45

7.1K 161 0
                                    

Empat Puluh Lima








Setelah makan malam, Samira memilih untuk membersihkan wajah terlebih dahulu sebelum ia tidur. Rencananya, malam ini ia akan tidur bersama Khia dan Karin. Quality time bareng teman dulu gak sih?

Ia berjalan masuk ke dalam kamar mandi. Yang tak ia duga adalah, ternyata sosok William berdiri di dalam sana tanpa mengenakan sehelai benang pun. Pemuda itu sedang mandi.

“AAAA!” Kaget Samira saat itu. Berbeda dengan William yang terlihat santai saja saat dipergoki telanjang. Menurut William itu bukan masalah yang besar karena adik William yang satu ini telah membuahkan seonggok makhluk di dalam rahim Samira.

William mengambil handuk dan melilitkan di pinggang, berjalan mendekati Samira yang menutup mata sambil meraba-raba, matanya pasti perih kemasukan sabun yang ada di wajahnya.

William membantu Samira untuk menggapai wastafel untuk memudahkan wanita itu mengambil air. William tertawa kecil melihat Samira yang tampak buru-buru membasuh wajah. Manusia itu pasti berusaha kabur dari jangkauan William.

Tidak bisa dibiarkan!

Jika sudah berada di luar nanti, William pasti kesulitan untuk mendekati Samira, jika di sini, William bebas melakukan apa saja. HAHAHAHA!

“Mau ke mana?” William menarik tangan Samira dan membawa gadis itu untuk duduk di atas samping wastafel yang biasa digunakan untuk meletakkan peralatan wajah.

“Aku...”

“Gak bisa,” potong William.

“Nanti yang lain nungguin,”

“Ada yang lebih penting dari aku?”

Samira menggeleng cepat. Bukan begitu maksud Samira. “Bukan gitu, kak.”

“Ya udah, di sini aja dulu.” William mengambil tangan Samira dan meletakkannya untuk melingkar di leher William. Lalu, tangan William memeluk pinggang Samira.

“Kuliah kamu gimana?” Tanya William tiba-tiba teringat akan Samira yang masih duduk di bangku perkuliahan.

“Aman. Kata daddy, aku ambil cuti aja semester depan. Sebenarnya mommy udah larang kuliah, tapi karena udah final, jadi nanggung.”

“Kamu kalau ada yang ganggu bilang ke aku, jangan dipendam sendiri. Sekarang kamu udah tanggung jawab aku, justru kalau kamu pendam semuanya sendiri, itu yang akan membebani aku. Paham?” Samira mengangguk.

William mengecup singkat bibir Samira, sudah tak tahan melihat wajah wanitanya itu. Menurut William, wajahnya lebih menggemaskan dari yang sebelumnya. Seolah memanggil William untuk mengecupnya.

“Kak.” Tegur Samira sambil menghentikan gerakan tangan William yang bergerak masuk ke dalam sela-sela baju Samira.

“Umh?”

“Yang lain udah nunggu aku di luar.”

“Mau ke mana?”

“Tidur.” William tak lagi mendengarkan Samira, tangannya terus bergerak, menerobos pertahanan Samira, lalu wajahnya maju mengecup leher mulus Samira.

“Kak,” tegur Samira lagi.

William tetap tak mendengar. Ia terus menjalankan aksinya, memainkan tangannya di dada Samira, beralih mengecup bibir gadis itu, membungkam bibir Samira agar tidak terus mengoceh.

Tok! Tok! Tok!

William menoleh pada pintu yang digedor itu.

Tok! Tok! Tok!

Sial!

William kembali menatap Samira yang mendadak kaku dalam duduknya. Karena gemas, William menarik tengkuk Samira dan kembali mencium gadis itu, tak lupa ia meninggalkan kiss mark di leher putih milik Samira.

TOK! TOK! TOK!

William menatap Samira dalam-dalam, tak berniat membiarkan gadis itu pergi dari sana.

“Kak?” Panggil Samira dengan nada kecil. “Aku boleh keluar sekarang, gak?”

Dengan berat hati, William membantu Samira turun dari posisinya, membuka pintu untuk membiarkan Samira keluar dari kamar mandi tersebut.

Saat pintu terbuka nyata, tampaklah wajah Karin yang mulai emosi. Entah apa yang membuat makhluk itu terlihat tak bersahabat seperti itu.

“Pantes lama,” Karin memutar bola matanya dengan malas. “Belum nikah, tapi udah—, EH BABI LO NGAPAIN CIUMAN DEPAN GUE?” Teriak Karin sambil menutup mata saat William tiba-tiba menarik dagu Samira dan mencium bibir gadis itu tepat di hadapannya.

“IH, MOMMY!” Teriak Karin  lebih kencang lagi.

William mendorong kepala Karin sebelum berlalu dari sana.

“Kak?” Panggil Samira membuat langkah William terhenti, pemuda itu berbalik menatap Samira. “Aku boleh pergi?”

“Hm.” Jawab William setengah hati. Pemuda itu kembali untuk mengecup lagi bibir Samira, lalu berucap, “Good night, girl.”

“Huekk!”

“Bersik, bilang aja lo juga pengen digituin sama Angga.”

“Enggak, tuh.”

“Tuh muka lo aja udah memerah.”

“Enggak, yah!”

“Udah, udah!” Samira melerai. Ia kemudian pamit kepada William dan segera pergi dari sana.

Jika dibiarkan, mereka ini akan terus berdebat sampai pagi datang.

Comfortable Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang