Empat Puluh Tiga
Dalam pikiran William.
Mengenai suatu kejadian yang tak sempat dijelaskan oleh satu mulut, tetapi dimengerti beberapa orang, perasaan William dipaksa berpaling, dipaksa mencari kepuasan di lain tempat.Sederhananya, William melirik Samira sejak pertama kali melihat gadis itu di usia remaja. Mereka memang telah bersama sejak kecil, tetapi tidak saat William mulai masuk ke jenjang pendidikan tingkat menengah pertama. Mereka baru bertemu kembali saat Samira telah remaja, saat William hampir selesai di pendidikan menengah atas.
Beberapa bulan kemudian, William mengetahui suatu fakta yang membuat William menjadi marah entah karena apa, ia merasa jijik, dan berakhir berpaling pada sosok gadis bernama Awang, itupun atas permintaan temannya bernama Shan.
Tahun-tahun berlalu, di hati William justru timbul rasa benci terhadap Samira. William berpikir bahwa Samira bukan gadis yang baik, munafik dan bermuka dua. Apalagi saat Samira mulai mengambil hati orang tua William, hal itu membuat Wan memaksa William untuk dekat dengan Samira, dan posisi Awang semakin tergantikan, semakin didepak dari daftar menantu keluarga.
William sangat membenci Samira saat itu. Lalu datanglah Saga yang tiba-tiba menawarkan suatu taruhan yang William terpaksa terima karena saat itu Saga mengejek William sebagai pecundang. Tentu saja William tak terima.
William menang dan baru menyadari bahwa ia justru akan dibebankan seorang gadis yang sangat ia benci saat itu. Sialnya, iman William yang tipis itu selalu diuji saat bersama Samira.
Samira dan tubuhnya yang menggoda.
Pernah suatu malam, William kembali dari luar dan dalam keadaan mabuk, saat itu Samira masih menonton TV sambil mengenakan pakaian andalannya, yakni pakaian tidur yang kekurangan bahan.
William yang kesadarannya tersisa sedikit mendekati Samira saat itu, memaksa Samira meminum dari botol yang ia bawah. Sangat banyak, sampai Samira hilang kesadaran dan mulai mengoceh tidak jelas. Saat itu William sengaja bertanya mengenai hal-hal yang membuat William penasaran dan Samira menjawabnya secara detail.
Hingga satu pertanyaan lain muncul di kepala William.
"Lo suka sama gue?" Itu adalah pertanyaan yang sebenarnya tidak ingin William tanyakan setelah mengetahui beberapa fakta dari mulut Samira.
Terlihat wajah Samira memerah, tetapi kemudian tertawa tidak jelas. "Kenapa?" Tanya William lagi. Kesadaran William mulai kembali saat itu.
"Gak tau." Jawab Samira pelan. Kali ini ia menatap William sendu.
Gadis itu mendekat, mengikis jarak di antara keduanya, membuat iblis dalam tubuh William bangkit, bulu kuduknya telah berdiri.
Bagaimana tidak, Samira duduk di atas kedua paha William, jari lentiknya yang kecil mengusap kecil bibir William, dan tatapan matanya yang bergerak pelan memperhatikan wajah William. Oh, jangan lupakan paha mulus Samira yang semakin terekspos, dadanya yang menonjol, gadis itu tak mengenakan bra.
Sial, pikiran William dibuat tunduk oleh gadis sialan itu.
"Kak Will suka gak sama Samira?" William diam saja. Tak munafik, William tergoda dengan tubuh Samira, sejak dulu tubuh William tergoda melihat Samira. Namun, mengenai perasaan suka atau semacamnya, William tak berani menjawab. Ia ragu dengan kata itu.