Selamat Membaca
Tiga Puluh Satu
Drrt! Drrr! Drrt!
William merogoh saku celana, mengambil benda pipi yang bergetar itu dari dalam sana, melihat siapa yang sedang menghubunginya malam-malam begini. Ada panggilan masuk yang mengganggu.
“Masuk, gue angkat telpon dulu.” kata William. Ia menunggu Samira masuk ke dalam mobil, kemudian kembali berkata, “Jangan ke mana-mana sebelum gue datang. Stay here!” Samira mengangguk kemudian menutup pintu mobil, barulah setelah itu William menerima panggilan tersebut.
“Kenapa lo?” tanya William tak santai.
“Kamu marah yah sama aku? Aku minta maaf, tadi itu cuma—,”
“Bercanda ada batasnya, your actions are not a joke anymore.” q
“Will, aku mohon. Aku akan minta maaf ke Samira, asal kamu mau maafin aku juga.” ujarnya di seberang sana.
“Samira gak butuh maaf lo.”
“Kamu di mana, aku di kantor kamu sekarang. Aku mau ketemu langsung, kamu maunya gitu kan, kamu mau aku minta maaf secara langsung.”
“Sebaiknya lo pulang,”
“Ta-daa, aku udah ada di depan kamu sekarang.” Awang datang dengan ekspresi santai seolah-olah William menantikan kedatangan gadis itu. “Kamu pasti kangen kan sama aku. Aku tau kamu pura-pura marah sama aku kalau ada Samira, aslinya kamu masih sayang kan sama aku?”
William menjauh dari jangkauan Awang tanpa berniat mengatakan apapun lagi.
“Will, aku sayang loh sama kamu. Masa kamu gak bisa liat perjuangan aku sedikit pun. Cuma karena aku jalan sama Keenan dan kamu udah marah bangat sama aku. Aku aja gak marah tuh liat kamu selalu antar jemput Samira ke SMA nya dulu, bahkan saat dia kuliah kamu masih sering bareng dia, aku gak masalah kok.” Awang mulai membanding-bandingkan kejadian.
“Apa kamu terlalu sayang sama aku makanya kamu segitu cemburunya sama Keenan? Aku sama Keenan gak ada hubungan spesial, Will. Cuma teman biasa aja.”
William awalnya ingin iba, tetapi langsung ia urungkan saat mendengar kalimat kepedean dari mulut gadis itu.
“Lo mending pulang sebelum kesabaran gue habis.” William berjalan mendahului Awang, ia berniat untuk kembali ke parkiran.
“Will, aku sayang sama kamu.”
***
Beberapa orang mendatangi sebuah mobil dan tanpa aba-aba langsung melayangkan beberapa pukulan pada kaca mobil menggunakan balok kayu maupun besi, hingga kaca mobil terlihat remuk berantakan.
Setelah itu, seorang yang lain mengetuk pintu mobil dengan santai. “Buka!” katanya.
Cukup lama, tetapi akhirnya salah satu pintu mobil bagian depan terbuka.
“Keluar kalian semua!” bentaknya. Satunya lagi keluar. Berbeda dengan orang yang duduk di bagian belakang, masih enggan membuka pintu.
“Tunduk kalian!” dua orang itu berlutut seraya mengangkat tangan dengan takut.
“Keluar!” murkanya sambil kembali memukul kaca mobil.
Perlahan pintu mobil tersebut terbuka, tetapi orang yang keluar dari dalam sana langsung menodongkan pistol kepada seorang yang lain, yang sedari tadi membentak agar si penghuni mobil keluar dari sana.