Selamat Membaca!
***
Saat orang tua Samira datang ke rumah kemarin, Samira pun Khia kompak berbohong bahwa kaki Samira sakit karena belajar naik motor. Padahal sudah sejak Samira tinggal di apartemen William gadis itu mulai bisa mengendarai motor. Untung saja orang tua Samira tidak mempermasalahkan itu dan hanya memperingatkan untuk berhati-hati lain kali. Lagi pula Samira sudah berjalan normal meskipun kadang-kadang ngeri, nyeri pinggang mas.
“Pagi, mom. Daddy mana?” Samira pun Khia berbalik ke sumber suara. Menyaksikan sosok Saga dan William berdiri menatap wanita yang merupakan salah satu orang tua Samira dan Saga, Zuya namanya, bergantian memeluk. Wanita keturunan Jepang yang menghasilkan benih kurang ajar seperti Samira dan Saga.
Secara postur tubuh, Saga sedikit lebih tinggi dan kekar dibandingkan William yang jangkung dengan otot yang masih kurang ketimbang Saga. Atau saga saja yang kelewat besar? Entahlah. Itu mungkin karena Saga lebih dominan mengikuti Reno yang memang berbadan kekar.
It’s fucking tidak penting.
“Sedekat itu yah William sama Mommy.” ujar Khia melihat William menyapa dan memeluk Zuya sebagaimana ia bersikap pada Anna. Elok dipandang.
Fokus Samira bertitik pada sosok pemuda yang kini berjalan mendekat dan...
“Morning, dear.”
Cup!
Tiba-tiba. Terlalu cepat sehingga Samira tidak bisa mengatakan apa-apa.
Tindakan William diluar nalar epribadi. Pemuda itu menyapa Samira dengan embel-embel ‘dear’ diselingi dengan kecupan. Waw. William sedang tidak baik-baik saja.
“Sehat sekarang?”
“Udah bisa jalan tuh dari kemarin.” jawab Zuya mendahului Samira.
Zuya bukannya mengetahui perihal Samira yang habis digempur hingga nyaris lumpuh. Bukan!
Hanya saja, Zuya mengetahui ketidaknyamanan Samira di kaki, yang secara spontan telah didustakan oleh Khia dan Samira sewaktu Zuya tiba di rumah tempo hari: Samira jatuh dari motor.
“Udah boleh jalan kan, Mom?” pancing William pada Zuya sementara tangannya merangkul pundak Samira yang sedang mengupas pepaya mudah. Rencana mereka untuk membuat semacam rujak dari Thailand. Apa namanya?
Ituloh, yang pepaya muda, diparut kecil, trus nanti ditambahkan bumbu—rujak jadinya.
“Sure. Lagian mereka juga ada rencana untuk keluar sore nanti kan? Sekalian aja bareng.”
“No, Mom. Aku mau berdua sama Samira aja. But, if you want to join,—”
“No, thanks.” tolak Khia cepat, memotong ucapan William. Tanpa menatap William pun, ia sudah tahu banyaknya ancaman dari pemuda itu.
“Ta—,tapi. Mom,” Samira ingin menolak, tetapi tak tahu harus mengatakan apa. Sial William.
“Hanya permainan singkat, my little girl.” William memeluk Samira dari belakang dan menghirup aroma dari leher gadis itu.
“Bisa nanti aja gak?” Saga menarik William menjauh dari Samira.
“Cemburu lo?” William memosisikan diri seolah akan mencium Saga.