17

15.7K 335 14
                                    

Selamat membaca!

***

Setelah melalui proses yang cukup lama, akhirnya semua orang bersiap menunggu mempelai wanita untuk diserahkan kepada mempelai pria di altar. Cukup mengharukan saat melihat Aka harus berjalan bersama Reno, Daddy Samira sebagai ayah bagi Aka saat ini.

Wajah gadis itu masih saja terlihat lugu di mata Samira. Seolah tak akan menikah secepat ini. Samira masih ingat jelas bagaimana dulu salah satu dari mereka harus menangis saat kalah dalam suatu pertandingan, atau jika ada yang menduduki peringkat kedua.

For your information, Makaria adalah teman Samira sewaktu SD, tetapi mereka kerap berantem dan Samira sering merundung Aka karena gadis itu berani menjadi saingan Samira. Belum lagi, Aka tak kalah pintar dari Samira dalam pelajaran, gadis itu juga yang menyebabkan Samira begitu membenci pelajaran biologi.

Setelah lulus SD, mereka masih sering bertemu dan menjadi pesaing dalam sebuah lomba, olimpiade misalnya. Samira tak suka dengan Aka yang dulu.

“Sedih, yah.” ujar Khia.

“Ho'oh. Harusnya gue yang di samping Daddy. Eh malah anak orang.”

“Lo mau nikah sama Om Jeff?” Jeff adalah mempelai pria. Orang yang sebelumnya tidak pernah nongol di dalam kisah siapa-siapa.

“Yah sama kak Will lah. Yah kali pindah haluan.” Samira balas melotot pada Khia.

“Kalian bisa diam gak? Gue lagi haru malah sesak liat lo berdua.” tegur Karin.

Lanjut, semua mata kini tertuju pada dua insan yang sedang mengucap janji suci di hadapan Tuhan.

“Gue kapan yah ngucapin itu.” Samira membayang.

“Yok, bisa yok. Mimpi trus, jangan kasih kendor.” seru Khia di telinga Samira, tetapi ini versi berbisik. Semoha halian faham.

“Saya, Samira. Menerima engkau, William. Eh nama lengkap kak Will siapa sih?” ucapan Khia yang setengah-setengah.

“William Vektor Othniel Theodorus.”

“Itu nama atau judul skripsi? satu kecamatan yang punya.” komentar Khia. “Gue tebak lo juga tau arti namanya.”

“Bukan urusan lo, Ibu Lokhia.”

“Ekhem. Lo pasti salting sih kalau tau kak Will dari tadi perhatiin lo.” ujar Karin di samping Samira. Belum saja Karin menarik napas, wajah Samira sudah lebih dulu memerah.

“Gak usah kalian liatin juga orangnya. Kampungan.”

Dua gadis itu spontan berbalik pada William yang tak berniat mengalihkan pandangan saat tertangkap basah. Justru menatap Samira semakin lekat saat netra mereka bertemu.

“Spontan.” jawab Khia.

“Senang dong sekarang?” belum sempat Samira menjawab, tepuk tangan meriah kembali mengalihkan atensi mereka. Saat menoleh kepada kedua pengantin di atas sana, tampaklah keduanya sedang berciuman.

“Udah sah aja nih.”

Setelah pemberkatan tersebut, tibalah saatnya untuk berpesta. Yang sialnya, tidak ada yang boleh mengenakan ponsel. Sungguh aturan yang membagongkan.

Comfortable Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang