25

11.8K 340 11
                                    

Selamat Membaca!

 

Dua Puluh Lima

***

Terhitung 3 hari, William berdiam diri di rumah sakit dan sekarang ia bisa dengan bebas hidup di apartemen setelah berhasil menyogok sana sini agar ia bisa keluar dari tempat itu dengan segera tanpa memberitahukan kepada Wan karena sudah pasti pak tua itu menolak keras keinginan William.

Yah meskipun jalannya masih pincang, tetapi William malas berada di rumah sakit dan hanya terus berbaring tanpa ada hal-hal menarik di sana.

Singkatnya, William berharap akan kehadiran Samira, tetapi nyatanya tidak sama sekali.

Baru beberapa jam William menghuni apartemennya, ia sudah kedatangan tamu. Seseorang dengan tingkat kesabaran yang rendah sedang menekan bell tanpa henti.

“Dam, buka pintu!” teriak William dari ruang tengah. Pemuda itu sedang duduk santai di depan televisi.

Melihat tak ada tanda-tanda akan kehadiran Adam, William dengan kondisi kaki yang masih sakit mencoba berjalan ke arah pintu untuk membuka.

“Sabar—, mama?” baru saja William ingin mengomel, eh ternyata si pengganggu adalah Anna. Wanita itu sedang memasang wajah masam pada William.

“Lama.” ketusnya. “Masuk sayang, jangan malu-malu.” lanjut Anna sambil menarik tangan seseorang yang ada di sampingnya, mereka mulai melangkahkan kaki ke dalam apartemen William.

William belum bisa berkata-kata, spontanitas yang William lakukan adalah menutup pintu dan ikut mengayunkan laki ke ruang tengah tadi.

“Kamu gak tau cara bersih-bersih?” tanya Anna yang William abaikan. Ia fokus menatap satu orang lain yang ada di samping Anna.

Samira. Satu-satunya orang yang sekarang memenuhi otak dan pikiran William.

Gadis itu terlihat kikuk. Lucu di tatapan William.

“Mama lagi ngomong. Kamu tuli? Telinga kamu ikut terbentur yah waktu kecelakaan?” tanya Anna kembali.

“Duduk!” pinta Anna yang langsung William turuti. “Merasa kaya sekali kamu menyogok orang biar bisa keluar dari rumah sakit? Mama nyariin kamu keliling rumah sakit, tapi gak ada yang tau kamu ke mana. Untung ada Samira yang liat kamu pulang tadi, kalau enggak, mama masih mutar-mutar di rumah sakit. Benar-benar yah jadi anak. Kamu gak kasian sama mama?”

“Bukan gitu, ma. Aku juga udah gede—,”

“Oh melawan kamu? Mau jadi anak durhaka kamu yah? Sejak kapan kamu mulai berani lawan mama?” mendengar pernyataan itu, William memilih diam meskipun sudah tahu Anna akan berkata apa selanjutnya. “Kalau ditanya, jawab. Kamu ini, makin ke sini makin susah dibilangi. Mama tuh capek liat kelakuan kamu yang kayak gini, Will. Makin mirip sama Galang kamu, kalian anak laki-laki tidak bisa diandalkan.”

“Gue kena juga padahal gak ngapa-ngapain.” guman Galang yang berdiri jauh dari jangkauan Anna. Kalau sudah begini, mending Galang bersembunyi ketimbang dilihat oleh Anna.

Karena malas mendengar ocehan Anna yang itu-itu saja, William memilih untuk memeluk wanita itu. Jurus manja adalah jalan ninja meminta ampun.

“Aku bosan di rumah sakit, ma.” Anna diam saja, mencoba untuk tidak terbuai oleh kelakuan William yang seperti ini.

“Kaki aku juga udah mendingan.”

“Hm.” William mengangkat pandangannya untuk menatap Anna.

“Ingat yah, mama masih marah. Jadi, kamu jangan berbesar kepala.” ketus Anna.

Comfortable Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang