37 - Pengakuan Si Peselingkuh

53 2 0
                                    



Pancingan Aurora sepertinya berhasil. Sirat kecemasan kini terpampang di wajah Inka begitu mendengar keadaan Juan, namun ia tidak merespon.

"Susu formula nggak cocok ... dia bisa makan apa? Yang harusnya dia konsumsi adalah susu ibunya sendiri, tapi di mana aku bisa mendapatkannya? Aku nggak tahu ibunya siapa, Luan juga tutup mulut tiap aku ceritakan kondisi Juan. Luan ngotot kalau Juan harus minum sufor! Tapi mana aku tega lihat Juan menangis dan rewel terus seperti itu .... Makanya aku mulai cari tahu siapa ibu kandung Juan supaya aku bisa minta sedikit ASI-nya. Ternyata kamu, kan, ibunya Juan?"

Inka terlihat semakin tak nyaman di kursinya.

"Meskipun bukan darah dagingku, tapi aku tetap manusia biasa yang punya sisi keibuan juga ... aku nggak tega lihat Juan ... aku mau Juan kenyang dan nyaman, jadi aku menahan emosiku terhadap kamu. Aku ... aku berharap kamu mau berbagi sedikit ASI kamu untuk Juan ...."

Tidak mendengar respon apa pun dari Inka, Aurora melanjutkan, "Kamu tegakah, Inka? Kamu nggak kepikiran soal Juan sama sekali? Apa karena udah ada Ian di sini, jadi kamu berusaha melupakan Juan? Kamu tega? .... Aku pikir kamu ibu yang baik dan menyayangi anak ... masa iya kamu nggak kepikiran Juan sama sekali?"

Inka menggigit bibir. Kegundahan, kecemasan serta panik terpancar di wajahnya.

"Kamu yang lahirkan Juan, kan? Dan kamu biarkan Luan bawa bayi kamu ... kenapa? Kok tega-teganya sama bayi yang nggak bersalah dan nggak berdosa? Terus sekarang kamu nggak mau peduli juga tentang kondisi Juan ... padahal dia tadi aku tinggalkan di rumah dalam keadaan rewel. Aku nggak tahu dia harus berapa lama lagi menderita karena nggak cocok sufor. Juan lapar, Inka. Dia butuh kamu ... seenggaknya, dia butuh susu kamu. Susu kamu aja, Inka. Supaya Juan bisa makan."

Inka masih bergeming, namun Aurora tahu ia sedikit lagi berhasil memojokkannya.

Maka Aurora melanjutkan, "Kamu nggak mau kalau Juan sampai kenapa-kenapa, kan? Kalau diarenya makin parah ... gimana? Dia nggak kemasukan nutrisi apa-apa ... gimana ceritanya itu? Please, Inka, umur Juan baru berapa ... kasihan banget dia harus tersiksa seperti itu. Atau kamu emang sebegitu nggak pedulinya sama anak itu?"

Inka tidak tahan lagi.

"Baik ... kamu emang nggak peduli sama Juan. Hanya ada Ian yang ada dalam hidupmu sekarang, hanya Ian yang kamu pedulikan. Aku semakin kasihan pada Juan ...," kata Aurora, seraya menarik nafas panjang. "Harap-harap saja saat Juan besar nanti, dia nggak tahu asal usulnya seperti apa. Kalau dia sampai tahu bahwa dia dibiarkan diambil dari ibunya ... gimana ya? Bisa dibilang kalau kamu udah buang Juan. Kamu buang begitu saja ... kamu ibu yang nggak punya perasaan. Dan kamu keep bayi yang satu lagi. Egoisnya kamu ... entah gimana reaksi Juan kalau nanti dia tahu," lanjutnya.

"Jadi saya harus gimana??" Inka memekik tertahan, air mata telah tumpah membasahi pipinya. "Kenapa sih kamu harus datang ke sini? Kenapa kamu dan Luan nggak bisa lihat saya hidup dengan tenang?"

Aurora tersenyum tipis. "Jadi kamu mengaku kalau kamu ibunya Juan?"

"Iya! Saya! Tuh, kamu dengar pengakuan saya!" pekik Inka dengan suara gemetar. "Saya nggak bisa berbuat apa-apa selain biarkan suami kamu ambil bayi saya meskipun sebenarnya saya nggak rela!"

Diam-diam Aurora tersenyum, merasa menang, telah berhasil membuat Inka mengaku. "Luan sampai bisa merancang skenario dengan sedemikian mulusnya, sampai Sena terkecoh, bahkan sampai orang tuanya juga terkecoh. Semua itu bisa terjadi karena kamu mengizinkannya juga. Padahal kamu bisa menolak Luan dari awal," katanya.

"Luan mengancam saya! Kalau saya nggak ikuti kemauannya ... saya ... dia bilang dia bakal mengirimkan video saya pada Sena ...! Saya dijebak, kamu tahu??" seru Inka, wajahnya terlihat stress.

Diancam bakal sebarin video ... idih. Lagian tolol banget mau-maunya direkam. Tololnya kebangetan, kata Aurora dalam hati. Sedikit banyak ia menikmati adegan pengakuan terlarang yang keluar dari mulut Inka.

Aurora membalas, "Ohh, jadi kamu lebih memilih menyelamatkan mukamu ketimbang anak yang kamu kandung? Kamu lebih memilih tampil innocent di depan Sena ... tampil sebagai istri dan ibu yang baik, padahal sampah! Anak kamu yang jadi korban!"

"Semua ini gara-gara suami kamu, tahu! Dia yang dekati saya!" teriak Inka marah.

"Dan kenapa kamu mau?"

"Kenapa saya harus jelaskan itu?!" Suara Inka makin meninggi. "Pokoknya Luan yang salah! Dia licik, jahat! Manipulatif!"

Aurora menyahut kalem, "Tapi kamu menikmati juga digoyang laki orang."

Ada semburat merah sontak mewarnai pipi Inka begitu mendengar ucapan Aurora. "Kamu mending pulang deh!" usirnya.

"Aku nggak mau pulang. Kamu belum kasih solusi apa-apa. Gimana dengan Juan? Harusnya kamu dong yang rawat. Yang punya susu kan kamu. Bawa balik Juan, sekaligus akui kesalahanmu pada Sena," ujar Aurora tegas.

Inka terperangah. "Saya ... saya nggak mungkin ... saya nggak mau kecewakan Sena, kamu ngertiin dong!"

Ngertiin, katanya?? Ngarep!! pekik Aurora dalam hati. Ia pun berkata, "Kamu tahu nggak sih pria sebaik apa Sena itu? Kamuu tuh, udah sangat beruntung bisa jadi istri Sena. Pria yang baik, hangat, ramah, bertanggung jawab, pekerja keras. Aku yakin dia itu suami yang baik. Tapi kamu malah khianati dia dengan sangat kejam, Inka. Kamu berbuat serong dengan laki orang, bahkan sampai melahirkan anak. Tentu saja Sena nggak curiga sama kamu, dia itu polos, dia nggak pernah berpikiran negatif terhadap orang lain! Dan kamu pasti tahu betul soal itu, makanya kamu manfaatkan kebaikannya dengan berbuat amoral! Kamu tuh jahat, tahu nggak? Kalau keadaannya seperti ini terus, Sena dibiarkan nggak tahu apa-apa sama sekali, dia bakalan hidupi anak yang ternyata bukan dari benihnya sendiri. Kamu berbuat sejahat itu pada Sena! Kamu berniat berbohong selama-lamanya? Oh my God, gimana bisa ada orang yang menyia-nyiakan pria sebaik Sena .... Perempuan gila! Nggak punya hati, nggak punya otak!"

Inka balas berteriak, "Kamu mending pulang deh!! Kamu sendiri yang salah, kenapa nggak jaga suamimu baik-baik?? Kenapa biarin dia keliaran cari selingkuhan? Kan kamu sendiri yang nolak jadi istrinya, sampai nggak mau menunaikan kewajiban kamu sebagai istri! Ya laki-laki mana yang bakal tahan hidup serumah sama kamu?! Nggak bisa jaga suami, giliran ada masalah, kamu ngegas pol ke saya seorang! Kamu juga harusnya instrospeksi diri, dong! Luan tuh jadi gitu karena kelakuan kamu sendiri!"

"How dare you!!" Aurora tidak mampu lagi menahan diri. Ia spontan bangun menerjang Inka, mendaratkan pukulan pedas di pipi wanita yang masih dalam masa nifas tersebut.

Inka yang tidak menyangka reaksi Aurora hanya berteriak, menangkis pukulan yang bertubi-tubi mendarat pada wajah dan tubuhnya.

"Kamu tuh cewek macam apa sih?! Binal! Nggak bisa jaga kehormatan kamu sendiri, malah main gila sama laki orang! Sena tuh orang baik! Kamu tuh nggak pantes jadi istrinya!" pekik Aurora marah, tangannya masih ringan memukuli Inka. Ia benar-benar di atas angin.

"Stoppp! Aurora, stop!!" Inka menjerit kesakitan begitu rambutnya dijambak, spontan ia balas menjambak rambut lawannya itu.

"Aaaw!! Beraninya lo kotori rambut gue dengan tangan lo yang kotor itu!! Gila!" Aurora semakin kencang menjambaki Inka.

"Gila! Lo tuh yang gila! Seenaknya aja dateng ke sini cuma buat mukulin gue!"

I Hate You, HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang