BAB 59

5.4K 132 3
                                    

"Kamu bukan lelah! Aku tau kamu sakit!"

Tessa menutupi wajahnya ia menangis di hadapan Hardin. Tessa merasa tak bisa melakukan apa pun padahal dirinya dokter. Seharusnya ia lebih peka akan hal ini, tetapi Tessa dengan bodohnya tak merasa curiga sama sekali.

"Sayang, aku pasti sembuh." Hardin mencakup kedua bahu Tessa dan menariknya ke dalam pelukan.

"Seharusnya kamu bicara sama aku... Jangan di simpan sendiri, aku istri kamu! Bukan orang lain." Tessa masih terus berbicara dengan sesak yang serasa memenuhi dadanya.

"Yang bilang kamu istri tetangga siapa?" Hardin tertawa kencang.

"Hardin!! Aku serius," Tessa memukul dadanya Hardin.

"Gila! Aku sudah sembuh, aku punya dokter pribadi ahli banget."

"Siapa?" Tessa menatap mata Hardin.

"Kamu." Hardin mengusap pipi Tessa menghapus jejak air mata yang masih mengalir dari kedua mata indah Tessa.

"Aku serius. Kita harus ke rumah sakit, aku harus tau sakit kamu secara mendetail... Apa yang kamu rasakan selama ini?" Tessa masih tak bisa melupakan kejadian beberapa menit yang lalu, Hardin mimisan begitu parah.

"Aku itu punya masalah pada hidung, katanya dokter itu kayak gejala yang membuat aku mimisan. Karena pernapasan dari hidungku mulai bermasalah," imbuh Hardin mencoba menenangkan Tessa.

"Sinusitis? Kamu sakit itu?" Tessa kembali menatap mata Hardin mencoba melihat, apakah Hardin sedang berbohong atau tidak kepadanya.

"Nah! Aku lupa cara menyebutnya, kata dokter aku hanya perlu melakukan operasi kecil."

"Mimisannya lumayan parah! Aku tidak yakin itu berasal dari sinusitis." Tessa merasa bahwa sakit yang di alami Hardin benar- benar beda dengan pasien yang sebelumnya Tessa tangani karena sinusitis juga.

"Sial! Harus dengan cara apa lagi aku membohongi istriku yang pintar ini." Hardin hanya bisa membatin di dalam hatinya.

"Sayang, kau tidak percaya kepada suamimu ini." Hardin mengedipkan satu matanya.

"Aku tidak percaya! Karena kau juga ahli menyembunyikan rahasia." Tessa melipat kedua tangannya di depan dada.

"Ayo pulang saja, aku sudah tidak tahan." Hardin kembali menghidupkan mesin mobilnya, setelah merasa cukup lama berdiam di dalam mobil karena penyakit sialannya yang kambuh.

"Tidak tahan?" Tessa menoleh dan menatap ke arah Hardin.

"Memakanmu." Hardin tersenyum nakal.

"Aku siap melayani pria mesum." Tessa tersenyum lebar.

"Suatu kelebihan yang aku suka darimu." Hardin tersenyum mengecup bibir Tessa sekilas.

Perjalanan menuju ke apartemen terasa begitu lama, Hardin sengaja untuk memutar menuju arah yang berlawanan arah. Demi untuk menunjukan kepada Tessa suatu yang telah ia persiapkan.

"Kenapa harus melewati jalan yang berputar?" Tessa menyadari akan jalan yang di ambil Hardin.

"Jalan utama macet sayang, aku tak mau kau menunggu dengan lama." Hardin menggenggam tangan Tessa dan membawanya menuju ke arah bibirnya.

"Kau tidak berbohongkan." Tessa tersenyum dengan satu alis yang terangkat.

"Ayo turun." Hardin melepaskan beltnya dan turun lebih dulu.

Berjalan memutari mobil, dan membukakan pintu mobil untuk Tessa. Tessa menyambut tangan Hardin tanpa merasa curiga sedikitpun.

Mereka berjalan beriringan sampai akhirnya mereka sampai di depan pintu apartemen.
"Sayang buka pintunya," ujar Hardin meminta Tessa untuk membuka pintu.

"Kenapa harus aku?" Tessa memasukan sandi dan membuka pintu.

Saat pintu terbuka, air mata Tessa menetes. Apartemen telah di sulap seperti taman bunga, bunga mawar pink dan masih banyak lagi bunga yang menghiasi apartemen. Balon- balon berbetuk hati berterbangan di atas langit apartemen yang membuat Tessa tambah menangis saat tangannya menyentuh—— foto-foto dirinya yang di ambil secara diam- diam.

"Happy anniversary 8 tahun sayang." Hardin berada di belakang tubuh Tessa, memeluk pinggang istrinya dan mengecup puncak kepala Tessa.

Tessa memutar tubuhnya, menatap mata Hardin. Matanya terasa kabur karena air mata yang menghalangi pandangannya, Tessa tak bisa mengucapkan satu pun kata-kata selain rasa syukur kepada tuhan yang sudah membawa malaikat tak bersayap untuknya.

"Terima kasih telah menyiapkan semua ini... Terima kasih telah menerimaku dan semua masa laluku." Tessa menangis di dalam pelukan Hardin.

"Aku mencintaimu Tessa...sangat mencintaimu." Hardin memeluk tubuh Tessa dengan erat, meskipun suatu hari Hardin terlahir kembali——Hardin tetap akan menemukan Tessa berkali- kali.

"Lihatlah semua yang aku siapkan dengan berusaha payah, apakah hanya ingin di habiskan dengan menangis?" Hardin melepaskan pelukan dan menghapus air mata Tessa, Hardin meraih bibir Tessa dan menciumnya dengan lembut Hardin akan merekam semua yang terjadi hari ini——Hanya semua hal indah bersama Tessa.

"Duduklah." Hardin menarik salah satu kursi yang telah di tata dengan sangat romantis.

"Dinner di sore hari." Tessa tersenyum saat Hardin telah menyiapkan sebuah hidangan begitu romantis.

Hardin hanya tersenyum dan menghidupkan lilin- lilin yang menambah kesan romantis dinner hari ini, hidangan telah di sajikan.

"Tunggu." Hardin mengeluarkan ponselnya dan meletakannya kembali setelah memotret Tessa dengan cepat.

"Kau mengambil fotoku tanpa aba- aba?" Tessa mencoba untuk mengambil ponsel Hardin. Tetapi Hardin menjauhkannya dan letakan di sisi kirinya, musik instrument romantis kembali terdengar dari ponsel Hardin.

Memang sangat sederhana, tetapi bagi Tessa ini sudah cukup mewah. Tak ada yang bisa membayar dengan uang seberapa pun itu— atas kebahagian yang Tessa dapatkan saat ini.

"Mau berdansa denganku?" Hardin mengangkat gelas sampanye dan bersulang dengan Tessa.

"Aku tidak ahli berdansa."

"Kau yakin? Aku pikir kau paling ahli dalam hal ini." Hardin mengulurkan tangannya.

"Shit! Tidak bisa berbohong padamu." Tessa meraih tangan Hardin.

Dengan di iringi lagu Ed sheeren_ photograph. Tessa meletakan tangannya kanannya di bahu Hardin—— sedangkan jemari kirinya kini sedang berada di tangan kanan Hardin.

"Loving can heal, loving can mend your soul." Hardin menyanyikan potongan lirik saat langkah kaki mereka mulai maju dan mundur seirama.

"Remember that with every piece of ya." Tessa juga menyambung lirik yang membuat mereka sama- sama tersenyum, Tessa menjatuhkan kepalanya di dada bidangnya Hardin.

"Apa kau akan melupakan aku suatu hari nanti?" Hardin berbisik di telinganya Tessa.

"Kau mengatakan sesuatu? Aku tidak fokus," Tessa mengangkat kepalanya dan menatap wajah Hardin.

"Apa kau siap?"

"Siap untuk apa?" Tessa kembali menatap wajah Hardin.

"Memproduksi anak." Hardin mengedipkan matanya, meraih tubuh Tessa membawanya menuju ke arah kamar mereka.

   

𝐍𝐀𝐔𝐆𝐇𝐓𝐘 𝐒𝐄𝐂𝐑𝐄𝐓𝐀𝐑𝐘Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang