38 - Inka Si Manipulator

48 2 2
                                    

Aurora, saking gemasnya, menampar Inka sekali lagi dengan kekuatan penuh.

"Ada apa ini?!" Sena tiba-tiba menyeruak masuk. Ekspresi ngeri terpancar di wajahnya mendapati kejadian tak terduga menyambut kepulangannya. "Inka? Aurora?? Kamu ...? Kenapa ada di sini?"

Sena! batin Aurora yang terkejut melihat kedatangan sang tuan rumah. Aurora lantas bangkit berdiri, sementara Inka bangun menyambut kedatangan suaminya sambil menangis terisak.

"Mas Sena ...," panggil Inka lirih, tanpa ragu memeluk pria tersebut.

Sena tampak cemas begitu melihat kondisi istrinya. Rambut acak-acakan, bekas pukulan terlihat jelas di pipi Inka. "Kamu nggak apa-apa, Inka?? Kenapa jadi seperti ini? Apa yang ... kenapa kalian berantem??" tanyanya beruntun.

"Tolongin aku, Mas ... dia tiba-tiba datang dan marah-marah. Dia tuduh aku selingkuh sama suaminya, coba! Terus karena aku menyangkal, dia malah pukulin aku, jambakin aku! Aku nggak mau berantem, tapi dianya yang ngotot minta aku ngaku, dia yang serang aku duluan! Padahal aku nggak seperti yang dia tuduhkan ... nggak tahu dari mana dia bisa tiba-tiba nuduh aku ada main sama suaminya ...! Jahat banget .... Kamu percaya aku, kan, Mas? Aku kan nggak mungkin berbuat seperti itu." Inka mengoceh tanpa henti. Jelas ia berusaha mendahului Aurora, menarik empati sang suami namun dengan cara memutarbalikkan fakta.

Mata Aurora membelalak tidak percaya mendengar aduan Inka.

Sena mengernyit lantaran tak percaya, katanya, "Kok ... bagaimana bisa begitu? Ada apa ini sebenarnya?" Sena menoleh pada Aurora dengan tatapan marah. "Rora? Benar begitu? Kok kamu bisa-bisanya tuduh istriku seperti itu?"

Aurora baru membuka mulut untuk menjawab namun suara Inka lagi-lagi mendahuluinya.

"Dia ngotot banget, yakin banget kalau tuduhannya bener. Aku nggak ngerti dia kenapa, Mas, yang jelas dia nyerang aku sampai kayak begini. Dia delusi!" oceh Inka.

Aurora berdecak keras. "Jangan percaya kata-katanya, Sen," sahutnya cepat. "Dia cuma akting begitu supaya kamu kasihan dan bela dia," lanjutnya.

Kening Sena makin berkerut dalam. Dia maju selangkah, memasang badan di depan Inka. "Kamu nggak bisa seenaknya menuduh istriku sekejam itu," ujar Sena sambil menatap tajam Aurora. "Inka istri yang baik, nggak mungkin dia melakukan yang kamu tuduhkan. Tuduhan kamu ini serius, Rora, ada apa denganmu sebenarnya?"

"Kamu ...." Aurora urung berucap. Tuh, kan, udah sebegitu besar rasa percaya Sena pada Inka. Cewek binal satu ini rupanya emang manipulatif! Lihat, dia culas banget berlindung di belakang Sena, bikin Sena curiga sama gue. Bikin posisi gue jadi nggak enak gini. Padahal harusnya si Inka yang dihakimi!! Aurora membatin dalam hati.

Suara Sena terdengar lagi. "Saya kenal kamu seperti apa, Rora. Kamu nggak mungkin asal nuduh orang. Tapi yang kamu tuduhkan ini keterlaluan. Tanpa dasar yang jelas kamu tuduh Inka selingkuh? Dengan suamimu?? Apa-apaan itu? Lebih lagi, selama ini kamu kalem dan anggun, jadi kenapa kamu bisa-bisanya berbuat liar seperti tadi, menyiksa istri saya? Ada apa denganmu sebenarnya?? Kalau kamu ada masalah dengan suamimu atau dengan siapa pun itu, yang bikin kamu jadi aneh seperti ini, segera selesaikan! Minta bantuan! Jangan malah berkeliaran nuduh orang yang nggak-nggak! Saya kecewa sama kamu."

Aurora menatap Sena tak percaya. Selama ini belum pernah sekalipun Sena berbicara dengan nada tinggi seperti itu padanya. Belum pernah melihatnya marah. Terlebih lagi, menyangka dirinya tengah bermasalah. Namun kali ini berbeda, tatapan penuh amarah Sena yang menusuk itu dialamatkan hanya padanya. Semua itu berkat manipulasi Inka.

Astaga ... bisa-bisanya Sena ngomong begitu?! Asal lo tahu, Sen, justru gue mau menyelamatkan lo dari istri lo yang licik itu! Mulutnya berbisa kayak ular! Apa gue bongkar isi rekaman video gue tadi sama Inka aja ya?? Kita lihat apa dia masih nyangka gue yang bermasalah?? teriak Aurora dalam hati.

"Aurora, tolong, jangan berbuat seperti ini lagi, ya? Jangan memfitnah, jangan mengarang cerita seenaknya." Nada suara Sena terdengar melunak.

Tahan dulu, Rora, ujar Aurora dalam hati seraya menarik nafas panjang, meredakan gemuruh di dadanya. Tahan, jangan keluarkan kartu as dulu. Gue harus siapkan skenario yang bagus untuk bongkar kelakuan Luan dan Inka .... Tahan, telan aja dulu semua ini.

"Suruh dia pergi, Mas ... usir aja. Aku kesel, aku sedih banget dituduh kayak begitu ...," rengek Inka dari balik punggung Sena.

"Nggak perlu repot-repot mengusirku. Aku emang mau pulang sekarang," sahut Aurora ketus. Ia menyambar tas miliknya lalu berjalan menuju pintu keluar. Sebelum benar-benar pergi, ia memandangi Inka sambil tersenyum sinis. "Kamu emang hebat, ya, Inka. Kita lihat aja tanggal mainnya," ujarnya percaya diri.

"Aurora," tegur Sena.

"Kamu juga, Sen." Aurora ganti memandangi Sena. "Pada akhirnya kamu akan tahu semuanya ... dan saat itu, kamu akan menyesal kenapa kamu bisa-bisanya mempercayai ular berbisa seperti istrimu itu," ujarnya sebelum pergi meninggalkan pasangan itu.

Beberapa saat kemudian Aurora telah tiba di rumah dan langsung mengurung diri di kamar. Ia menghempaskan diri ke atas sofa, menghela nafas panjang. Lelah tubuhnya, seharian berada di luar demi menyelidiki misteri siapa ibu dari manusia kecil yang saat ini menjadi tanggung jawabnya. Lelah pikirannya, lelah hatinya. Begitu banyak kejutan yang diterimanya hari ini, teramat menyiksa.

Jadi ternyata selama Aurora pergi berlibur berbulan-bulan, Luan mendekati Inka, istri Sena dan berbuat amoral hingga lahir bayi. Yang lahir tidak cuma satu, tapi dua bayi. Luan dengan akal liciknya merekayasa semua hal hingga akhirnya berhasil membawa pulang salah satu bayinya ... dan meminta Aurora mengurusnya, menganggap bayi itu sebagai anak mereka berdua. Aurora harus mau menurut Luan dan semua skenarionya, termasuk harus bersandiwara di depan orang tua dan mertuanya yang akan datang berkunjung. 

Mengapa Luan setega itu? Tidakkah Luan tahu, bahwa sebenarnya Aurora justru bermaksud membuka kembali hatinya dan ingin menjalin hubungan yang baik lagi dari awal dengan Luan? Mengapa Luan malah berbuat seperti itu? Mengapa Luan bisa-bisanya selingkuh dengan istri orang? Dari sekian miliar jumlah perempuan di dunia, mengapa harus pasangan Sena yang diincar? 

Mengapa Sena harus ditipu habis-habisan seperti itu? Apa salah Sena pada Luan? 

Mengapa Luan tidak bisa menjaga kehormatannya sebagai suami? Mengapa Luan tidak bersedia menunggu Aurora? Mengapa Luan memanfaatkan kecerdikannya sampai sedemikian? Tidak pernahkah terpikirkan oleh Luan, tindakannya merancang skenario sejahat itu bisa menyakiti banyak orang dalam sekali tepuk? Tidak pernahkah Luan memikirkan apa yang Aurora rasakan akibat skenario Luan? Tidak adakah perasaan bersalah atau tidak enak hati? Sampai sedemikian tega Luan menghancurkan hati Aurora. Sungguhkah masih ada nama Aurora dalam hati Luan? Kalau benar masih ada, mengapa bisa ada kejadian seperti ini? 

Segalanya kacau. Hubungan segi empat yang sangat mengerikan. Kehadiran sepasang bayi kembar menambah keruh keadaan. Dan Aurora terpaksa terlibat dalam keegoisan Luan dan Inka semata. 

Mengapa pula Inka sampai tega menyelingkuhi pria sebaik dan sejujur Sena? Apa yang kurang dari Sena? Apa yang Inka cari dari Luan? Mengapa Sena tidak pernah punya insting atau perasaan apa pun terkait istrinya? Sebodoh itukah Sena, sampai tidak curiga sama sekali atas kelakuan istrinya? Sebodoh itukah Sena, bisa-bisanya percaya buta dan termakan omong kosong Inka tadi? Dan mengapa Sena jadi memandang jelek Aurora? Padahal Aurora hanya ingin menyingkap kebenaran, ingin hidup tenang tanpa harus terlibat hubungan rumit seperti itu.

Tangis Aurora pecah sedari tadi. Ia sesenggukan, melampiaskan semua perasaan campur aduk yang membelenggu dirinya. Menyesali Sena. Menyesali Luan. Juga menyesali dirinya sendiri. 

I Hate You, HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang