39

6K 216 6
                                    

Selamat Membaca!




Tiga Puluh Sembilan

Dalam usia kandungannya yang memasuki empat bulan, Samira belum pernah merasakan puas saat ngidam. Entah kenapa dirinya jadi tidak enakan padahal dulu ia bisa seenaknya saja. Bahkan untuk sekadar membagi cerita kepada Khia tentang kehamilan, tentang keinginannya makan ini dan itu, atau dirinya yang bangun tengah malam karena ingin melakukan sesuatu. Semua itu Samira simpan sendirian, padahal ia bisa meminta Khia menemaninya.

Samira geram dalam kamarnya. Kakinya ingin sekali keluar jalan-jalan pagi itu, makan di luar, dan menikmati udara segar. Namun, dirinya tidak enak meminta seseorang untuk menemaninya, ia juga takut pergi sendirian.

Huufffhh!

Samira menghembuskan napas kasar.

“Keluar sama Mang Dinur aja kali, yah?” Monolog Samira. “Tapi kalau orang ngira dia suami gue gimana? Gak lucu.” Samira jadi bengek sendiri.

“Help! Gue pengen keluar rumah.” Samira mulai berkaca-kaca. Ia tidur menyamping, membiarkan air matanya keluar dan membasahi bagian wajahnya.

Itu bukan kali pertama dirinya menangis karena tak bisa memenuhi hasrat ngidamnya. Dulu, Samira sering mengurung diri dan menangisi William, berbeda dengan sekarang. Akhir-akhir ini, ia mulai memikirkan banyak hal yang ingin dilakukan. Ia juga sering terbangun tengah malam, lalu menangis karena tak seorang pun yang membantunya menemukan sesuatu yang ingin ia makan.

Tok! Tok! Tok!

“Ra? Sayang kamu di dalam kan?” Samira menghapus air matanya dengan segera.

Tok! Tok! Tok!

Ketokan pintu kembali terdengar. “Sayang, you okay?”

“Iya, mom. Bentar!” Samira sedikit berteriak agar Zuya bisa mendengar.

“Ada William di bawah, kamu mau ketemu gak? Dia mau ngajak kamu keluar.”

Mendengar itu, senyum di bibir Samira langsung mengembang. Seseorang mengajaknya keluar di saat yang tepat.

“Kalau kamu gak mau, dia mau langsung ke kantor katanya.” Lanjut Zuya.

Buru-buru Samira membuka pintu kamarnya. Masih dengan senyuman yang merekah. “Dia mau nunggu gak?”

Zuya menatap Samira tak percaya. Namun, akhirnya ia tetap tersenyum menatap sang putri. “He Will,” jawab Zuya. “I think.” Lanjutnya tak yakin.

“10 menit, please. Tapi kalau dia gak bisa gak apa-apa.” Suara Samira melemah. Ia tidak enak mengemukakan keinginan yang begitu besar untuk keluar rumah saat ini.

“Okay, Mommy akan ngomong sama William. Kamu buruan siap-siap.”

“Ten minutes.” Zuya ikut tersenyum menatap senyuman putri kesayangannya. Sepertinya, Samira sangat ingin keluar saat ini.

Andai Zuya tahu, Samira sudah menginginkan hal ini dari lama. Ia sudah menangisi hal tersebut berkali-kali dan akhirnya seseorang datang di saat yang tepat.

***

10 Menit. Samira benar-benar siap dalam 10 menit. Beruntung ia telah mandi sejak pagi tadi. Mungkin sekitar jam 6 ia sudah selesai mandi. Tujuannya memang untuk keluar, sejak jam 6 pagi jugalah ia membayangkan indahnya jalan-jalan hari ini.

Comfortable Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang