56 - Rahasia Terdalam Sena

52 3 0
                                    

"Kenapa dia egois? Kenapa aku disingkirkan? Kenapa nggak bilang dari awal kalau dia masih trauma? Kan, aku bisa temenin dia ... ke psikiater, atau cari bantuan lain. Tapi dia nggak mau. Aku disingkirkan. Kenapa dia egois? Kenapa dia nggak mikir apa yang bisa bikin aku bahagia? Apa gunanya aku jadi istrinya? Apa artinya aku menikah sama dia, kalau malah disingkirkan, nggak dibutuhkan?"

Luan menanti dengan sabar sampai Aurora puas menumpahkan segala yang memberatkan pikirannya.

"Aku juga jadi kilas balik ...." Aurora berkata parau. "Aku juga pernah berbuat sejahat itu sama kamu ... Luan. Aku nggak perhatikan kamu, mengabaikan kamu. Aku malah dengan sengaja bikin kamu seolah nggak berarti .... Aku jahat banget, ya?"

Luan menggeleng lemah, tidak tertarik membuka luka lama.

"Aku jahat banget ke kamu ... demi memuaskan rasa marah aku ke kamu, yang, sebenarnya ... apa artinya aku marah sama kamu waktu itu? Karena ternyata kamu lebih punya perhatian dibanding dia. Aku udah jahat ke kamu ... dan ini karma aku .... Maaf, Luan?"

Lidah Luan terasa kelu, tak sanggup menyahut. Sungguh hal yang di luar dugaan, Aurora akan meminta maaf padanya atas perilakunya beberapa tahun yang lalu saat mereka masih menjadi suami istri.

"Rora ...," panggil Luan pelan, menggelengkan kepalanya.

"Maafin aku ... maafin aku, ya, Luan?" Aurora kembali terisak. "Aku jahat banget ...."

"Please, stop," sahut Luan sambil menggenggam tangan Aurora. "Sudah lama lewat, saya nggak tertarik mengingat yang telah berlalu."

"Tapi kamu maafin aku, kan, Luan ...? Please, maafin aku ...."

"Saya sudah maafkan kamu sejak lama. Oke? Sudahlah," jawab Luan sambil tersenyum lembut. "Justru saya yang punya banyak salah. Saya sia-siakan kamu, punya anak dengan perempuan lain, padahal seharusnya saya bisa sabar menunggu kamu. Juga termasuk kesalahan saya memaksa kamu jadi istri saya."

Aurora menggeleng.

"Kalau dipikir, kita berdua punya kesalahan masing-masing ... jadi ya sudah, saya maafkan kamu ... dan saya harap kamu juga berikan maaf untuk saya," ujar Luan sambil terus tersenyum.

"Aku juga udah maafin kamu ...," balas Aurora.

"Begitu lebih baik. Terima kasih." Luan menepuk-nepuk lembut punggung tangan Aurora.

Sejenak tidak ada yang bersuara.

"Mengenai Sena ... saya rasa ada baiknya kamu bicarakan lagi baik-baik dengannya. Kalau dia butuh waktu untuk healing, berikan. Kasih dia waktu sebanyak yang dia butuhkan. Tetaplah jadi rumah tempat dia pulang nanti saat dia sudah lebih siap dengan semuanya," tutur Luan. "Saya tahu kalian saling mencintai, kamu harus dukung dia, Ra."

Aurora merenung sejenak. Namun beberapa saat kemudian menggeleng pelan. "Berkali-kali aku membandingkan dalam hati antara kamu dan Sena ...," katanya lirih. "Aku nggak bisa membohongi diri, kalau kamu ... kamu yang terbaik."

Luan terbelalak, terpana mendengar pengakuan Aurora.

"Kamu yang terbaik ... Luan," ulang Aurora seakan mengerti lawan bicaranya itu membutuhkan konfirmasi atas apa yang baru saja dia dengar.

Luan tidak sanggup merespon.

"Dan aku udah sangat bodoh karena mengabaikan kamu ... karena menggugat cerai kamu .... Padahal ... kalau saja aku tahu kejadiannya bakal begini ... aku nggak akan lepasin kamu ...."

Ingin rasanya Luan langsung merengkuh Aurora, memeluknya erat, namun sesuatu menahan gerak tubuhnya.

"Aku jadi berkaca pada kejadian Inka ... aku bisa paham kenapa dia bisa-bisanya berpaling dari Sena. Padahal saat mereka menikah, Sena nggak sedang dalam pergulatan seperti yang dia alami sekarang .... Sena masih happy, nggak terlalu terbebani tanggung jawab besar karena saat itu masih jadi karyawan, bukan direktur seperti sekarang. Sena masih nggak tahu apa-apa. Tapi seperti itu pun, Inka nggak dapat perhatian yang cukup juga dari Sena ... dan cari perhatian dari tempat lain. Kamu." Aurora menarik nafas panjang. "Mungkin emang sifat Sena yang sesungguhnya seperti itu ... jarang banget bisa kasih perhatian .... Yang menurutku, fatal ... seorang istri butuh perhatian dari suaminya, perhatian yang sama besar seperti yang istri berikan untuk si suami ...."

I Hate You, HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang