Selamat Membaca!
Tiga Puluh Lima
Samira berlari, terus lari, dan ditangkap musang. Salah, bukan seperti itu scriptnya.Samira berlari untuk menghindari William sebisa mungkin. Ia sungguh tak ingin berpapasan dengan William saat ini. Satu-satunya alasan Samira kembali menerima William karena Samira merasa bahwa pemuda itu benar-benar menyesali perbuatannya. Nyatanya, kepercayaan Samira pupus kembali.
Untuk kejadian malam ini, Samira kembali teringat akan perbuatan William yang telah lalu, seolah kenyataan kembali menyadarkan Samira bahwa William akan selalu menjadi William yang pernah menggores hati Samira dengan kekejamannya.
BRAK!
Dalam hitungan detik, Samira sudah tersungkur di lantai saat tak sengaja bertabrakan dengan seseorang. Sangat kencang hingga membuat tubuh Samira terpental kasar ke dasar lantai. Rasanya sakit, baru kali ini Samira merasakan sakit seperti ini. Rasanya sakit di perut.
“Fuck!” umpat William saat berhasil mendapati Samira. “Hey, you okay?” panik William.
“Di—dia berdarah?” tanya seseorang.
“Kak, sakit.” rintih Samira. Perlahan air matanya menetes membasahi pipi.
“Tahan, yah. Kita ke rumah sakit.” William menatap Adam yang tadi ikut bersamanya. Beruntung saja pemuda itu selalu mengantongi kunci mobil sehingga William tak perlu repot-repot mencari taxi.
Dengan tangan gemetar, William membawa Samira dalam gendongannya. Perasaannya campur aduk sekarang, ada perasaan takut yang terselip di antaranya. Ia takut Samira kenapa-kenapa.
“Dam, buruan!” desis William, ia takut saat melihat wajah Samira mulai pucat dengan mata yang tertutup.
Perjalanan yang mereka tempuh ke rumah sakit hanya sekitar 15 menit, tetapi bagi William itu seperti 15 tahun. Sangat lama.
Setibanya di rumah sakit, gadis itu segera di sambut oleh dokter yang sudah mengenal William. Walaupun kata dokter itu tidak akan menjadi masalah yang besar, tetap saja William merasa takut.
“So... kalian...” Adam memulai dengan tidak enak hati, tetapi ia penasaran. Ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal saat William menatapnya. Jika begini, Adam harus menunggu sampai keadaan lebih memungkinkan untuk bertanya.
TAPI ADAM KEPO!
“Kalian ngapain di sini?” suara Galang menginterupsi William dan Adam. “Siapa yang sakit?”
“Samira itu... berdarah.” Adam memberitahu dengan informasi setengah-setengah.
“Berdarah kenapa?”
“Itu, keluar darah.” lanjut Adam sambil menunjuk pahanya.
“Loh, bukannya cewek emang udah biasa kayak gitu, yah?”
“Udah, diam. Tunggu sampai otak lo terupgrade.” bisik Adam denhan nada gregetan.
***
Setelah Samira di pindahkan ke salah satu ruang rawat, Adam, Galang, pun William, hanya diam menatap Samira. Karena Adam, Galang jadi ikut-ikutan kepo masalah Samira dan William. Namun, keduanya takut-takut bertanya karena William terlihat berbeda malam itu.
“Ekhem!” Galang batuk politik. “So...” seketika Galang lupa cara berbicara. Ucapannya terhenti hanya karena William menatapnya. Ini mah namanya mengulang dialog Adam.