BAB 53

6.4K 162 3
                                    

Tessa membuka satu kaleng bir dan memberikannya kepada Axel. Saat ini mereka berdua, sedang berada di atas kap mobil yang berhenti di sebuah taman. Seharusnya, mereka berdua melanjutkan pulang saja setelah berjam- jam berada di kantor polisi.

Axel menerima sambutan kaleng bir yang di suguhkan untuknya. ia tersenyum tipis, banyak hal yang terjadi dalam hidupnya dari sejak awal sampai detik ini. Dan Axel merasa lelah menghadapinya, ia ingin berhenti dan bahagia saja itu sulit terjadi.

"Apa kau bahagia?" Axel menoleh dan menatap wajah Tessa yang hanya berfokus ke depan.

"Tentu tidak! Pembalasan yang terjadi untuk dua orang yang merusak hidupku itu. Belum cukup! Mereka harus merasakan lebih banyak lagi penderitaan." Tessa meneguk bir yang ada di tangannya, ia menatap mata Axel dengan tatapan tajam.

"Hmm..."

"Hanya itu jawaban darimu? Aku yakin kau juga tak setuju awalnya bukan? Aku sudah menebaknya! Dua orang yang melakukan hal ini adalah orang yang spesial bagimu, termasuk Gisella! Yang merupakan ibu dari Athena putrimu." Tessa tertawa kencang sembari meremas kaleng soda yang masih tersisa setengah di dalamnya.

Perasaanya saat ini ingin sekali berteriak dan memukul siapapun yang ada di hadapannya. Kehidupan dan percintaan orang lain terasa sangat mulus saja, kenapa tidak dengan dirinya! Apa yang salah? Dosa apa yang ia lakukan di kehidupan sebelumnya— sampai ia harus menanggung semua ini tiada habisnya.

"Kau ingin aku menjawab seperti apa? Aku juga merasa bersalah! Sampai saat ini aku masih terus di hantu rasa bersalah." Axel memejamkan matanya setelah nada bicara untuk pertama kalinya sedikit meninggi kepada Tessa.

"Tak perlu menjawab apa pun! Setelah urusan ini selesai, aku juga tak ingin lagi berhubungan denganmu." Tessa mengatakan hal ini dengan serius. Ia tak ingin lagi berhubungan dengan orang yang sama, sudah cukup Axel menjadi luka terbesar untuk dirinya.

"Kau akan kemana?" Axel menahan tangan Tessa yang sudah ingin beranjak pergi.

"Aku harus pergi." Tessa mendorong tangan Axel lepas dari pergelangan tangannya.

Tak lama kemudian taksi yang sengaja ia pesan akhirnya tiba juga. Tessa langsung saja menyebutkan alamat menuju rumah sakit yang ada di Seattle. Sepanjang perjalanan Tessa hanya terus menautkan kedua tangannya, ia takut terjadi hal yang tak di inginkan.

Perjalanan menuju rumah sakit terasa begitu lama. Padahal, hanya menghabiskan waktu setengah jam saja. Tessa segera berlari masuk melewati pintu kaca bau obat- obat menusuk Indra penciumannya. Sudah lama dirinya tak datang ke rumah sakit, kaki Sania melangkah menuju resepsionis dan menyebutkan sebuah nama pasien yang ingin ia temui.

"Permisi, apa ada pasien bernama Hardin?" Tessa menggenggam tangannya menunggu hasil pengecekan.

"Ada Nona... Saat ini pasien berada di ruang Rontgen."

"Baik terima kasih."

Setelah mendapatkan arah menuju ruangan Rontgen, Tessa kembali melangkahkan kakinya menaiki lift terburu- buru untuk menemui Hardin.

"Apa yang terjadi padamu? Kenapa kau tak pernah cerita." Tessa membatin dalam hatinya, terus menatap pada lift yang menunjukan angka menuju lantai tujuh.

Ting.

Tessa segera berlari menuju ruangan Rontgen, jantungnya terus saja berdetak dengan sangat kencang. Tessa takut terjadi hal yang tak diinginkan, matanya sudah mulai kabur Tessa merindukan Hardin.

Sampainya di depan ruang Rontgen hanya terdiam. Ia tak tau harus bertanya kepada siapa, hingga akhirnya Tessa memilih untuk menunggu saja.

Tak lama kemudian ia melihat siluet tubuh Hardin. Tessa segera berlari dan mengejar Hardin yang sudah masuk kedalam lift, Tessa menahan pintu lift yang hampir tertutup dengan tangannya. Ia dapat bernapas lega saat melihat Hardin berada di depan wajahnya. Tessa memberanikan dirinya untuk ikut masuk kedalam lift dan menutupnya.

"Tessa..." Bibir Hardin terasa berat saat memanggil nama Tessa. Ia masih tak percaya bahwa di depannya saat ini, adalah Tessa wanita yang ia cintai setengah mati.

"Kenapa! Kenapa tak mengatakan padaku!!" Tessa langsung menghentikan tombol lift.

"Mengatakan apa maksudmu," Hardin kembali bertanya dengan bingung.

"Jangan banyak berbicara!!" Tessa mengalungkan kedua tangannya di leher Hardin, menyamakan tinggi mereka berdua mencium bibir Hardin dengan brutal.

Tessa dapat merasakan bahwa detak jantungnya berpacu dua kali lipat saat bibirnya kembali mencium bibir Hardin. Awalnya, Tessa sempat merasakan sedikit rasa kecewa Hardin tak membalas ciumannya— tetapi akhirnya Hardin membalas ciuman Tessa tak kalah brutal mereka terus berciuman dan bercumbu satu sama lain.

"A-aku mencintaimu Hardin." Tessa mengungkapkan perasaanya kepada Hardin dengan sangat tulus. Tangan Tessa mencakup kedua pipi Hardin, menatap mata Hardin dengan seksama.

"Apa kau yakin?" Hardin meneteskan air matanya. Sebelum tangannya, terangkat dan menghapus air matanya.

"Tentu saja!" Tessa menganggukkan kepalanya dengan sangat yakin. Ia narik pinggang Hardin dan memeluk tubuh Hardin dengan erat, tak perduli seberapa pengaruhnya Axel atau seberapa buruknya masa lalunya. Tessa hanya ingin menjalani kehidupan dimana hanya ada dirinya dan Hardin.

*****
"Pulang bersama?" Hardin mengulang pertanyaan dengan ragu.

"Tentu saja," Tessa langsung saja masuk kedalam mobil Hardin.

Hardin tersenyum melihat Tessa yang saat ini berada di sampingnya. Dengan kecepatan peran Hardin memacu roda empat meninggalkan rumah sakit, sepanjang perjalan Hardin hanya terus tersenyum mencuri- curi padangan ke arah Tessa.

Hardin melepaskan satu tangannya dari stir menyentuh tangan Tessa dan menggenggamnya dengan erat, Tessa yang mendapatkan perlakuan manis itu tak membiarkan begitu saja. Ia manarik tangan Hardin dan membawanya ke bibirnya memberikan kecupan kecil disana. Meninggalkan bercak lipstick merah pada permukaan tangan Hardin.

"Kau meninggalkan bekas disana?" Hardin menyadari tangannya yang terkena lipstick merah Tessa.

"Kenapa memangnya?" Tessa kembali menoleh untuk mendengar jawab Hardin.

Hardin memperhatikan jalanan sebelum mengecup bibir Tessa dengan cepat. Ia tak akan meletakan kesempatan yang tak akan datang dua kali, tapi mungkin akan datang ratusan kali setiap harinya.

"Yah! Kau bermain curang." Tessa yang sempat shock memukul paha Hardin dengan kencang.

"Kenapa? Apa yang salah," Hardin menjulurkan lidahnya.

"Tunggu saja hukuman dariku!" Tessa menarik tangannya dari genggaman Hardin, melipat kedua tangannya di depan dada.

"Hukuman apa maksudmu?"

"Hukuman yang tak boleh kau tau sekarang! Tapi aku pastikan kau akan mengakui kekalahanmu." Tessa hanya mengedipkan satu matanya.

"Aaaahhh apakah hukuman di ranjang? Aku siap mengakui kekalahan kalau begitu." Hardin menoleh sekilas pada Tessa sebelum menatap ke arah jalan lagi.

"Jauhkan pikiran mesummu itu!" Tessa menarik rambut Hardin.

"Ahhhhhh..."

"Hardin! Shit kenapa kau malah mendesah sialan." Tessa mengeluarkan semua umpatannya sebelum mereka tertawa kencang bersama.

"Aku hanya sedang uji suara." Hardin kembali tertawa dengan kencang saat melihat wajah Tessa memerah.


*****

Kesel banget sama author pasti! Mana lama gak up ilang gak jelas. WKWKWK biasalah DM aja author Jambak rambutnya.

𝐍𝐀𝐔𝐆𝐇𝐓𝐘 𝐒𝐄𝐂𝐑𝐄𝐓𝐀𝐑𝐘Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang