Empat Puluh Tujuh

6K 140 3
                                    

Empat Puluh Tujuh






“Ih nanti Kaizer harus berbakti sama orang tua, jangan kayak Galang yang kayak orang gila, yah.” William mengajak berbicara putra pertama Galang.

Mendengar kalimat yang tergolong tidak baik itu, Samira segera menegur, “Jangan ngomong gitu di depan anak bayi, gak baik.” Samira ikut duduk di samping William seraya memperhatikan wajah mungil Kaizer.

“Yang ini akan jadi saingan anak gue kelak.
“Jangan gitu, kak. Mereka masih anak-anak, gak usah ngomong yang enggak-enggak, justru bagusnya kalau mereka akur terus nantinya. Jangan sampai deh ada sejat.”

“Dengarin tuh, udah tua tapi otaknya kayak bocah.” Itu suara Adam.

“Ketimbang lo, udah tua tapi belum laku juga.”

“Beda cerita, gue gak siap jadi seorang ayah dan gak ingin merusak cewek. Fine aja sih kalau gue gak ada cewek sampai sekarang.”

William berbalik, menatap Ada dengan tatapan mematikan, ia berkata, “Lo nyindir gue?”

“Menurut lo?

“Udah. Kalian berdua jangan berisik, nanti baby Kai bangun.”

“Kamu kenapa gak belain aku sih?”

Samira menatap bingung kepada William seolah berkata, waras lo?

“Gak usah childish deh lo.”

“Eh taik—,”

“Kak?” Tegur Samira lagi saat William berbicara dengan nada tinggi.

“Kamu gak sayang sama aku? Kok kamu gak belain aku sih?”

“Dih najis.” Adam semakin tak tahan. Ditambah lagi saat William merengek kepada Samira sambil memeluk gadis itu seperti anak kecil yang merengek minta jajan.

“Lebay.”

“Marahin, Ra. Dia ngejek aku.”

Samira ikut merasa kesal. Ada apa dengan manusia ini? “Aku ngambek nih.”

“Ngambek aja, Su. Lo gak usah bikin Samira pusing.” Sewot Adam semakin menjadi.

“Lo diam, yah, anjing!” William hendak berdiri, tetapi Samira segera menahan lengan pemuda itu dan membiarkannya tenggelam dalam pelukan Samira. Yah inilah bayi tua Samira sekarang.

“Jangan suka galak-galak, nanti anak kamu ikutan galak kalau gede.”

“Biarin.” Cuek William. Ia tidak percaya hal seperti itu meski Samira telah mengatakannya beberapa kali.

“Nyesal gue ke sini.” Adam berdiri dan pergi meninggalkan William yang sudah manja seperti anak kecil kepada Samira.

“Mau cium.” Samira menatap William kesal. Pemuda itu menatap Samira penuh harap tanpa melepaskan pelukannya. “Udah gak ada Adam.” William masih membujuk Samira.

Karena gemas melihat tingkah William, Samira memberikan satu kecupan singkat di bibir William.

“Lagi,”

Cup!

“Lamain, sayang!”

Cup!

“Ih, gak lama.” Rengek William lagi. Karena mulai emosi, Samira mengecup kasar bibir William dan segera menjauh.

“Aku udah minta baik-baik, yah.”

Samira memutar bola mata dengan malas membuat William menampilkan smriknya lantas menarik tengkuk Samira dan melumat bibir itu sesuka hati. Mana mungkin William tahan jika hanya diberikan kecupan singkat, William selalu menginginkan lebih.

Comfortable Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang