BAB 12

11.8K 798 8
                                    

Biru menompa dagu dengan kedua tangannya. Entah ia yang berangkat terlalu pagi kali ini atau Sendu yang memang kesiangan, biasanya Biru datang setelah Sendu. Namun, hari ini batang hidung Sendu belum terlihat sedikit pun. Suasana kelas sudah mulai ramai karna sepuluh menit lagi bel masuk akan berbunyi nyaring.

Saat ini Biru tengah bergelut dengan pikirannya sendiri yang tak bisa diam mengulang memori dari nasihat Sangkar dan Handaru semalam. Saat melakukan pembicaraan yang sangat amat serius, mereka bertiga telah menyepakati hal yang akan dilakukan oleh Biru sepanjang menjalankan misi ini. Dengan setengah hati Biru menerimanya, walaupun semalam terjadi perdebatan kecil karna Biru sempat menolak.

"Gue rasa itu cara yang tepat buat lo jalanin misi ini. Biar cepet kelar, gue udah muak sama detektif sialan itu." Cerca Handaru.

"Gak mau yah! Seenaknya aja lo, sama aja ini namanya ngorbanin gue." Tolak Biru mentah-mentah yang sedari tadi sudah naik pitam.

Sangkar menjadi penengah. "Gue tau kalo gak gampang, tapi dicoba dulu."

"Ogah! Lagian dia gak mungkin jatuh cinta sama gue."

"Kenapa gak mungkin? Dia gay?" Tanya Sangkar dengan dahi mengerut.

"Bukan gitu maksud gue Bang, gue gak mungkin lah pokoknya bisa bikin dia jatuh cinta sama gue."

Perdebatan itu masih terngiang-ngiang di otak Biru yang memutarnya secara otomatis dan spontan. Ia ragu tidak bisa menjalankan permintaan Sangkar dan Handaru, karna permintaan kedua manusia itu sungguh tidak masuk diakalnya. Apalagi ia harus menaklukkan seorang Brigas? Bahkan Biru selalu merasa muak jika berada di dekat lelaki itu, mengigat Biru sudah mengetahui semua kebusukan Brigas.

Biru tersadar dari lamunannya saat seseorang menepuk bahunya beberapa kali. Saat menoleh, ia mendapati Sendu yang sudah duduk manis disampingnya.

"Kenapa? Kok lo tumben kesiangan?" Tanya Biru.

Sendu terlihat mendengus. "Semalem gue harus lembur di cafe, trus pas pulang susah banget nyari angkot. Jadinya pulang kemaleman, dan tadi pas bangun udah kesiangan aja."

Mendengar jawaban Sendu membuat Biru paham. Lalu atensinya menoleh pada pintu masuk, disana terlihat Dewa tengah berdiri berhadapan dengan Laura. Terlihat keduanya saling melemparkan senyuman hangat diikuti beberapa sorak riuh dari teman sekelasnya.

"Ehh iya Ru, pas di koridor tadi rame banget ngomongin mereka." Ujar Sendu.

Biru menoleh ke arah Sendu dengan dahi mengerut. "Kenapa emangnya?"

"Mereka baru jadian kemaren katanya. Beritanya udah kesebar loh, maklum lah kan Dewa cukup populer, Laura juga sih dia populer dari kelas sepuluh karna cantik dan kaya raya." Jelas Sendu.

"Kok bisa yah dewa suka sama dia?" Gumam Biru yang masih bisa di dengar oleh Sendu.

"Laura kan cantik, kaya, populer, lumayan pinter juga..."

"Bukan itu maksud gue, Laura pernah bully lo kan? Muka dia juga kayak Mak lampir, sinis terus. Sedangkan Dewa, cowok polos dan penakut."

"Ngawur lo, Dewa kan ketua OSIS."

Sorakan semakin riuh saat adegan dimana Dewa mencubit pipi gembul Laura di depan banyak teman sekelasnya. Laura berjalan masuk ke dalam kelas setelah Sakti menyuruhnya, sebelum benar-benar pergi dari pintu masuk. Tatapan Sakti jatuh pada Biru, lalu perlahan senyuman lebar dari Dewa tertuju pada Biru. Mau tak mau Biru membalasnya dengan senyuman tipis, kemudian Dewa meninggalkan area kelasnya.

"Biru." Panggil Laura yang sudah duduk di depan bangku Biru.

Biru menoleh, lalu menatap Laura dengan datar.

HANKER Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang