BAB 58

5.8K 139 1
                                    

Dengan hanya di batasi oleh pembatas dinding kaca. Tessa menatap ke arah Athena peri kecil yang terbaring dengan sejumlah alat pada tubuhnya, Tessa menatap kantong darah yang masih belum full. Ini sudah kantong kedua yang akan akan ia berikan kepada Athena.

"Bertahanlah peri kecil, setelah ini Aunty yakin Athena jauh lebih kuat." Tessa membatin di dalam hatinya, ia seperti telepati dengan Athena yang tak sadarkan diri.

"Nona Tessa pendonoran darah telah selesai." Perawat membantu Tessa untuk melepaskan jarum yang ada di tangannya.

Tessa merubah posisinya menjadi duduk. Ia menatap Athena dengan perasaan yang entah kenapa begitu takut, Tessa seperti memiliki ikatan batin pada anak kecil itu. Bukankah Tessa sudah mengatakan ini bukan pertama kalinya, ia merasakan perasaan yang sama.

Tessa turun dari brankar rumah sakit. Ia berjalan keluar dari ruangan, wajah Axel dan kedua adalah Hardin suaminya. Bukankah, pemandangan seperti ini sudah lama tak lagi terjadi. Secara langsung tak langsung mereka bertiga kembali di pertemukan—— walaupun keadaan yang tak tepat.

"Aku sudah melakukannya, semoga saja Athena baik- baik saja." Tessa yang lebih dulu membuka pembicaraan karena, ia tak tahan dengan kesunyian yang terjadi di antara mereka.

"Sayang." Tessa memanggil Hardin yang hanya diam.

Tessa melewati Axel dan menuju ke arah Hardin yang berada di balik tubuh Alex. Tessa tersenyum lebar, saat Hardin melebarkan kedua tangannya, dengan senang hati juga Tessa masuk ke dalam pelukan hangat Hardin.

"Apa semuanya berjalan lancar?" Hardin berbisik kecil di telinga istrinya—— tangan Hardin mengusap rambut Tessa yang membalas ucapannya dengan mengangguk kecil.

Mata Hardin hanya menatap ke arah Axel. Entah kenapa, tatapan mata Axel begitu mengusik Hardin ia merasa Axel masih memiliki perasaan kepada istrinya. Tetapi, Hardin tak akan membiarkan orang lain mengusik hidupnya lagi. Setidaknya ia harus menyimpan semua bahagia sampai petinya di tutup. Kali ini saja, ia ingin egois.

"Ayo pulang." ucapan Hardin saat matanya kembali berpusat kepada Tessa.

"Hmm." Tessa mengangguk dan memutar tubuhnya menatap ke arah Axel.

"Aku harus pulang Axel..." Hanya itu yang dapat Tessa katakan sebelum ia berjalan bersama tarikan kecil Hardin.

Axel hanya melihat ke kepergian Tessa bersama Hardin. Suatu hal yang ingin ia katakan terpaksa harus Axel rahasiakan kembali, ia tak boleh merusak kebahagian Tessa lagi.

****

Satu jam yang lalu.

Axel keluar dari ruangan setelah mengatakan Tessa untuk mendonorkan darah. Matanya menatap ke arah Hardin duduk di salah satu kursi tunggu, Axel tak menyangka Hardin akan datang bersama Tessa.

"Kapan kau kembali ke Seattle?" Axel duduk di samping Hardin.

"Mungkin sebulan yang lalu."

Mata Axel menatap pada jemari manis tangan kanan Hardin. Sebuah cincin tersemat sama seperti yang ada di jemari Tessa, Axel hanya menatap kosong sampai akhirnya Hardin menyadari dan menarik tangannya dan mengusapnya dengan sengaja.

"Aku sudah menikah dengan Tessa."

Hal yang tak ingin Axel tau akhirnya ia dengar juga. Kabar bahagia yang seharusnya ia juga ikut bahagia. Tetapi, Axel malah menunjukan ekspresi sebaliknya. Karena memang tak bisa ia sembunyikan bahwa kabar bahagia ini ——begitu menyakitkan baginya yang masih mencintai Tessa.

"Kau tak ingin mengucapkan selamat untukku?"

Axel menoleh dan menatap ke arah Hardin, ia ingat bahwa dulunya Axel dan Hardin selalu berteman baik. Sampai orang berpikir bahwa mereka   memiliki hubungan selain pertemanan, mungkin karena mereka terlihat begitu dekat. Axel juga ingat bahwa Hardin sempat berkata kepadanya bahwa impiannya menjadi  ayah terbaik. Sepertinya semua itu akan segera terwujud.

"Selamat atas pernikahanmu Hardin."

Axel kembali memalingkan wajahnya, ia menatap pada dinding rumah sakit yang terlihat begitu menarik menemani pikirannya yang berantakan. Axel sedang memikirkan bagaimana caranya ia menghilangkan perasan kepada Tessa, yang telah berstatus menjadi istri sahabatnya.

"Tessa adalah kado terbaik untukku axel." Hardin terlihat tersenyum kecil.

"Tessa selalu mencuri perhatian orang lain. Tessa memang terbaik." Axel mengangguk ia setuju dengan ucapan Hardin.

"Apa kau tau, ternyata Tessa dan aku telah bertemu sejak aku berumur lima tahun. Dan akhirnya aku menemukan wanita yang membuat aku jatuh cinta setiap harinya," ucap Hardin dengan bangga.

"Tessa teman masa kecilmu?" Axel terkejut menoleh ke arah Hardin yang mengangguk.

"Yeah teman masa kecil yang pernah mengalami masa sulit bersama."

"Sangat beruntung kau dapat kembali bertemu." Axel hanya mengangguk mendengarkan apa yang di katakan Hardin. Mendengar perkataan Hardin  tentang Tessa, Axel semakin merasa jauh karena ia tak mengenal Tessa sejauh Hardin.

"Hmm...Begitu beruntung akan terus aku ingat ketika aku mati nanti."

"Kau bercanda." Axel tertawa saat mendengar Hardin tiba- tiba saja membahas kematian.

"Aku ingin hidup ratusan tahun lagi."

"Tentu saja! Kau harus memiliki banyak kebahagian bersama Tessa." Axel mengangguk dengan berat hati ia mengatakannya.

"Setelah ini... Tolong biarkan aku dan Tessa bahagia Axel."

Axel menoleh menatap Hardin belum sempat ia menjawab pintu kembali terbuka, dan terpaksa Axel bungkam saat melihat wajah Tessa yang sedikit pucat. Axel khawatir tetapi tatapan mata Tessa hanya tertuju kepada Hardin sumber bahagianya.

****
Tessa menatap ke arah Hardin yang menyetir mobil dengan kecepatan standar. Kepala Tessa terus bersandar pada bahu Hardin, ia sedikit pusing setelah mendonorkan darah.

"Sayang." Tiba- tiba saja Tessa ia membahasa sesuatu.

"Hmm?"

"Apa perasaanmu saat mendengar hal yang terjadi barusan? Apa kau marah karena aku kembali berkomunikasi dengan Axel," ujar Tessa dengan perlahan.

"Yah aku biasa saja, karena aku tau istriku tak akan melakukan hal yang membuatku marah." Hardin tersenyum, ia tak menyangka Tessa akan menanyakan perasaanya.

"Angels." Tessa menyebut hati Hardin dengan satu kata.

"Aku tak ingin menjadi orang jahat di sisa hidupku, aku pernah mendengar jika kita melakukan hal baik maka, saat kita mati akan di tempatkan ke heaven terbaik juga." Hardin begitu santai mengatakannya sedangkan ia tak menyadari perubahan wajah Tessa yang berubah.

"Sayang! Kau sangat aneh," jawab Tessa dengan sedikit nada tinggi ia tak menyukai kata- kata Hardin yang terdengar sangat aneh. Hardin seperti akan pergi jauh saja, dan Tessa semakin takut akan hal itu terjadi

Hardin menghentikan mobilnya di pinggiran jalan, Hardin merasa bersalah mengatakan halnya.

"Sayang, aku minta maaf." Hardin mencakup wajah Tessa dan mengecup bibir Tessa dengan singkat.

Bersaman itu juga hidung Hardin kembali mengeluarkan darah segar. Tessa benar- benar panik, ini bukan hanya terjadi sekali tetapi sudah dua kali Hardin mimisan di depannya.

"Shit! Angkat kepalamu." Tessa mengusap hidung suaminya dengan sapu tangan, Tessa mencoba menghentikan pendarahan.

"Sayang, i'm okay."

"Diam!! Aku tak akan mendengarkan ucapanmu." Tessa membentak Hardin.

𝐍𝐀𝐔𝐆𝐇𝐓𝐘 𝐒𝐄𝐂𝐑𝐄𝐓𝐀𝐑𝐘Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang