Rabu, 15 Februari 2023
Enjoy guys!
***
Zuya berjalan menyusuri rumah, mencari keberadaan sang anak. Sudah hampir habis ia membuka pintu kamar di lantai pertama, tetapi tak ada tanda akan kemunculan batang hidung siapa-siapa selain beberapa orang yang datang bersamanya.
Zuya beralih ke lantai kedua, membuka semua ruangan, tetapi tak ada juga.
“Ada yang liat Samira?” teriak Zuya dari atas, mulai panik tak menemukan sang anak. “Saga, cari adikmu sekarang.” langkah Zuya tak beraturan melewati anak tangga.
“Paling di paviliun sama William.”
“Di mana itu?”
“Mom, mending siapin makan dulu deh. Anak lapar malah dibiarin.”
“Jangan manja kamu, Saga. Sekarang tunjukkan jalan ke paviliun.” dengan malas, Saga mulai berjalan menuju paviliun William. Melewati halaman utama, kebun bunga milik Anna, lalu ada jembatan kecil, lebih tepatnya mengelilingi rumah utama.
“Kenapa gak lewat pintu belakang?”
“Sama aja Mommyku sayang. Bakalan mutar juga.”
Saga mencoba membuka pintu paviliun tersebut, tetapi segera dihentikan oleh Zuya. “Tidak sopan. Ketuk dulu.” Zuya maju untuk mengetuk pintu dan sedikit berteriak, “Samira, Willan. Kalian di dalam?” tak ada sahutan.
“William. Ini mommy, Samira ada di situ gak?”
“Gak akan bangun, mom. Paling orangnya ngorok pake gak pake telinga.”
“Will, bangun woy!” teriak Saga tak ada sopan-sopannya. Belum lagi ia mengebrak pintu dengan tangan. Menimbulkan suara yang tak enak didengar.
“Bentar.” sahutan William tersebut samar dari dalam.
“William belum bangun?” itu Suara Anna. Ia baru saja muncul di belakang keduanya.
“Udah.”
“WILLIAM, BANGUN!” teriak Anna lebih tidak sopan. Lebih cocok jadi ibu Saga ketimbang Zuya yang terlalu menghargai orang lain, tidak enakan, dan lembut.
Jangan kalian salahkan didikan Zuya mengenai sifat dan sikap kedua anaknya yang kurang ajar. Suya membesarkan dan mendidik mereka dengan lembut sejak dulu, tetapi sifat keras kepala Reno lebih kental dalam diri kedua anak itu. Soal kurang ajar, Reno tidak kalah kurang ajarnya sewaktu mudah, bahkan lebih parah.
“Buka pintu aja lama.” omel Anna saat William muncul di ambang pintu. Pemuda itu menyipitkan mata untuk menyesuaikan penglihatan dengan cahaya.
“Baunya tercium sampai ke sini.” ucap Saga, spontan Zuya menyikutnya. Percuma William memakai celana karena aroma dosa menyeruak dari tubuhnya.
“Samira mana?”
“Lagi mandi.” Anna menerobos masuk ke dalam paviliun William. Hanya ada warna hitam seperti jiwa William, sofa, keset kaki, bingkai foto, bahkan foto semua isi kamar berwarna hitam dengan latar putih, hanya ada beberapa yang putih, seperti selimut, lampu tidur, lampu itu sendiri, dll.