Empat Puluh Empat
Ceklek!Bunyi pintu apartemen William saat benda itu tertutup rapat.
William berdiri dari tempatnya, menatap sang gadis... Tidak! Perempuan itu telah menjadi seorang wanita, bukan? Wanitanya William seorang.
Benar. Samira telah didewasakan oleh William.
“Ra?” Panggil William. Samira yang sedang memungut beberapa benda yang terletak di lantai menoleh dengan raut wajah bingung.
William melangkah maju, menarik tubuh kecil Samira ke dalam pelukannya. Memeluk gadis itu dengan lembut.
“Maaf.” Ucap William dengan nada pelan. “Gue... I mean, maaf telah membuat kamu menderita terlalu lama, maaf karena aku lambat balas cinta kamu.” William merenggangkan pelukannya, menatap Samira yang hanya terdiam dalam pelukan William.
“Gak apa-apa, kok.” Ucap Samira pelan. Ia seperti menelan suaranya sendiri saking groginya di depan William yang seperti ini. “Aku juga salah, aku rela jadi cewek murah—,”
“It’s okay.” William memotong ucapan Samira saat mulai terdengar getaran kecil dari suaranya. “It’s okay.”
William mengelus rambut lurus wanita itu. Rambut yang biasanya dibuat bergelombang kini tergerai lurus mengikuti bentuk aslinya.
“Baju mana yang mau kamu bawa? Yang ini nanti aku beresin.” Wiliam mengambil benda yang Samira pungut dari lantai tadinya.
William membiarkan Samira pergi lebih dulu ke kamar untuk menyiapkan pakaiannya, William tahu Samira ingin cepat-cepat menghilang dari hadapan William, begitu pun William yang tak tahan jika harus berada dalam kondisi yang seperti ini. Maksud William... Bukan kah ini terlalu aneh? William yang biasanya selalu membahas hal-hal dewasa di depan Samira, kini mendadak gugup hanya karena pembahasan ringan seperti ini.
Sial!
Ini bukan William! William seperti tak mengenal dirinya sendiri.
ARGSJXBSU!!!
William membuang dirinya ke atas sofa bed saking malunya melihat dirinya yang sekarang.
Benar-benar memalukan.
Belum selesai agenda malu itu, William teringat akan ucapan Galang dan Adam yang mendesaknya untuk mengatakan cinta pada Samira lalu mengajak wanita itu menikah agar tidak merasa diabaikan atau semacamnya.
Jangankan mengatakan hal-hal semacam itu, berbicara biasa saja rasanya William mau patah kaki saking tak bisanya menahan tubuh sendiri.
William segera mengangkat benda-benda yang berserakan di lantai dan segera menyusul Samira ke kamar.
Ia harus menemukan pembahasan lain yang bisa menghilangkan kecanggungan ini.
Tok! Tok! Tok!
Saking groginya, William mengetuk pintu yang tidak tertutup. Bisa langsung masuk aja kali! William yang tak melihat keberadaan Samira lanjut berjalan ke walk in closed untuk menemukan makhluk kecil itu.