BAB 42

7.4K 164 4
                                    

Tak semua wanita cantik memiliki jalan cerita yang bahagia... 

Cantik itu luka... 

Tak semua orang sanggup melewati luka dengan tetap tersenyum. 

****

Malam terasa begitu dingin tak seperti malam- malam sebelumnya. Tessa terlihat menunduk dan terduduk dengan linglung tak bergerak sedikitpu berjam - jam ia biarkan gorden jendela dan balkon terbuka lebar. Suara ombak  terdengar, biasanya ia akan mudah tertidur. Akan tetapi empat hari ini terasa sangat menyiksannya. Untuk menelan sepotong roti saja rasanya begitu sulit ia lakukan, yang Tessa lakukan hanya diam. Tak ada cahaya di apartemenya semuanya ia biarkan gelap gulita.

Tangisan tak akan mengubah apapun. Maka, ia tak akan menangis lagi sudah cukup tangisan menyedihkan-nya terdengar di lorong rumah sakit. Tak sanggup untuk membayangkan kembali betapa menyakitkan semuanya, direnggut begitu cepat.

Bekas jahitan pada perutnya belum pulih sepenuhnya, dan yang lebih menyiksa Tessa ketika ASInya terus saja mengalir deras. tapi, tak ada tempat untuk menampungnya. Bayi yang harusnya melihat dunia kini di nyatakan meninggal saat Tessa membuka matanya.

Sampai dimana lelucon ini?

Setiap hari selama tiga puluh enam minggu hanya sia- sia sekarang. Hanya meninggalkan guci yang berisikan abu bayinya yang ia letakan di meja ruang tamu. air mata Tessa yang sebelumnya, ia tahan perlahan- lahan tetap mengalir di pipinya.

"Mommy minta maaf...maaf.. Maafkaan aku yang tak bisa membawamu melihat dunia ini." Tessa menangis memeluk erat guci abu milik anaknya.

Pilihan yang ia terima untuk pemakamaan anaknya dengan dikremasi saja. Karena, Tessa tak bisa membuat pemakaman terbaik untuk putrinya yang telah resmi ia beri nama 'THALASSA' yang berarti lautan. Tessa juga akan menaburkan separuh abu bayinya di lautan. Semoga saja tuhan memberikan tempat terbaik untuk putrinya, setidaknya Thalassa tak merasakan pahitnya hidup di dunia yang kejam ini.

Tessa tak tau lagi apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Apa ia akan tetap menjalani hidup ini atau mati dengan konyol, perjalanan yang telah ia lalui begitu jauh tapi ia tak menyangka dia usianya yang hampir dua puluh lima tahun ia telah kehilangan banyak hal. Kesialan terasa tak ada habisnya di hidup Tessa.

"Mommy dan Daddy aku tak tau bagaimana wajah kalian. Tapi, aku memilih untuk mati sejak awal saja dari pada dilahirkan seperti ini." Tessa berkata dalam hatinya. Punggungnya terlalu lemah kakinya bahkan, sudah hampir tak kuat menopang dan sekarang semangatnya telah hilang. Lalu untuk apa ia bertahan?.

Ting...tong

Bell apartemenya terus saja berbunyi Tessa yang awalnya hanya ingin mendiamkan saja. Akhirnya ia mengerakan kakinya dengan perlahan, setiap gerakan yang ia lakukan serentak rasa sakit pada bekas jahitan di perutnya terasa. Tessa membuka pintu apartemenya. Wajah Berlin langsung menyerbunya dengan pelukan.

"Aku pulang." Berlin menyadari ada sesuatu hal yang berbeda. Dan ia tersadar saat melihat perut Tessa yang berubah menjadi rata, Senyum Berlin langsung mengembang.

"Minggir mana keponakaanku." Berlin telah lebih dulu masuk melewati Tessa yang masih berdiri di depan pintu.

"Kok Gelap?ada pemadaman listrik?" Berlin bertanya pada Tessa dan mencari saklar. Ternyata lampu hidup.

Pandangan pertama Berlin saat lampu di hidupkan. Ruangan begitu berantakan gelas dan bungkus makanan di biarkan terbuka begitu saja, bahkan bantal sofa berjatuhan di atas lantai. Apartemen ini seperti bukan di tempati oleh Tessa karena Berlin tau Tessa sangat bersih dan jarang terlihat berantakan.

𝐍𝐀𝐔𝐆𝐇𝐓𝐘 𝐒𝐄𝐂𝐑𝐄𝐓𝐀𝐑𝐘Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang