Ada sedikit revisi, guys. Tapi gak merubah alur kok.
Selamat membaca!
***
"Mau ke mana lo?" tanya William saat Samira terlihat berjalan ke luar mobil saat berada di lampu merah.
"Mau beli air. Bentar yah." segera gadis itu keluar dan menghampiri sebuah penjual di pinggir jalan, ia mengambil tiga botol air mineral dan kembali setelah membayar.
Saat lampu merah berganti ke warna hijau, William kembali melajukan mobilnya. Ia tak melirik ke arah Samira, tetapi dapat ia lihat dari sudut matanya bahwa gadis itu kesulitan membuka botol minum.
Samira yang kesulitan pun mencari-cari sesuatu di dalam mobil untuk membantunya membuka botol. Dan pilihan Samira jatuh ke salah satu benda di dalam mobil tersebut, yaitu belati lipat berwarna hitam. Diambilnya lah benda tersebut, dan memotong bagian atas botol agar ia bisa meminum air dengan segera.
Tak lama setelah itu, mereka tiba di basemen. Samira turun dari mobil masih membawa ketiga minuman yang tadi ia beli. Sebenarnya William ingin bertanya, hanya saja ia gengsi untuk bertanya. Samira berjalan di depan William dan tidak berniat menunggu pemuda itu. Secepat mungkin ia berjalan, berharap agar ia tak bertemu dengan William hingga pagi tiba.
"AAAA!!" teriak Samira spontan. Terlalu kaget melihat William yang ikut masuk ke dalam lift.
Sialnya, William mode jail sedang on malam ini. Ia menampilkan smirknya kepada Samira membuat gadis itu hendak berlari keluar lift sebelum tertutup rapat. Namun, William mencekal tangannya.
Tanpa pikir panjang, Samira mengguyur wajah William dengan air di tangannya.
"Fuck! What are you doing?"
"Katanya bisa mengurangi ketidakwarasan orang yang sedang mabuk."
"Oh, shit!"
"Tapi muka Kak Will kok gak ada ekspresi mabuknya?" mata Samira membulat kemudian.
"Wah, jangan-jangan kamu bukan Kak Will, yah? Ngaku gak?"
"KYAAAA, MAMAAAA!" teriak Samira saat William mendekat ke arahnya dengan full senyum dan sedikit menunduk.
"Mundur gak!" Samira menodongkan dua botol lain di tangannya ke arah William.
"Aaaaa... Kak Will, gak lucu. Mundur gak. MAMAA!"
"Santai dong." William berbalik dan kembali bersikap dingin seolah-olah tidak ada sesuatu yang terjadi. Setelah lift terbuka, ia keluar dengan langkah pasti.
Samira menganga di tempat. Tak tahu harus berekspresi seperti apa. Ia keluar dengan takut-takut jika saja William kembali muncul di hadapannya. Namun nyatanya tidak, pemuda itu telah berjalan cukup jauh di depannya.
Samira mengikut di belakang sambil berlari kecil.
***
Pagi-pagi Samira sudah dibuat pusing oleh William. Pemuda itu mempermasalahkan perbuatan Samira semalam yang mengguyurnya dengan air di dalam lift. William tak menerima permintaan maaf Samira dan justru mengajukan syarat. Samira harus mencium William saat bertemu maupun sebelum berpisah.
Kebayang gak sih? Berapa kali dalam sehari ia harus mencium William.
Saat Samira bertanya, "Kalau gak sengaja papasan di jalan?" dan William menjawab, "Itu urusan gue." entah urusan apa yang dimaksud William, tetapi Samira tak cukup yakin maksud pemuda itu adalah baik. William selalu mencari keuntungan.
"Turun atau gue kunciin?" suara William membuyarkan lamunan Samira.
Samira bingung. Tak tau harus mencium William bagaimana. Karena William tidak menentukan aturan dalam ciuman yang dimaksud, maka Samira akan mencium pipi William saja. Samira memajukan wajahnya ke arah William, hendak mencium pipi pemuda itu, tetapi seperti William selalu mencari keuntungan. Sebelum bibir Samira menyentuh pipi pemuda itu, ia lebih dulu menarik tengkuk Samira dan melumatnya dengan lembut.