Selamat Membaca!!
Tiga Puluh
William kembali dari kamar setelah membersihkan diri, membawakan selimut tebal untuk Samira juga satu lagi untuk Anna. Saat ia terbangun, ia mendapati Samira, Anna, Wan, Galang, dan juga Adam sedang tertidur pulas di ruang tengah tersebut. William memilih memindahkan Anna ke tas sofa bed, tepat di samping Wan, sehingga hanya Ada Samira dan Adam yang berada di atas karpet. Catat yah, Adam berada cukup jauh dari Samira.
Dengan hati-hati, William memakaikan selimut untuk Samira, mengambil pelan tangan gadis itu dan masuk ke dalam pelukan Samira. William mengabaikan rasa sakit di tangan dan menatap fokus pada Samira dalam penerangan samar.
“Woy, dengar gak gue ngomong apa?” kaget William. Saat kembali tersadar, ia langsung menatap kesal pada Galang yang duduk di depannya.
Mengganggu aktivitas William saja. Padahal William sudah membayangkan itu berkali-kali sejak bangun tadi, saat ia masih memeluk Samira, tetapi kenapa Galang harus mengganggu ingatan William?
“Lo ingat kelakuan lo semalam gak sih? Gak tau malu bangat sih lo.” William mengangkat sebelah alisnya tanda tak paham. Ia benar-benar lupa apa yang terjadi semalam, bangun-bangun ia hanya mendapati dirinya tidur di paha Samira, tangannya yang sudah di perban, dan ada orang-orang di sekitarnya. William pikir, mereka sedang—, sedang apa mereka semalam tidur di luar kamar? Apakah seluruh ruang kamar di rumah ini sedang diperbaiki? Tidak, William semalaman masih sempat melihat kondisi kamarnya yang baik-baik saja.
PLAK!
“Si anjing, lo beneran lupa kejadian semalam? Wah parah, setelah lo hampir bunuh gue, lo malah nyengir kayak gitu?”
“Sorry, gue gak sadar itu.” William menendang tubuh Galang hingga pemuda itu terjungkal dari sofa. “Apa lo, gue laporin mama lo yah.”
Galang berdiri dan menatap William dengan tajam. Detik berikutnya, Galang mengambil bantal dan langsung membekap wajah William menggunakan bantal.
“Ngaduh lo sekarang. Teriak sama mama!” saking kesalnya Galang, rahangnya mengeras, ia berusaha sekuat tenaga agar William tidak bisa bebas dari siksaannya kali ini.
“Mama!” teriak William saat ia berhasil menghindar sepersekian detik.
“Melawan lo! Lawan, goblok!”
“Galang, kamu apain adikmu astaga.” Anna datang dan menggeplak kepala Galang dengan tidak santai. “Lepasin gak!”
“Kalian ini kerjaannya berantem aja tiap hari, gak bosan apa?”
“Lo... lho... lo ma... Lo mau bunuh gue yah?” ucap William ngos-ngosan.
“Cukup! Kamu juga, Will. Kalau salah yah minta maaf—,”
“Etss, mama jangan asal nuduh dong.”
“Lo yang dorong gue sampai jatuh, yah. Jangan ngeles lo.”
“Cukup! Cukup!” teriak Anna habis kesabaran. “Kalian mau diam atau mama suruh bersihkan kolam ikan di belakang?”
“Jawab!”
“Iya, ma, maaf.” jawab Galang dan William dengan nada rendah, seolah-olah menyesali perbuatan.
***
Samira menatap nanar layar ponselnya yang menunjukkan pesan singkat dari Awang. Gadis itu tak henti-hentinya meneror Samira sejak kejadian kemarin sore. Meminta agar Samira menemuinya di sebuah tempat yang Samira tak tahu tempatnya, juga mengancam keselamatan Samira jika Samira sampai memberitahu William perihal tersebut.