Inka akan skenario tergila yang baru terlintas di benaknya tadi. Sungguh, awalnya Luan hanya sekedar menemani Inka yang ingin memastikan berapa usia kandungannya, tidak lebih. Namun ketika Inka memberitahunya bahwa ia mengandung dua janin, Luan spontan mendapat ide itu. Kemampuannya berpikir cepat, mengatur strategi, kepiawaian berbicara .... Semua itu memang harta yang dimiliki Luan, hanya sayangnya, dia gunakan itu semua tidak pada saat dan situasi yang tepat kali ini.

Sementara Inka dari tadi sama sekali tidak bersuara, tampaknya ia terlampau kewalahan mencerna arus informasi yang meluap-luap dalam kepalanya.

Luan kemudian berujar, "Saya berani menjamin, Inka, nasib bayi yang seorang lagi ... dia tidak akan berkekurangan. Tidak akan kelaparan, tidak akan kehausan, tidak akan kedinginan atau kepanasan. Tidak akan kekurangan kasih sayang dan perhatian. Saya berjanji akan menyayanginya dan merawatnya dengan sebaik mungkin. Kamu tidak perlu cemaskan bayi yang akan saya bawa nanti. Kamu fokuslah membesarkan yang satunya lagi ...."

Inka menelan saliva. Getir. Benarkah rancangan konspirasi yang diciptakan Luan tidak akan membawanya dalam masalah? Apakah tidak akan menimbulkan masalah baru di kemudian hari? Luan akan mengambil bayinya ... bagaimana ceritanya?

"B-bagaimana dengan istri kamu ...." Inka berkata lirih.

Senyum penuh kemenangan terulas di wajah licik Luan begitu mendengar tanggapan Inka. Dia tahu bahwa dia telah berhasil mempengaruhi wanita itu.

Luan menggoyangkan tangannya sembari menggelengkan kepala. "Duh, kamu sama sekali tidak perlu cemaskan itu! Tidak usah dipikirkan! Semua akan saya atasi, semua akan berjalan dengan baik seturut skenario yang saya rancang! Kamu nggak perlu pusingin apa pun, jangan sampai kamu overthinking. Ok? Tugasmu itu hanya menjaga kesehatanmu, juga berbahagia dengan Sena agar dia tidak menaruh curiga, lalu lahirkan anakku dengan selamat. Kamu tidak perlu memikirkan apa pun, aku yang akan mengurus semuanya dengan sempurna," papar Luan.

"Kamu ... kamu emang gila, Luan," maki Inka nyaris tanpa tenaga. "Kamu pikir gimana nanti saat melahirkan?! Semua orang akan tahu yang keluar dua bayi! Sena juga pasti akan tahu! Dia pasti bakal excited sambut bayi ... bayi yang dia sangka adalah anaknya. Padahal ...."

"Jangan biarkan seperti itu dong," sanggah Luan santai. "Sudah kukatakan, kamu tenang saja, Inka. Saya akan atur semua dari balik layar."

"Kamu menyuap dokter dan suster-suster yang akan bertugas?" tanya Inka menyelidik.

Luan menggeleng. "Bukan menyuap ya ... tepatnya, dokter kenalan saya itu tidak akan bisa menolak perintah saya," sahutnya.

"Kamu sumber rezeki buat dokter itu," terka Inka.

"Bisa dibilang begitu."

Inka terdiam beberapa saat, mereka-reka apakah ada sesuatu yang luput dalam skenario tersebut. Sungguh, Inka sebenarnya sama sekali tidak ingin menuruti skenario Luan. Terlebih, ia tidak mau Luan merebut satu bayinya, namun bagaimana dengan ancaman Luan tadi?

"Lalu suamiku?" Inka bertanya kemudian.

"Sena?" Luan mengangkat alis, menghela nafas kasar, lalu berkata, "Akan kuatur agar dia ditugaskan keluar kota menjelang hari persalinan kamu, dan akan kubuat dia tidak punya pilihan selain menuruti tugas dinasnya itu."

"M-memangnya kamu kenal dengan bos Sena di kantornya?" Inka menatap Luan tak percaya.

"Tidak." Luan menggeleng. "Tapi saya akan mengajukan penawaran yang tidak akan bisa dia tolak. I'll take care of everything. Semua hal sampai yang terkecil sekalipun, akan saya atur. Masih ragu dan belum percaya jugakah, Inka?"

Inka menggeleng-gelengkan kepala tak percaya menanggapi niat Luan. Nyaris berbisik ia berkata,"Ternyata kamu orang yang sangat licik, Luan ...."

I Hate You, HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang